Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Terkoneksi Dengan Bank Komputer Nyala 24 Jam

Ngintip Pajak Online Di Mall Jakarta

Kamis, 14 Februari 2013, 10:15 WIB
Terkoneksi Dengan Bank Komputer Nyala 24 Jam
ilustrasi
rmol news logo Hari menjelang senja. Lima karyawan berseragam Secure Parking terlihat antre di depan loket di basement dua, mall Senayan City, Jakarta. Mereka baru saja menyelesaikan jam kerjanya. Sebelum pulang, karyawan yang semuanya wanita itu menyetorkan uang parkir yang diperoleh hari itu.

Di dalam loket kantor Secure Parking di pusat perbelanjaan kelas atas itu, seorang kasir pria terlihat menghitung uang setoran. Meja kasir dilengkapi komputer dan tempat penyimpanan uang. Seorang wanita paruh baya mondar-mandir mengawasi penyetoran uang yang bersamaan dengan pergantian jam kerja petugas parkir.

Hawa di dalam di ruangan ini sangat dingin. Walaupun tak ada orang, AC di ruangan ini terus menyala. Temperatur AC di ruangan ini sengaja disetel rendah agar perangkat komputer --yang menyala 24 jam sehari-- tak panas.

Perangkat komputer yang terdiri dari central processing unit (CPU), layar monitor model tabung, keyboard dan mouse itu ditaruh di rak besi. Lampu di CPU terlihat kedap-kedip, tanda komputer menyala. Layar monitor tak diaktifkan. Di samping CPU terdapat kotak hitam mirip modem. Lampu biru di perangkat ini menyala. Benda berwarna putih mirip flash disk tertancap di alat ini.

Perangkat komputer ini menjadi pusat data transaksi pembayaran parkir di Senayan City. Di- tempatkan di kantor Secure Parking karena perusahaan asal Australia itulah yang ditunjuk untuk mengelola perparkiran pusat perbelanjaan ini.

Lucky Hartadi, Tax Asisten Manager Senayan City mengatakan, perangkat komputer di site office Secure Parking ini terkoneksi dengan Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta dan BRI. “Komputernya punya kita. Dari Pemda cuma black box saja,” katanya.

Senayan City menjadi salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta yang mulai memberlakukan pajak parkir online. Pajak online adalah salah satu program Gubernur DKI Joko Widodo. Sistem ini diluncurkan 18 Januari lalu.

“Tidak mungkin kami melawan pemerintah, pasti kita ikuti. Ini (pajak online) sangat baik, karena mempermudah pengusaha membayar pajak. Tidak tidak lagi harus mendatangi kantor pajak secara manual,” kata Lucky.

Lucky menjelaskan, komputer di ruang server kantor Secure Parking terhubung dengan 20 komputer yang ada di pintu-pintu keluar parkir mall ini. Komputer di ruang server mencatat setiap transaksi yang terjadi di pintu keluar parkir. Datanya lalu dikirim ke BRI secara online.

Menurut Lucky, pihaknya membuat komputer pusat data transaksi parkir untuk menghemat biaya. Biaya yang harus dikeluarkan pengelola bakal lebih besar kalau setiap komputer di pintu keluar parkir terkoneksi langsung ke BRI.

“Kami cari cara agar lebih efisien, yaitu dengan menyentralkan data (transaksi di setiap pintu keluar parkir) di server,” katanya.

Data transaksi yang dikirim BRI ini bakal dipakai untuk menghitung pajak yang harus dibayarkan pengelola parkir.

“Membayar pajaknya setiap tanggal 15,” kata Lucky yang juga anggota bidang kebijakan publik, advokasi dan legal Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) ini.

Aprilia Sujatmoko, Humas Mall Senayan City senang pihaknya dipercaya Pemprov DKI jadi tempat penerapan pajak online. Selain parkir, pusat perbelanjaan ini juga sudah mulai menerapkan pajak online restoran. Tiga restoran: En Dinning, Q Billiard dan Itasuki sudah berkoneksi dengan sistem pajak online. “Kita sudah sejak lama dilirik Pemprov DKI untuk proyek percontohan. Sebenarnya ide ini (pajak online) sudah ada sejak 2006,” kata Aprilia.

Menurut Lucky, perawatan dan pengawasan sistem online ini menjadi tanggung jawab pihak bank. “Di sana (bank) akan tahu kalau koneksi terputus atau rusak. Nanti ada petugas yang datang. Tidak ada petugas dari kami. Karena memang nggak ngerti juga. Tidak ada pelatihan dari mereka (bank),” katanya.

Sejauh ini, sistem pajak online berjalan mulus. Belum ada masalah. Juga tidak ada keberatan dari para pengusaha yang menjadi wajib pajak.

Kebocoran Pendapatan Parkir Sampai 50 Persen?


Sejumlah kalangan mendukung langkah Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) menerapkan sistem pajak online untuk parkir dan restoran. Selama ini, angka kebocoran pendapatan dari perparkiran cukup besar.

Selama kurun Januari sampai November 2012, retribusi parkir di seluruh Jakarta hanya mencapai Rp 21,8 miliar. Rinciannya, 75 persen dari parkir off street (gedung), lima persen dari parkir on the street (badan jalan) dan sisanya dari parkir di gedung-gedung pemerintah.

Kebocoran pendapatan paling besar diduga terjadi pada parkir on the street. Pendapatan dari ruas ruas jalan yang ditetapkan sebagai tempat parkir on the street, sulit dipantau. Walaupun sudah ada sistem karcis, petugas parkir maupun pengendara kerap tak menggunakannya. Padahal, karcis inilah yang menjadi dasar perhitungan jumlah setoran parkir.

Pendapatan dari titik-titik parkir on the street yang dikuasai pengurus lingkungan, preman hingga ormas juga tak bisa dipantau. Mereka umumnya juga mengaku menyetor sebagian uang yang diperoleh dari parkir kepada oknum tertentu. Akibatnya setoran dari parkir on the street ke kas daerah sangat minim.

Bagaimana dengan parkir di luar badan jalan dan gedung (off street)?

Untuk membuka layanan parkir off street, pihak pengelola harus mendapatkan izin lokasi dari dinas terkait. Ada pendapatan yang diperoleh dari pemberian izin ini. Besarnya retribusi tergantung daya tampung lokasi. Izin lokasi berlaku dua tahun.

Pendapatan juga diperoleh dari menarik restribusi 20 persen dari penerimaan parkir off street yang didapat pengelola. Diduga, pendapatan dari parkir off street ini juga banyak menguap.

Pasalnya, dalam memberikan izin, dinas terkait hanya menghitung dari jumlah daya tampung tempat parkir. Padahal, pihak pengelola menerapkan sistem parkir per jam. Bisa jadi kendaraan yang parkir jauh lebih banyak ketimbang daya tampung lokasi. Sebab, tak semua kendaraan parkir sepanjang hari.

Menurut anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta Andyka, kebocoran pendapatan dari parkir bisa mencapai 50 persen. “Untuk parkir on the street, kebocoran terjadi karena petugas parkir terbatas. Keluar masuk kendaraan tidak terdeteksi. Tarifnya pun dipukul rata. Karcisnya pun ada yang diberi dan ada yang tidak,” ujarnya seperti dikutip kompas. com.

Pendapatan dari parkir off street, menurut dia, juga diduga bocor karena tidak ada audit terhadap pengelola parkir. Selama ini penghitungan pendapatan parkir didasarkan laporan yang dibuat pengelola. “Data sangat rentan dimanipulasi karena tidak ada pengawasan,” ujarnya.

Lantaran banyak kebocoran itu, target pendapatan parkir tak pernah mencapai target. Sudah lima tahun terakhir, dinas terkait tak bisa mencapai target penerimaan di bidang ini.

Faktor kepatuhan pengelola parkir dalam membayar kewajibannya juga mempengaruhi pencapaian dalam penerimaan parkir. Dinas Pelayanan Pajak DKI mencatat, ada 827 pengelola parkir yang wajib menyetor 20 persen dari pendapatannya kepada pemerintah daerah.

Hingga menjelang tutup tahun 2012, baru 704 wajib pajak yang melakukan kewajibannya. Sebanyak 123 wajib pajak belum memenuhi kewajibannya. “Setiap tahun tingkat kepatuhan sekitar 85 persen. Masih ada 15 persen yang belum patuh membayar pajak parkir kepada pemerintah daerah,” kata Kepala Dinas Pelayanan Pajak DKI Iwan Setiawandi pada Oktober lalu.

Cegah Kongkalikong, Genjot Setoran Pajak

Kepala Dinas Pelayanan Pajak Provinsi DKI Jakarta Iwan Setiawandi menjelaskan, tujuan diterapkannya sistem online ini untuk optimalisasi penerimaan pajak. Juga untuk menghilangkan kontak langsung wajib pajak dengan petugas pajak.

“Kita ingin ada saling percaya dengan masyarakat. Yang lebih penting, kita melindungi anak buah kami dari godaan penyelewengan,” katanya kepada Rakyat Merdeka.

Iwan menjelaskan, ada tiga alasan pihaknya menerapkan sistem pajak online. Pertama, sebagai momentum perbaikan kinerja yang lebih baik, transparan dan akuntabel. Berikutnya untuk memutus mata rantai korupsi antara pegawai pajak dengan wajib pajak. Terakhir, upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan meminimalisir kebocoran.

“Makanya, dipakai sistem online. Kita bekerja sama dengan BRI,” katanya.

Menurutnya, sistem pajak online sudah diujicobakan di dua pusat perbelanjaan di Jakarta: Senayan City dan Plaza Indonesia. Sudah ada 40 wajib pajak yang terhubung ke dalam sistem yang terintegrasi dengan BRI dan Dinas Pelayanan Pajak DKI.

“Dalam operasional penarikan, Pemprov DKI Jakarta bekerja  sama dengan BRI dan sama sekali tidak menggunakan APBD,” ucap Iwan.

Rencananya, sistem pajak online itu akan menyasar 10.951 wajib pajak di ibukota. Terdiri dari wajib pajak hotel sebanyak 580, restoran 9.000, tempat hiburan 371 dan parkir sebanyak 1.000.

Sekretaris Perusahaan BRI Muhammad Ali membenarkan jumlah wajib pajak yang akan terhubung dengan sistem online ini bakal bertambah. Untuk bisa terkoneksi dengan sistem ini, katanya, wajib pajak harus membuka rekening di BRI.

“Pemerintah DKI bisa mengecek penghimpunan dana, aktivitas setoran dan penagihan pajak. Dari sini, Pemerintah DKI bisa memantau jumlah pendapatan daerah dari pajak,” ujarnya.

Pada 18 Januari lalu, Gubernur DKI Jakarta Jowi meluncurkan program pajak online di Mall Senayan City. Pusat perbelanjaan ini sekaligus ditunjuk sebagai salah satu tempat percontohan. Pengelola parkir dan tiga restoran di Senayan City sudah terkoneksi dengan sistem ini.

Menurut Jokowi, selain untuk menggenjot pendapatan daerah, sistem online ini juga mencegah kebocoran-kebocoran penerimaan daerah. “Semuanya akan kita online-kan, seperti pajak hotel, restoran, reklame dan parkir.
Kami yakin, dengan adanya ini (penerimaan daerah) akan naik berkali lipat,” jelasnya.

Penerapan sistem online itu, diakui Jokowi, juga karena tuntutan warga ibukota yang ingin pengelolaan pajak dilakukan transparan dan akuntabel.

Untuk menerapkan sistem pajak online di semua bidang usaha, lanjut Jokowi, pihaknya siap membangun jaringan dan infrastrukturnya.

“Akan terlihat sektor mana saja yang memberikan kontribusi besar untuk pendapatan kota Jakarta,” katanya.

Pengusaha: Bayar Pajak Penuh Kok Malah Dicurigai

Chief Executive Officer (CEO) Senayan City Handaka Santosa menyambut positif program Pemerintah DKI Jakarta yang memberlakukan sistem pajak online. Menurut dia, program ini bisa menghapuskan praktik main mata antara pengusaha dengan oknum petugas pajak dalam membayar kewajibannya.

“Maunya saya dan banyak pengusaha, segera online semua. Kalau dulu, meski kita bayar  (pajak) 100 persen pasti ada yang curiga. Tapi sekarang online mau curiga gimana?” papar Handaka kepada Rakyat Merdeka di kantornya.

Menurut Ketua umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) ini, sebelum ada program pajak online para pengusaha kerap dicurigai tak jujur dalam membuat laporan penghasilannya. Laporan ini yang akan menjadi dasar untuk menetapkan besarnya pajak.

“Kewajiban (bayar pajak) dihitung dari omset yang diperoleh setiap bulan berapa. Tadinya kan manual. Yang tahu pengusaha dan Dispenda (kini Dinas Pelayanan Pajak DKI-red). Sekarang (laporan omset) langsung ke bank,” kata Handaka.

Mall Senayan City menjadi tempat percontohan sistem pajak online untuk parkir dan restoran. Parkir di pusat perbelanjaan ini dikelola Secure Parking. Tiga restoran di sini sudah terkoneksi dengan sistem pajak online. “Sekarang hanya tiga karena masih percontohan,” kata Handaka.

Rencananya, lanjut dia, semua restoran ada di Senayan City akan ikut sistem baru ini. Handaka juga mendukung Pemerintah DKI untuk menerapkan sistem online kepada bidang usaha lainnya.

“Keuntungannya bagi pengusaha: dipermudah pembayarannya jadi on-time dan transparan. Pajak itu kewajiban kami. Sistem online ini proses mempermudah saja dan positif,” katanya.

Hampir sebulan sejak diluncurkan, pengelola parkir dan pengusaha restoran di Senayan City tak mengalami kendala dengan sistem online. Termasuk pembayaran yang langsung didebet dari rekening bank.

Dia berharap, sistem pajak online ini bisa meningkatkan Pendapat Asli Daerah (PAD). Dengan sistem baru ini, Pemerintah DKI tak perlu banyak mengerahkan petugas pajak untuk melakukan penagihan dan menangani proses pembayaran pajak. “Sekarang auto debet (rekening di bank), Jadi sama-sama enak lah,” akunya.  [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA