Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Tempat Soekarno Menggali Pancasila Dibangun Monumen

Diresmikan Wakil Presiden Boediono

Minggu, 02 Juni 2013, 10:11 WIB
Tempat Soekarno Menggali Pancasila Dibangun Monumen
Rumah pengasingan Soekarno di Ende sebelum dipugar.
rmol news logo Pohon sukun itu masih berdiri tegak. Usianya sudah hampir seabad. Di sekeliling pohon yang berdaun rimbun itu diberi pagar. Tak jauh dari situ berdiri patung orang berjas dan berkopiah sedang duduk. Keduanya tangannya berpangku di atas di paha. Monumen itu dikeliling kolam air.

Di belakang monumen ini rumah model kuno masih kokoh berdiri. Dinding dan jendelanya dari kayu. Kanopi dari kain yang bisa dilipat melindungi jendela dari cipratan air hujan.

Pekarangannya ditumbuhi rumput hijau. Rumput-rumput itu tampak rawat. Di tengah pekarangan dibuat jalan menuju pintu rumah.

Inilah rumah yang dihuni Soekarno saat diasingkan selama empat tahun (1934-1938) di Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT). Rumah ini milik milik Haji Abdullah
Sewaktu ditempati Soekarno, rumah itu beratap ilalang. Belakangan, diganti dengan seng. Terakhir diganti dengan asbes. Saat itu, belum ada listrik maupun air ledeng. Air diperoleh dari sumur yang digali di belakang rumah.

Ada dua bangunan di kompleks situs rumah pengasingan Soekarno di Ende. Bangunan pertama, rumah yang ditempati Soekarno, Inggit Ganarsih, mertua Ibu Amsi dan dua anak angkat Ratna Juami dan Kartika. Di bagian belakang ada bangunan mushola dan kamar pembantu.

Rumah yang ditempati Soekarno ukuran memiliki pintu di bagian tengah. Tinggi sekitar dua meter dengan lebar satu setengah meter. Pintu diapit tiga jendela, dua di sisi kiri, satu di kanan.

Masuk ke dalam, rumah ini memiliki tiga kamar di sisi kanan. Di ruang depan dipajang foto-foto Soekarno muda. Di sudut ruang ini juga dipajang lukisan karya Bung Karno berjudul Pura Bali. Lukisan ini dibuat tahun 1935.

Di sebelah kanan ruang depan, ada ruang tamu lengkap sebuah meja bundar dengan dua bangku yang berhadapan. Di ruang tamu itu, ada pintu yang langsung menghubungkan dengan kamar pribadi Soekarno. Di kamar itu, terdapat, ranjang besi dan lemari kayu.

Dari ruang depan tadi, selain dapat menuju ruang tamu, juga dapat menuju ruang tengah. Di ruangan ini terdapat foto-foto Bung Karno bersama keluarga juga dengan teman-temannya saat di Sungai Nangaba dan Bukit Numba. Di sini juga dipajang biola kesayangan sang proklamator. Kondisinya sudah rusak.

Masih di ruangan tengah, di dalam lemari kaca dipajang dua tongkat kayu yang biasa dibawa Soekarno. Tongkat ini berkepala kera. Konon, tongkat ini biasa dibawa Soekarno jika menemui pejabat Belanda di pengasingan. Ujung tongkat yang berkepala kera kerap diarahkan ke pejabat Belanda yang ditemuinya.

Dalam lemari kaca itujuga tersimpan naskah tonil karya Bung Karno dalam map berwarna oranye. Selama di Ende, Bung Karno menghasilkan 13 naskah tonil. Yakni Dokter Setan, Aero Dinamik, Jula Gubi, dan Siang Hai Rumbai. Kemudian, Rahasia Kelimutu, Tahun 1945, Nggera Ende, Amuk, Rendo, Kutkutbi, Maha Iblis, dan Anak Jadah.

Di sebelah kanan ruang tengah, terdapat kamar dengan dua ranjang besi untuk Ibu Amsi, mertua Soekarno dan Ratna Juami. Kamar ini memiliki jendela yang besar di sisi samping dan belakang rumah. 

Perabotan rumah ini masih orisinil. Tidak banyak yang berubah dari bentuk asli rumah yang dibangun tahun 1927 itu Hanya atap sengnya yang diganti karena bocor.

Sejak tahun 1954 resmi dijadikan museum. Setelah merdeka, Soekarno tiga kali berkunjung ke tempat pengasingannya ini. Yakni pada 1951, 1954 dan 1957. Pada 1952 rumah ini pernah dijadikan Kantor Sosial Daerah Flores dan tempat bersidang DPRD Flores.

Ende tak hanya terkenal sebagai tempat pembuangan Soekarno. Namun juga tempat kelahiran Pancasila.  Berjarak 100 meter dari rumah pengasingan Soekarno terdapat pohon sukun. Tepat di depan lapangan yang kini diberi nama Lapangan Pancasila.

Konon, di bawah pohon itulah Soekarno merenungkan mengenai Pancasila. Ia terinspirasi dengan daun sukun yang memiliki lima sisi di kanan dan kiri.

Kepada Cindy Adams yang menulis bukunya, Soekarno menuturkan, “Aku telah menghabiskan waktu berjam-jam lamanya merenung di bawah pohon kayu. Ketika itulah datang ilham yang diturunkan oleh Tuhan mengenai lima dasar falsafah hidup yang sekarang dikenal dengan Pancasila.”

Lima dasar negara hasil perenungan di Ende disampaikan Soekarno dalam pidato Sidang Badan Persiapan Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 1 Juni 1945. Tanggal itu kemudian ditetapkan sebagai hari kelahiran Pancasila.

Kemarin(1/6), Wakil Presiden Boediono memperingati Hari Pancasila di Ende. Wapres juga meresmikan dua situs semasa pengasingan Soekarno.

Didampingi sang istri Herawati Boediono, Mendikbud Muhammad Nuh, Menteri PU Djoko Kirmanto, dan Ketua MPR Taufik Kiemas, Wapres menyambangi Lapangan Pancasila, di Taman Rendo.

Di sini, Wapres membuka selubung patung Soekarno tengah duduk di bawah pohon sukun. Usai meresmikan monumen, Wapres menuju rumah pengasingan Soekarno.

Rumah pengasingan ini juga sudah selesai direnovasi. Wapres Boediono berkesempatan membuka selubung papan nama situs Rumah Pengasingan Bung Karno. Lalu meninjau ke dalam rumah yang sudah hampir berusia seabad itu.

Pajang Benda Emas, Dilarang Berfoto

Masih berhubungan dengan upaya pelestarian sejarah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggelar  wisata malam di museum. Lokasinya di Museum Nasional Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta.

Kegiatan ini sekaligus dalam rangka memperingati usia museum itu yang sudah menginjak 235 tahun. Kegitan dimulai pukul 7 malam.

Ketua Komunitas Jelajah Budaya, Kartum Setiawan memandu kegiatan yang diawali dengan pemutaran video kondisi Indonesia prakemerdekaan. Dilanjutkan dengan melihat peta suku bangsa di Indonesia berukuran 3x8 meter.

Tujuan berikutnya ruang arca. Di sini dijelaskan sejarah arca yang ditemukan di Indonesia. Mulai dari Ganesha, hingga Adityawarman.

Di ruang etnografi (suku bangsa) se-Indonesia, ditampilkan puluhan koleksi budaya bangsa. Benda-benda berupa peralatan hidup yang digunakan suku bangsa, baik yang dipakai untuk upacara maupun sehari-hari.

Koleksi etnografi menunjukkan pengaruh berbagai kebudayaan masa Hindu, Islam, dan masa kolonial yang disesuaikan dengan kebudayaan setempat.

Peserta lalu diajak ke ruang emas, yang berada di lantai dua. Di depan ruang emas itu tertulis dilarang memotret di ruang khasanah. Alasannya, demi keamanan. “Selain itu blitz kamera juga mempengaruhi kadar emas,” kata pemandu.

Benda yang dipajang beragam, mulai dari perhiasaan zaman kerajaan, senjata, hingga perabotan mandi yang dilapisi emas.

Pengamanan terlihat cukup ketat di ruangan emas. Selain ada CCTV, di setiap kaca yang melindungi benda berlapis emas dilengkapi sensor.

Setelah dari ruang emas, pengunjung diajak ke ruang kain yang berasal dari seluruh bangsa se-Indonesia. Terakhir, menuju ruangan Thailand, satu-satunya negara yang memiliki ruangan sendiri di Museum Gajah ini.

“Di Thailand kita juga ada ruang tersendiri. Patung gajah di depan museum itu, asli dari Thailand, yang ditukar dengan enam patung Budha dari Indonesia,” jelas pemandu. Kegiatan berakhir pukul 10 malam.

Jual Tekstil Sampai Karcis Pertunjukan
Soekarno Di Ende

Soekarno diberangkatkan ke Ende, Flores dengan kapal barang barang KM van Riebeeck. Tak ada bekal yang dibawanya untuk hidup di pengasingan. Ia hanya membawa sekeranjang buku.

“Satu-satunya kekayaan pribadiku yang kami bawa,” tutur Soekarno dalam buku yang ditulis Cindy Adams.

Di tempat pembuangan, Soekarno dan keluarganya hidup sangat sederhana. Sehari-hari dia hanya makan nasi, sayur, buah-buahan, ikan asing kering dan sesekali ayam atau telur. Ia menanam sendiri sayuran di pekarangan rumah. Sementara ikan didapat dari nelayan setempat. 

“Aku tidak minum susu atau minuman lain yang datang dari luar negeri, pun tidak makan daging dari binatang berkaki empat empat,” ujar proklamator itu.

Saat Ibu Amsi, mertuanya meninggal, Soekarno menggali sendiri kuburan dan membuat nisannya. “Aku seorang diri mencari batu kali, memotong dan mengasahnya untuk batu nisan,” tuturnya.

Untuk menghidupi keluarganya di pengasingan, Soekarno menjajakan bahan pakaian dari sebuah toko tekstil di Bandung. Ia berjualan dari rumah ke rumah. Dari setiap yang terjual, Soekarno dapat komisi 10 persen. Sebagian hasilnya dikirim ke tokoh-tokoh pergerakan yang diasingkan ke Digul.

Suatu ketika Soekarno tak punya uang, ia pun menjual cincinnya. Cincin pemberian seseorang sewaktu di Bandung itu dihiasi batu yang di dalamnya ada cairan berwarna hitam. Menurut si pemberinya, batu ini bisa membawa keberuntungan. Soekarno menawarkan cincin itu seharga Rp 150. “Berpindah tanganlah hartaku yang terakhir itu,” kenangnya. 

Soekarno juga mendapat penghasilan dari menggelar pertunjukan tonil. Di Ende, dia membentuk perkumpulan Sandiwara Kelimutu. Ia menjadi penulis naskah, sutradara, produser hingga pelukis latar panggung. Ia menyewa gudang gereja dan mengubahnya jadi gedung kesenian. Ketika pergelaran, Soekarno menjadi penjual karcisnya.
“Hasilnya dipergunakan untuk menutupi pengeluaran kami,” ungkapnya.

Di pengasingan yang terpencil, Soekarno tetap diawasi. Dilarang naik perahu karena dikhawatirkan melarikan diri. Ia juga tak boleh berkeliaran melebihi lima kilometer dari rumah. “Lewat satu langkah saja, aku jadi sasaran hukuman,” kata Soekarno.

Ada delapan polisi Belanda yang memata-matai dengan sepeda. Walaupun berpakaian preman, polisi itu mudah dikenali. Sebab hanya mereka yang naik sepeda merek Hima.

Polisi menguntit ke manapun Soekarno pergi. Soekarno pun protes kepada kepala polisi. “Saya tidak peduli apakah anak-anak buah tuan secara rahasia membayangi saya, akan tetapi saya tidak ingin terlalu dekat,” pinta Soekarno. Kepala polisi itu akhirnya memerintahkan anak buahnya menjaga jarak 60 meter dari Soekarno.

10 Situs Soekarno Di Ende Dipugar

Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Wiendu Nuryanti mengatakan, telah ditemukan 10 situs yang berhubungan dengan Soekarno di Ende, NTT untuk direvitaliasi.

Situs-situs itu yakni pelabuhan, pos militer, rumah pengasingan, taman, masjid, katedral, rumah pastoran, gedung pertunjukan Immaculata/percetakan Nusa Indah, eks toko De Leew dan makam ibu Amsi, mertua Soekarno yang meninggal di pengasingan ini.

Wiendu menambahkan, bangunan-bangunan bersejarah tersebut tidak direnovasi total. Namun ada elemen-elemen bahan dasar yang sudah sulit ditemukan pada saat ini maka dengan terpaksa harus diganti.

Langkah ini untuk melestarikan sejarah yang berhubungan dengan sang proklamator itu.  
Setiap 1 Juni, warga Ende memperingati hari Pancasila di lapangan yang berada di depan rumah pengasingan Soekarno.

Peringatan tahun ini agak berbeda. Sebab, tempat ini dijadikan pusat peringatan secara nasional yang dihadiri Wakil Presiden Boediono dan Ketua MPR Taufik Kiemas.
Antusias warga membludak. Sekalipun tidak memegang undangan dan berpakaian seadanya, warga menghadiri kegiatan ini meski hanya menyaksikan dari pinggir lapangan.

“Untuk warga Ende sendiri sudah menjadi agenda rutin setiap tahun melaksanakan perenungan dan pembacaan doa di kompleks rumah pengasingan Bung Karno,” ujar Don Bosco M Wangge Bupati Ende.

Berada di Indonesia bagian timur, yang jauh dari pusat rumah pengasingan Soekarno dan lapangan Pancasila sempat tak terawat. Pemerintah lalu melakukan revitalisasi di dua situs itu dengan biaya sebesar Rp 44,5 miliar.

Bupati Ende mengatakan, perbaikan isfrastruktur seperti pelebaran jalan di situs ini sudah dilakukan. Juga akan ada pengembangan akses-akses lain untuk memudahkan para pengunjung dari dalam maupun luar negeri. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA