WAWANCARA

Jimly Asshiddiqie: MK Bisa Buat Peraturan Sendiri, Nggak Perlu Revisi UU MK & UU Pilkada

Jumat, 10 Juli 2015, 10:01 WIB
Jimly Asshiddiqie: MK Bisa Buat Peraturan Sendiri, Nggak Perlu Revisi UU MK & UU Pilkada
Jimly Asshiddiqie/net
rmol news logo Wacana penundaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang dijadwalkan 9 Desember 2015 kembali didengungkan DPR saat rapat konsultasi dengan pemer­intah, Senin (6/7) lalu.

Yang paling menyita perhatian adanya masalah pada tenggat wak­tu penyelesaian sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK).

Wakil Ketua MK Anwar Usman yang hadir pada rapat tersebut menyampaikan, wak­tu penanganan sengketa hasil pilkada selama 45 hari kalender yang diatur Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada tidak cukup. Anwar Usman meminta batas waktu penyelesaian sengketa menjadi 60 hari kalender.

Melihat hal itu, Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, dan Fraksi Partai Gerindra berkesimpulan bahwa UU Pilkada dan UU Nomor 4 Tahun 2014 tentang MK penting untuk direvisi. Karena tidak mengatur kewenangan MK dalam menangani sengketa pilkada.

Jika dua undang-undang terse­but direvisi, tentu membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Pilkada serentak bakal terancam molor.

Bagaimana tanggapan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)? Simak wawan­cara Rakyat Merdeka dengan Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie berikut ini;

Perlukah pilkada diundur?

Kalau masalahnya waktu penanganan sengketa, PMK (Peraturan Mahkamah Konstitusi) kan bisa ngatur dirinya sendiri. Masak nggak bisa sih.

Memangnya bisa?

Bisa. Diatur saja di PMK. Khusus untuk Pilkada dibikin hari kerja disesuaikan dengan keten­tuan Undang-Undang Pilkada.

Tak perlu menunggu dibuat aturan itu?
Ya. Nggak perlu, sudah diberi kewenangan buat ngatur.

Bagaimana kalau DPR nggaksetuju?
Kalau mereka tidak puas den­gan aturan yang kita buat, mer­eka bisa ajukan judicial review. Ya dibuat saja aturannya. Kalau sebelum mulai pelaksanaan pilkada, semua orang kan sudah dibekali aturan yang berlaku. Sebagai rule of the game. Semua orang harus ikut. Jadi MK juga bisa membuat aturan sendiri tentang prosedur perkara.

Kewenangan diberikan kepa­da MK menurut undang-undang. Kenapa harus menuntut dibuat undang-undang, kan bikin repot. Jadi nggak usah mencari-cari alasan yang mempersulit diri sendiri. Kecuali maksudnya un­tuk tidak melaksanakan undang-undang. Itu lain lagi kan.

Wacana tersebut, apa meng­ganggu kinerja penyelenggara pilkada?
Penyelenggara pilkada harus jalan terus. Ini agenda berne­gara. Jangan terganggu oleh cara berpikir sempit, karena kepentingan sendiri dari orang per orang atau satu lembaga. Apalagi dikaitkan karena untuk menekan KPU, supaya mengikuti jalan pikiran segolongan orang. Itu nggak bisa.

Mungkin ada kaitannya dengan masih bersengketanya Golkar dan PPP?
Orang kita mau bantu kok. Golkar harus kita bantu, PPP harus kita bantu, supaya bisa ikut (pilkada). Tapi nggak usah mencari-cari cara untuk meng­hambat.

Berarti kita nggak mau melaksanakan undang-undang. Kepentingan negara dikorbank­an untuk kepetingan kelom­pok. Apa tidak malu ini bulan Ramadhan.

Sebaiknya bagaimana?
Kita harus mendahulukan ke­pentingan negara, kepentingan umum dari pada kepentingan golongan atau kepentingan in­dividu. Apalagi kepentingan sesuatu lembaga.

Misalnya?
Misalnya hanya gara-gara kepentingan MK jadi repot, lalu kepentingan negara dikorbankan. Itu tidak boleh dong. Sikap ken­egarawanan harus tercermin dari sikap tindak dari pejabat untuk menjalankan agenda negara. Semua harus merasa malu ke­pada the founding leaders, yang tidak mementingkan golongan, kepentingan individu, kepent­ingan institusi. Tapi kepentingan yang lebih luas yang harus diu­tamakan. Agenda negara harus tetap jalan. Kalau Golkar dan PPP lagi bermasalah, lho penye­lenggara pemilu berusaha untuk mencari jalan keluar.

Apa solusi Anda untuk sen­gketa Golkar dan PPP?
Saya sendiri sudah mem­beri solusinya. Dikerjakan sa­ja. Jangan karena pingin, lalu menekan-nekan, susah begitu. Marilah kita kembali ke niat awal, ketulusan bernegara. Kita belajar dari semangat kenega­rawanan. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA