Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Bekas Lahan BUMN Dijadikan Perumahan Mewah Di Bekasi

Melihat Proyek Properti Yang Tengah Diusut Kejagung

Rabu, 05 Juni 2013, 09:07 WIB
Bekas Lahan BUMN Dijadikan Perumahan Mewah Di Bekasi
ilustrasi, Green River City
rmol news logo Mobil bak terbuka keluar-masuk gerbang Green River City di Jalan Agus Salim, Kota Bekasi, mengangkut puing. Beberapa bangunan tua yang ada di area ini telah dirobohkan. Lahan sudah diratakan, siap dibangun.

Pagar tembok setinggi dua meter mengelilingi area yang akan dibangun perumahan mewah itu. Sebuah pos sekuriti dibangun di gerbang. Di samping bos dipasang baliho berukuran besar. Isinya pemberitahuan area wajib pelindung diri.

Asep terlihat mengawasi setiap orang maupun kendaraan yang keluar masuk melewat pos jaga. “Kami bekerja untuk Green River City yang berada di bawah PT Artha Bangun Pratama,” ujar kepala keamanan di situ.

Tak jauh dari pos, berdiri bangunan baru bercat putih. Inilah Kantor pemasaran Green River City. Di kantor ini terdapat maket rencana pembangunan perumahan, ruko dan apartemen.

Rencananya di lahan ini, PT Artha Bangun Pratama (ABP) akan membangun 433 ruko, 286 rumah mewah, apartemen, mal, pusat bisnis dan sport center. Ruko tiga lantai ditawarkan dengan harga Rp 1,2 miliar sampai Rp 1,4 miliar.  Rumah berukuran 6x15 seharga Rp 700 juta hingga Rp 800 juta. Rumah 8x15 meter Rp 900 juta sampai Rp 1 miliar.

Harganya tergolong tinggi lantaran lokasi perumahan ini cukup strategis. Terletak di tengah kota, tak jauh dari kantor Pemerintah Kota Bekasi. Di sebelah timur berbatasan dengan Kali Bekasi.

Perumahan yang baru dibuka PT ABP ini menempati bekas lahan PT Industri Sandang Nusantara (Insan) seluas 16 hektar. Dulu, di sini berdiri pabrik pemintalan (patal) benang milik BUMN itu. Akibat kesulitan keuangan, PT Insan menjual asetb tanahnya tahun lalu. PT ABP membelinya seharga Rp 160 miliar, atau Rp 1 juta per meter.

Belakangan, Kejaksaan Agung mempersoalkan penjualan aset ini. Harga lahan ini dianggap terlalu murah. Pada 31 Mei lalu, Direktur Utama PT Insan Leo Pramuka,  Direktur Keuangan PT Insan Widjaja K Brodjonegoro dan Dirut PT ABP Efrizal ditetapkan sebagai tersangka.

“Sementara ini dugaan kerugian negara sekitar Rp 60 miliar,” kata Juru Bicara Kejaksaan Agung Setia Untung Arimuladi.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Adi Toegarisman mencurigai, ada kongkalikong dalam proses pelepasan tanah dan penentuan harga tanah (nilai jual obyek pajak/NJOP) PT Insan Patal Bekasi. “Harga jual NJOP tidak benar, seharusnya NJOP dari pejabat bersangkutan. Kita akan telusuri,” ujarnya.

Sejak PT ABP ditetapkan sebagai tersangka, pengamanan di bekas lahan PT Insan Patal Bekasi yang akan dibangun perumahan, diperketat. Lewat handy talkie (HT), Asep memerintahkan anak buahnya untuk mengawasi setiap orang yang hendak masuk.

Penyidik Kejaksaan Agung sempat melihat-lihat lahan PT Insan yang kini sudah beralih kepemilikan. Maruddin, satpam yang berjaga di gedung pertemuan Patal Bekasi membenarkan kedatangan tim dari Kejagung.
“Waktu itu (datangnya) ramai-ramai. Dibilang ada korupsi dan kerugian negara,” ujarnya.

Gedung pertemuan itu terletak di sebelah lahan eks PT Insan. Dipisahkan tembok setinggi dua meter.  “Ini untuk kantor bersama Patal dan juga ABP,” ungkap Maruddin yang mengaku kerap melihat Dirut PT Insan Leo Pramuka bertandang ke sini.

Sejak kedatangan penyidik Kejaksaan Agung, aktivitas di gedung ini berhenti berdenyut. “Sudah sepi, makin sepi lagi,” ujar Maruddin yang sudah bekerja sejak 1999 itu.

Kantor pusat PT Insan ada di Jakarta. Sedangkan Patal Bekasi ditetapkan sebagai kantor operasional. Menurut Maruddin, aktivitas produksi di pabrik di sini berhenti sejak tahun 2000. Hanya gedung pertemuan saja yang masih ramai. “Gedung itu disewakan untuk acara pernikahan dan pertemuan-pertemuan.”

Siang Dijaga Satpam, Malam Dihuni Tukang

Dirut Insan Disuruh Bayar Rp 72 M

Suara orang mengaduk pasir dan semen terdengar dari ruko berlantai tiga di Jalan Wolter Monginsidi 88K, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Rolling door di lantai bawah hanya dibuka sedikit. Di area parkir depan ditempatkan papan bertulisan “ISN”, kependekan dari Industri Sandang Nusantara.

Di sinilah kantor pusat BUMN yang memproduk benang, bahan tekstil dan karung itu. Kantor ini terlihat tengah direnovasi. Edy Sumoyono yang tengah menonton televisi terganggu dengan suara mata bor. Satpam yang menjaga kantor itu pun membesarkan volume televisi.

Didatangi Rakyat Merdeka, Edy mengatakan tidak ada satupun direksi PT Insan di sini. “Ke Bekasi aja mas, nggak ada yang ngantor,” kata Edy.  PT Insan memiliki kantor operasi di Jalan Agus Salim Nomor 45, Bekasi. Tahun lalu telah dijual ke PT Artha Bangun.

Kantor pusat PT Insan terlihat tak terawat. Cat tembok berwarna merah muda sudah luntur. Masuk ke dalam, empat motor milik tukang di parkir di balik rolling door. Semen ditumpuk di sudut ruangan.

Tak jauh dari tempat Edy menonton televisi, seorang tukang membuat adonan semen. Renovasi di lantai ini sudah hampir selesai. “Tinggal ganti plafon,” kata seorang pekerja bangunan.

Naik ke lantai dua terlihat tas-tas pekerja bangunan. Lantai tiga dijadikan tempat menyimpan bahan bangunan.

Edy menjaga kantor pusat dari jam 8 pagi sampai 5 sore.  Sebelum pulang, kunci ruko diserahkan kepada tukang yang menginap. “Tukang nginep di lantai dua,” ujarnya. Ia tak khawatir menyerahkan kunci karena tak ada barang berharga di kantor ini.

Beberapa tahun terakhir PT Insan kesulitan keuangan. Satu per satu aset perusahaan ini dijual untuk membayar gaji dan pesangon karyawan yang di-PHK. Pada 2004, PT Insan menjual lahan bekas pabriknya di Cipadung, Bandung.  Luasnya 182 hektar dan 78 hektar.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencium aroma korupsi dalam pelepasan aset ini. Harga tanahnya diturunkan. Kuntjoro Hendrartono, dirut PT Insan diseret ke Pengadilan Tipikor.  Ia divonis bersalah dan dihukum delapan tahun penjara. Kuntjoro juga diharuskan mengganti kerugian negara sebesar Rp 72 miliar, tanggung renteng dengan  Lim Kian Yin.

Lim adalah pembeli lahan PT Insan Unit Patal Cipadung. Ia juga dinyatakan bersalah dan diganjar hukuman tiga tahun penjara.

Tahun lalu menjual lahan PT Insan di Bekasi seluas 16 hektar kepada PT Artha Bangun Pratama (ABP). Lagi-lagi pelepasan aset ini dianggap bermasalah. Kejaksaan Agung mengendus lahan bekas pabrik pemintalan (patal) itu dijual lebih rendah dari harga pasar. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA