Salah satu Metromini yang kembali beroperasi adalah S 75, jurusan Pasar Minggu-Blok M. Sebanyak 10 armada oranye biru itu, sudah terlihat parkir di belakang Terminal Pasar Minggu. Para sopirnya asyik nongkrong di warung kopi dekat parkiran bus. Mereka menunggu waktu samÂpai agak sore untuk keluar, agar mendapat banyak penumpang di Terminal Blok M. Soalnya, sore adalah waktu para penumpang biasanya pulang kerja.
Kondisi berbeda terjadi sehari sebelumnya. Bagian belakang terminal dipenuhi puluhan Bus Sekolah yang biasanya hanya digunakan untuk mengangkut para pelajar.
Bus-bus kuning berukuran sedang itu, pada Senin (21/12), digunakan untuk mengangkut para penumpang umum, yang biasanya menggunakan jasa Metromini. Pasalnya pada hari itu, tidak ada satu pun Metromini yang parkir di tempat itu. Di terminal lain, hanya beberapa Metromini yang masih beroperasi.
Tapi pada Selasa pagi, tidak satu pun Bus Sekolah yang terlihat berada di terminal terseÂbut. Begitu juga di Terminal Blok M. "Sekarang Metromini sudah normal narik dari pagi, jadi Bus Sekolah menyingkir. Tapi memang tidak semua narik seperti biasa, karena ada yang dikandangkan sehabis razia, dan ada yang dikandangkan untuk menghindari razia," ucap sopir Metromini S 75, Irawan.
Dia menambahkan, para pemiÂlik kendaraan sekarang berÂsikap lebih waspada. Mereka tidak akan mengizinkan mobil keluar, apabila diperkirakan kena razia yang sedang gencar dilakukanDinas Perhubungan dan Transportasi (Dishubtrans) DKI Jakarta.
"Kalau dikandangin Dishub kan ribet ngeluarinnya. Harus keÂluar biaya juga. Mending jangankeluar dulu," ujar Irawan.
Irawan mengaku tidak mengerti, mengapa Pemprov DKI menindak para sopir Metromini. Sebab, dia menilai, kecelakaan antara Metromini dengan kereta di Jakarta Barat yang menewasÂkan 18 orang, adalah tanggungÂjawab individu. Berdasarkan penyelidikan polisi, sang sopir diduga menerobos palang pintu perlintasan kereta.
"Pemprov harusnya memeriksasatu per satu, jangan dirazia semua. Soalnya, tidak semua ugal-ugalan. Banyak kok yang hati-hati karena ingat anak dan istri," tandasnya.
Menurut dia, alasan penyitaan banyak Metromini pun tidak teÂpat. Metromini, sambung Irawan, seharusnya tidak bisa disita hanya karena misalnya penunjuk kecepatan mati dan cat luarnya terkelupas sedikit. Sebab, banÂyak di antara Metromini yang disita itu, justru telah dinyatakan lulus uji KIR.
"Artinya, Dishubtrans sendiri yang telah menyatakan kendaraanitu layak jalan. Kenapa harus dikandangin," protes Irawan.
Sedangkan sopir Metromini S 75 lainnya, Irul menjelaskan kenapa aksi mogok narik hanya satu hari. Hal itu, menurut Irul, karena dia dan rekan-rekannya membutuhkan uang. Sebab, selama mogok, dia dan rekan-rekaÂnnya hanya bisa menggunakan uang simpanan untuk memenuhi kebutuhan. Persoalannya, jumÂlah dana cadangan yang mereka miliki tidak besar, sehingga tidak mungkin mogok berlama-lama.
"Apalagi, saya sebetulnya sudah tidak narik 10 hari. Mobil saya dikandangin, dan baru keluar kemarin. Sebelumnya, saya cuma beberapa kali jadi kernet tembak untuk nambah-nambah duit belanja keluarga. Kalau mogok lebih lama lagi, saya tidak punya biaya untuk beli kebutuhan sehari-hari," ceritanya.
Irul menambahkan, banyak penyebab Metromini mengaÂlami kecelakaan dan memakan korban. Menurut dia, faktor yang paling sering terjadi adalah berebut penumpang.
"Bisa jadi, sopir kejar setoran. Atau, sopirnya mau gaya-gayaan. Tapi, itu tergantung orangnya," tutur Irul.
Dia mengaku tidak mau ambil risiko kebut-kebutan saat memÂbawa penumpang. Dia beralasan, selalu ingat bunyi pesan, istri dan anak menunggu di rumah. "Saya narik kecepatannya standar," ucap pria asal Sumatera ini.
Kendati begitu, soal kejar setoran, Irul tidak menampiknya. Sebab, dirinya menyadari perÂsaingan angkutan umum di Jakarta sudah sangat ketat. Bila setoran kurang, tentu jaÂdi masalah baginya. Apalagi, Metromini yang dikendarainya sehari-hari, bukan miliknya.
"Pikirin setoran seharian, apalagi kalau penumpang sepi. Setoran pake apa ke bos," ucapnya.
Irul pun merasa perlu ada pelatihan bagi para pengenÂdara. Selama ini, diakuinya, terlalu mudah menjadi sopir Metromini. Tidak sedikit sopir baru bisa nyetir, sudah menarik penumpang.
"Baru bisa dikit sudah jadi sopir. Nah, ini yang biasanyasuka ugal-ugalan di jalan. Kemampuannya masih minim, main serobot saja di jalanan. Itu yang bahaya," jelasnya.
Menurutnya, para sopir baruini umumnya masih muda. Sehingga, masih nekat membawa Metromini. "Jiwa muda kali ya, maunya ngebut kalau lagi bawa penumpang. Setoran penting, tapi kalau nyawa yang jadi taruhannya, bagaimana," tuturnya.
Latar Belakang
Penumpang Naik Bus Sekolah Gratis
Para sopir Metromini melakuÂkan aksi mogok narik pada Senin (21/12). Dinas Perhubungan dan Transportasi (Dishubtrans) DKI Jakarta menyediakan bus-bus sekolah agar masyarakat tetap bisa berkegiatan.
Seperti terjadi di Terminal Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Sejak pagi, terminal tersebut tampak sepi. Tidak terlihat satu pun kendaraan berwarna oranye bertuliskan Metromini yang parkir dalam terminal.
Bagian pangkal Jalur 2 dan 3 yang biasanya dipenuhi antrean Metromini, tampak kosong.Hanya angkutan umum lain, seperti Kopaja, Angkutan Perbatasan Terintegrasi Busway (APTB), dan Transjakarta yang mengantredi jalur lain.
Bagian pintu keluar terminal Blok M juga lengang. Tidak ada antrean kendaraan seperti biasanya. Bus-bus yang telah keluar koridor tempat mengangÂkut penumpang, bisa langsung melakukan perjalanan. Beberapa petugas berpakaian Dishubtrans yang berjaga, memastikan hal tersebut.
Hadi, pedagang minuman di Terminal Blok M mengatakan, pada Senin lalu, hanya Metromini S69 jurusan Blok M - Ciledug yang beroperasi. Itu pun tidak semuanya narik. Sebagian ada juga yang ikut mogok.
"Kalau yang lain mogok seÂmua. Waktu hari Minggu masih ramai. Masih narik penumpang seperti biasa," ucapnya.
Menurut Hadi, hanya Metromini S 610 jurusan Blok M-Pondok Labu yang sudah berhenti beropÂerasi sejak Jumat akhir pekan lalu. Para sopir Metromini S 610 bahkan sempat melakukan demonstrasi di depan Terminal Blok M, pada Jumat itu.
"Metromini S69 sebetulnya juga sempat berhenti operasi pada Jumat siang sampai Sabtu. Tapi hari Minggu narik seperti biasa, lalu sebagian mogok lagi hari Senin," terangnya.
Hadi menambahkan, untuk mengangkut penumpang yang terlantar akibat mogoknya para sopir Metromini, Dishubtrans menyediakan dua buah Bus Sekolah. Kedua bus tersebut melayani rute Metromini S 75 juruÂsan Pasar Minggu-Blok M. "Bus Sekolah itu ngetem di bagian depan terminal. Kalau untuk rute lain, sepertinya belum ada," ujarnya pada Senin (21/12).
Bus Sekolah berwarna kunÂing yang beroperasi sejak pagi, berkapasitas 20 penumpang. Tidak seperti naik angkutan umÂum, masyarakat yang menggunaÂkan Bus Sekolah tersebut tidak dipungut biaya, alias gratis. Dua personel Brimob berjaga dalam bus AC tersebut, untuk mencegah aksi anarkis terhadap kendaraan pengganti sementara itu.
Kepala Unit Pengelola Terminal (UPT) Dishubtrans DKI AB Nahor mengatakan, dua Bus Sekolah itu merupakan kendaraan sementara. Pada sore hari, jumlah busnya ditambah 10 buah lagi. Semua bus tambahan tersebut berukuran sedang.
"Kami minta tambahan bus itu untuk mencegah penumpukan penÂumpang. Karena, banyak karyawan yang pulang kantor sore hari," kata dia di Terminal Blok M.
Nahor menjelaskan, semua Bus Sekolah yang diperbantukan itu melayani rute Metromini S69 Blok M-Ciledug, S74 Blok M-Rempoa, S72 Blok M-Lebak Bulus, S610 Blok M-Pondok Labu, dan S75 Blok M-Pasar Minggu. Semua bus tersebut melayani penumpang sejak jam 6 pagi, sampai 7 malam.
"Semua bus itu terus disiagakansampai waktu yang belum ditentukan. Sebab, walau besok misalnya para sopir Metromini sudah narik lagi, saya yakin jumlahnya tidak akan banyak," tuturnya. ***