Saatpembukaan awal Mei 2015, Paviliun Indonesia belum siap dan dianggap mengecewaÂkan. Kabar miring menyudutÂkan nama Indonesia sampai akhirnya Didi Petet meninggal dunia. rtha Graha yang awalÂnya hanya sponsor dan berperan dalam penyediaan makanan dan minuman di restaurant, berubah menjadi senior partner, yaitu menjadi penanggung jawab operasional Paviliun Indonesia bersama-sama dengan KPBN.
Berikut jawaban Artha Graha, Tomy Winata atas pertanyaan seputar Paviliun Indonesia: Selamat ya, Paviliun Indonesia menjadi 10 besar di dunia dan peringkat 1 di Asia... Saya rasa pencapaian ini nggak lepas dari mimpi almarÂhum Didi Petet. eliau ingin membawa nama Indonesia di panggung dunia. Mudah-mudahan di alam sana beliau menyaksikan apa yang kita lakukan.
Bisa diceritakan bagaimana keterlibatan Artha Graha di Paviliun Indonesia? Beliau (Didi Petet) merasa beÂrat, terus ngajak saya ngomong. Saya bilang, kita bantu deh menÂjalankan operasional lebih luas lagi. Belum selesai perumusan, beliau meninggal dunia. Oleh teman-teman diinformasikan ada amanah dari beliau saya jangan mundur. Naluri saja berjalan. Saya nggak punya pamrih aneh-aneh untuk menyelamatkan paÂvilion.
Apa sih yang mendorong Bapak untuk menyelamatkan Paviliun Indonesia? Kenapa? karena paviliun itu namanya Paviliun Indonesia. Ada bendera merah putih, buÂrung garuda. Itu kan legitimasi bangsa dan negara. Sebagai orang Indonesia, apa kita biarÂkan dilecehkan orang. Itu saja. Kita tidak mampu membuat jadi hebat, tapi berusaha untuk tidak terlalu dilecehkan orang. Kami tak punya motif apa-apa. Kami hanya tak terima jika Paviliun Indonesia dibully.
Berapa total biaya yang dikeÂluarkan untuk mengoperasikan Paviliun Indonesia selama enam bulan sampai penutupan? Kami sudah tak lagi memperÂhitungkan biaya. Bagi saya, naÂma baik Indonesia lebih penting dari usaha saya. Nama baik Indonesia lebih mahal daripada Artha Graha. Kalau kita sudah membela nama Indonesia, maka yang lain jadi murah. Jangankan perusahaan, saya sendiri kalau harus jadi korban, ya korban.
Kalau personil dan sumber daya manusia berapa banyak yang dikerahkan untuk memÂbantu? Semua orang di AGN/AGP menÂdukung. Saya tidak menghitung-hitung lagi. Kalau negara sudah memanggil, semua harus terpangÂgil, semua harus ikut.
(Dari Media Center Artha Graha dan tim Pokja PR Milan diperoleh informasi bahwa hamÂpir 90 karyawan Artha Graha diterbangkan bergiliran dari Jakarta ke Milan. Mereka dituÂgaskan menjalankan operasional paviliun Indonesia. Ada yang meÂnetap selama dua bulan, ada juga yang lebih dari enam bulan belum menginjakkan kaki kembali ke Indonesia. Sebelum ditugaskan di Milan, sebulan penuh mereka diberi pelatihan dan pembekalan di Discovery Hotel & Convention Ancol (DHCA) untuk menjadi duta-duta Indonesia)
Milan Expo telah ditutup, mau diapakan bangunan dan semua isi Paviliun Indonesia? Kita mau selesaikan segera. Kita bongkar dan
packing bawa pulang semua. Biayanya mulai dari pembongkaran sampai baÂrang dikirim ke Jakarta sekitar 500 ribu euro. Awalnya beberapa bagian akan dihibahkan ke penguÂsaha properti asal Jerman yang keÂbetulan datang ke Milan Expo dan tertarik dengan arsitektur banguÂnan Paviliun Indonesia. Itu tentu karena perlu biaya untuk bongkar dan bawa balik Jakarta. Mungkin bangun yang sama di Jakarta lebih murah dibanding ongkos bongkar di sini. namun, rencana hibah batal.
(Informasi dari pengelola Paviliun Indonesia menyebutkan pengusaha Jerman yang awalnya ingin membuat restoran dari sebagian material di Paviliun Indonesia tertimpa musibah kebakaran sehingga tak bisa melanjutkan rencana bisnisnya)
Saat penutupan bapak meÂmakai baju batik Didi Petet? Dari mana dapat baju itu? Kemeja itu diberikan istri Didi Petet Uce Sriasih saat berkunjung ke Paviliun Indonesia pertengahÂan Oktober 2015. Katanya itu keÂmeja batik kesayangan Mas Didi. Waktu itu, Ibu Uce titip pesan, mudah-mudahan saya berkenan memakai. Saya bilang, pada acara selamatan penutupan pasti saya pakai. Itu ceritanya. ***
BERITA TERKAIT: