Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pemerintah harus Pertimbangkan Ulang Pemberian Subsidi Pupuk

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/zulhidayat-siregar-1'>ZULHIDAYAT SIREGAR</a>
LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR
  • Senin, 10 Agustus 2015, 02:58 WIB
Pemerintah harus Pertimbangkan Ulang Pemberian Subsidi Pupuk
nofi candra
rmol news logo Pemerintah harus mempertimbangkan kembali mengenai pemberian subsidi terhadap pupuk atau pestisida non organik. Adanya subsidi pupuk kimia itu merupakan kebijakan yang salah dan berdampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat.

"Sudah saatnya pemerintah memikirkan tindakan preventif untuk mencegah masyarakat dari berbagai macam penyakit yang ditimbulkan dari zat kimia," tegas anggota anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Nofi Candra, dalam keterangannya Minggu malam (9/8).

Pernyataan Nofi tersebut sebagai rekomendasi hasil kunjungan ke beberapa lembaga di Italia, seperti CRA dan FAO untuk membahas masalah pengembangan pertanian di Indonesia.

CRA (Consiglio per la Ricerca in Agricoltura e l’Analisi dell’Economia Agrari) merupakan organisasi riset nasional yang beroperasi di bawah pengawasan Menteri Pertanian dengan kompetensi keilmuan umum dalam bidang pertanian, agroindustri, makanan, perikananan dan kehutanan.

CRA berfungsi melakukan penelitian pertanian dan juga untuk meningkatkan inovasi dan teknologi di sektor pertanian. CRA lembaga yang juga berperan dalam peningkatan daya saing pertanian yang sesuai dengan standar Eropa dan Internasional. Misi terpenting dari CRA adalah untuk perlindungan tanaman dan produksi yang akan disalurkan kepada konsumen serta menjamin kesehatan tanaman yang akan dikonsumsi.

Sementara FAO (Food and Agriculture Organization) adalah lembaga di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang juga bermarkas di Roma, Italia.

Selain itu, senator asal Sumatera Barat juga mengatakan pemerintah harus mengupayakan adanya regulasi yang mengatur tentang pupuk atau pestisida berbahan kimia di Indonesia. Regulasi dan kebijakan ini harus berintegrasi dan melibatkan minimal tiga lembaga, yaitu; Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup, dan Kementerian Kesehatan.

"Hal ini mengacu kepada regulasi internasional yang telah digunakan oleh Uni Eropa. Kalau tidak mempunyai regulasi, Indonesia akan menjadi pembuangan makanan berbahan kimia yang di impor dari negara eropa," jelasnya.

Hal mengejutkan dari penjelasan CRA adalah kebijakan negara-negara UNI Eropa (khususnya Italia) untuk mengekspor hasil pertanian yang menggunakan pestisida kepada negara-negara yang tidak mempunyai regulasi yang jelas mengenai penggunaan pestisida non organik.

Salah satu negara tujuan ekspor tersebut adalah Indonesia. Indonesia tidak mempunyai regulasi yang mengatur pestisida dan kadar pestisida non organik yang digunakan untuk hasil pertanian.

"Artinya, negara-negara Eropa mengekspor hasil pertanian yang mengandung pestisida non organik (mengandung zat kimia) ke Indonesia. Indonesia dijadikan salah tujuan pembuangan makanan dan hasil pertanian yang diminimalisir mereka konsumsi atau bisa juga disebut 'pembuangan'," ungkap tokoh yang bersama anggota DPD muda lainnya menggagas Poros Senator Indonesia untuk memberikan pandangan-pandangan kritis yang membangun dalam pelbagai persoalan kebangsaan.

Karena itu dia menambahkan, Pemerintah harus mendukung peran swasta dalam pengembangan hasil dan lahan pertanian. Misalnya, pemerintah harus memberikan supporting system dengan kemudahan-kemudahan tertentu kepada pihak swasta yang mau mendistribusikan hasil pertanian organik.

"Harus ada lembaga independen di Indonesia yang memberikan sertifikasi terhadap pemakaian pestisida dan mengukur kadar pemakaiannya agar terkendali dan terkontrol kesehatan dari hasil pertanian di Indonesia," tandasnya. [zul]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA