Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Bermodal Tikar Plastik, Penjual Bendera Ngejar Laba Rp 1 Juta

Datang Dari Garut & Rutin Dagang Jelang Hari Kemerdekaan

Rabu, 14 Agustus 2013, 09:13 WIB
Bermodal Tikar Plastik, Penjual  Bendera Ngejar Laba Rp 1 Juta
ilustrasi
rmol news logo Penjual pernak-pernik kebutuhan ulang tahun hari Kemerdekaan Indonesia harus mutar otak. Hingga menjelang H-3, perayaan Hari Kemerdekaan, mereka belum mencapai target.

Persiapan memasang umbul-umbul di sejumlah ruas jalan ataupun bendera merah putih di halaman rumah tidak tampak di hampir semua pemukiman penduduk di Jakarta.

Hanya, perkantoran pemerintah dan kantor-kantor perusahaan yang berbasis di Jakarta saja yang terlihat sudah memasang bendera dan umbul-umbul untuk menyambut Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Kali ini, para pedagang bendera dan umbul-umbul pun mengaku mengalami penurunan omzet.

Indra , salah seorang pedagang bendera merah putih, umbul-umbul dan pernak-pernik Hari Kemerdekaan mengaku lesu berdagang menjelang hari Kemerdekaan Indonesia Ke-68 ini.

Pria ini menjajakan dagangan pernak-pernik kemerdekaan itu sudah  sejak 28 Juli menggelar barang dagangannya di pinggiran Jalan Raya Bekasi, Cakung, Jakarta Timur. “Sepi Mas,” ujar Indra ketika berbincang dengan Rakyat Merdeka, kemarin.

Pria berusia 19 tahun itu terlihat menggelar barang dagangannya dengan memanfaatkan pohon yang tumbuh di pinggir jalan sebagai cantelan barang dagangannya, dan juga mengikatkannya dengan tali.

Dengan sebuah tikar plastik ukuran kecil, Indra hanya bisa duduk, rebahan atau bahkan tiduran sembari menunggu para pembeli yang rata-rata para pengendara kendaraan roda dua dan mobil.

Menurut dia, jalur Jalan Raya Bekasi ini termasuk jalur yang potensial untuk berdagang umbul-umbul, bendera dan pernak-pernik tujuh belasan. Selain jumlah kendaraan yang padat setiap harinya, jalur ini termasuk jalur yang relatif aman untuk berdagang.“Sudah dua tahun saya dagang di sini,” ujar Indra.

Sejumlah bendera merah putih ukuran kecil, sedang dan besar dipajangnya ditali yang digantungkan. Demikian juga umbul-umbul serta pernak-pernik lainnya. Selain Indra, ada enam orang lagi penjaja umbul-umbul jelang tujuh belas Agustusan ini di sepanjang jalur ini.

Dia menggelar lapak dagang bendera dan umbul-umbul sebelum Lebaran hingga menjelang 17 Agustusan nanti. “Lebaran kemarin, kami tetap dagang, tidak pulang kampung,” jelas Indra yang mengaku akan berdagang hingga tanggal 15 Agustus atau 16 Agustus nanti.

Menurut Indra, bersama dirinya, mereka bertujuh sengaja datang dari Garut, Jawa Barat untuk berdagang bendera setiap jelang hari Kemerdekaan Indonesia. Pekerjaan seperti itu sudah rutin dilakukan orang-orang dari kampung halamannya setiap sekali setahun.

Di sepanjang jalur ini saja, mereka membagi jarak dalam menggelar barang dagangannya. Tidak terlalu berjauhan dan tidak juga berdekat-dekatan. “Kalau tahun lalu, kami ada sebelas orang. Sekarang yang bisa hanya tujuh orang. Sebagian ke daerah lain jualannya,” jelas dia.

Selama di Jakarta, Indra dan rombongannya menyewa sebuah rumah kontrakan yang tak terlalu jauh dari lokasi tempat berdagang mereka. Di rumah kontrakan yang sengaja dikontrak sampai masa berjualan habis itu, mereka beristirahat dan menyimpan barang-barang dagangan mereka.

Setiap hari, sejak sepekan lalu, Indra dan teman-temannya menggelar dagangannya dari mulai pukul setengah tujuh pagi. “Nanti pulangnya sekitar jam tujuh malam juga,” kata Indra.

Indra yang mengaku baru lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA) itu ingin mencari pengalaman dengan bekerja selepas tak bersekolah lagi. “Sambil cari pengalaman dululah,” ujarnya.

Penghasilan per hari yang diperoleh Indra dari berdagang bendera dan umbul-umbul tak menentu. Namun dia bersyukur bahwa setiap harinya ada saja orang yang membeli barang dagangannya itu.

“Penghasilan berdagang begini tak menentu. Ya, per harinya bisa dibilang ada dua ratus ribulah penghasilan kotor. Belum dipotong untuk biaya makan dan bayar kontrakan,” ujar Indra sembari mengerjitkan dahinya menghitung untuk memastikan besaran penghasilan yang bisa diperolehnya per hari.

Tahun lalu, Indra pulang ke Garut dengan membawa uang Rp 1 juta selama berdagang bendera di Jakarta. Dengan masa kerja yang hanya dua minggu, Indra mengatakan dirinya malah membawa penghasilan kecil dibanding teman-temannya yang lain.

“Yang lain malah ada yang bawa tiga sampai lima juta. Ya mudah-mudahan kali ini saya bisa bawa uang yang lebih banyak,” harapnya.

Jualan Ke Luar Jawa Lebih Untung Gede


Ternyata, para pedagang bendera dan umbul-umbul jelang hari kemerdekaan Republik Indonesia, kebanyakan berasal dari Garut. Mereka tidak hanya datang musiman untuk berdagang di Jakarta dan sekitarnya, namun mereka juga berjualan hingga ke luar pulau Jawa.

“Pedagang bendera begini kan memang asalnya kebanyakan dari Garut, dan tidak hanya untuk Jakarta, banyak juga yang pergi ke luar Pulau Jawa seperti ke Makassar, Lampung dan Kalimantan,” ungkap Indra, pedagang bendera dan umbul-umbul di Jalan Raya Bekasi-Cakung, Jakarta Timur.

Penghasilan yang mereka peroleh dari masing-masing daerah dengan berdagang bendera dan umbul-umbul pun berbeda-beda. “Sekarang-sekarang ini malah dari luar Pulau Jawa yang lebih banyak hasilnya,” ujar Indra.

Di Garut, lanjut dia, terdapat bos atau juragan yang memiliki usaha membuat bendera dan umbul-umbul untuk acara hari kemerdekaan Indnesia. Para pedagang ke luar Garut, mengambil barang dari bos itu.

“Per kodi, tetapi dihitung per biji. Maksudnya, nanti jualan ya dihitung dari modal dasar yang dikeluarkan dan kami menjual hanya ambil untung seribu dua ribu rupiah dari modal, dihitungnya per biji. Nanti ke bos ya balikin modalnya saja. Makanya, kalau tidak laku ya kami tanggung sendiri,” jelas Indra.

Untuk bendera merah putih ukuran kecil untuk kendaraan bermotor roda dua atau mobil, Indra menjualnya seharga Rp 5 ribu. Sedangkan bendera merah putih ukuran satu setengah meter dijual dengan harga Rp 50 ribu per lembar, sedangkan bendera merah putih untuk ukuran yang sedang dan kecil berkisar antara Rp 20 ribu.

Produk umbul-umbul sendiri dijual dengan harga Rp 35 ribu. Sedangkan produk berupa background atau semacam hiasan gedung perkantoran merah putih dengan hiasan burung garuda dihargai Rp 250 ribu.

“Tapi masih bisa ditawarlah. Mentok-mentok seratus lima puluh ribu juga dikasihlah kalau memang sudah tak laku,” jelas Indra.

Dia mengatakan, untuk produk yang lebih mahal seperti itu, agak jarang juga yang membeli. “Paling ada satu selama satu minggu, tetapi ya namanya rejeki kita tak tahu, bisa saja banyak yang nyari model begitu kan (model background),” kata Indra.

Selama berjualan di sepanjang bahu jalan Raya Bekasi-Cakung itu, menurut Indra, tidak pernah ada masalah. Memang, sesekali petugas Pamong Praja atau Satpol PP mendatangi mereka untuk menanyakan mengapa berdagang di lokasi itu.

“Tetapi kami tak digusur, sebab ini kan memang hanya sekali setahun saja. Lagi pula, petugas Satpol PP bicara sama yang lebih tua, ya tak diapa-apain,” ujar Indra yang mengaku tidak begitu tahu apakah petugas Satpol PP itu meminta uang atau dikasih uang oleh teman-temannya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA