Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Karpetnya Diganti Yang Tebal, Bahannya Dari Wol

Renovasi Aula Kemenkeu Habiskan Rp 14 Miliar

Senin, 31 Desember 2012, 08:51 WIB
Karpetnya Diganti Yang Tebal, Bahannya Dari Wol
Kementerian Keuangan
rmol news logo .Yoyo sibuk membersihkan karpet dengan menggunakan vacum cleaner di aula di lantai dua Gedung Notohamiprodjo Kompleks Kementerian Keuangan di Jalan Dr Wahidin Nomor 1, Jakput.Setelah membersihkan sepa­ruh karpet di ruangan berukuran 15x20 meter itu dia duduk se­je­nak. “Istirahat dulu. Dari pagi kar­­pet sudah mulai dibersihkan. Soal­nya Sabtu sudah harus dise­rah­te­ri­makan ke Kemenkeu,” kata Yo­yo saat ditemui Jumat lalu (28/12).

Proyek renovasi ruang rapat di Kemenkeu dipersoalkan Forum Indonesia Untuk Transparansi Ang­gara (Fitra). Pasalnya, meng­habiskan sangat besar: Rp 14 mi­liar. Belum hilang dari ingatan kita soal renovasi ruang rapat Ba­dan Anggaran (Banggar) DPR yang menelan biaya sampai Rp 20 miliar. Setelah diprotes sana-sini, akhirnya barang-barang impor yang mengisi ruang rapat itu di­ganti dengan buatan lokal.

Bagaimana dengan ruang rapat Kemenkeu? Fasilitas apa yang ada di dalamnya? Informasi yang dirilis Fitra anggaran Rp 14 miliar itu untuk membeli  keset dan kar­pet senilai Rp 530 juta. Ke­mu­dian karpet lainnya Rp 1,98 mi­liar. Anggaran paling besar untuk beli perangkat video conference yang mencapai Rp 11,5 miliar.

Pengamatan Rakyat Merdeka di kompleks Kemenkeu, ada em­pat aula yang telah diganti kar­petnya. Yakni Graha Sawala dan Loka Sawala yang berada di lan­tai satu gedung Kementerian Koor­dinator Perekonomian. Lalu aula di lantai dua gedung Noto­hamiprodjo dan aula di lantai satu Gedung Dhanapala.

Karpet di aula di lantai dua ge­dung Notohamiprodjo terasa em­puk ketika diinjak. Rasanya juga cukup nyaman bila dipakai tidur. Maklum karpetnya baru dan ter­buat dari wol setebal 1 cen­ti­meter. Bau bulu domba begitu ter­asa tak kala memasuki aula yang sering digunakan untuk pertemuan penting itu.

Karpet berwarna merah hati de­ngan motif bunga-bunga besar ku­ning ini terlihat elegan dan sedap dipandang mata. Karpet se­belumnya tebalnya tak sampai se­paruhnya dan keras bila diinjak.

Karpet di aula gedung Dha­na­pala yang berukuran 32x35 meter juga diganti dengan bahan wol. Warna dan motifnya sama de­ngan karpet yang berada di aula ge­dung Notohamipridjo. Ru­angan ini pada akhir pekan kerap di­pakai untuk tempat resepsi per­nikahan atau acara penting lai­n­nya. Sedangkan ruang rapat di Graha Sawala dan Loka Sawala tidak bisa dilihat karena ruangan terkunci rapat.

Yoyo mengaku memasang kar­pet di aula gedung No­to­ha­mi­prodjo 24 Desember 2012. “Hari Jumat merupakan hari terakhir dan harus dibersihkan se­belum diserahkan ke Ke­men­keu,” katanya.

Sebelumnya dia mengerjakan pemasangan karpet di aula Dha­napala, Graha Sawala dan Loka Sawala. “Mulai akhir November kami sudah mulai memasang kar­pet. Yang pertama di Aula Dha­napala selanjutnya di tiga ruang lainnya,” katanya.

Ia mengatakan, karpet yang digunakan untuk alas di empat aula merupakan karpet yang terbuat dari wol. “Bila karpet ter­bakar, aromanya mirip kulit dom­ba terbakar,” sahut salah satu teman Yoyo yang enggan dise­but­kan namanya.

Apa merek karpetnya? “Kalau nggak salah Asmister atau Her­min,” kata Yoyo.

Berdasarkan penelusuran Rak­yat Merdeka, harga karpet be­r­bahan wol dengan merek itu, pa­ling murah Rp 700 ribu per meter persegi. Luas karpet di empat aula Kemenkeu yang diganti  2.400 meter persegi. Bila dihi­tung untuk mengganti di empat ruangan itu butuh Rp 2,5 miliar.

Menurut Yoyo, pemasangan karpet satu aula dikerjakan tiga sampai empat orang yang me­nger­­jakan dalam waktu lima hing­ga enam hari. “Pemasangan kar­pet ini cukup susah karena tebal dan bahannya yang bagus,” katanya.

Sekretaris Jenderal Kemente­rian Keuangan Kiagus Ahmad Badaruddin membenarkan ada­nya alokasi anggaran”untuk reno­vasi ruang rapat di Kantor Pusat Kemenkeu sebesar Rp 14 miliar.  Anggaran tersebut untuk pem­be­lian karpet, peralatan video con­ference dan lainnya.

Kiagus mengungkapkan, ada empat ruang rapat yang diganti karpetnya bersamaan. Yakni Aula Notohamiprodjo, Aula Dha­na­pala, Graha Sawala dan Loka Sa­wala semuanya berada di Kom­plek Kemenkeu.

“Luas seluruh ruang rapat yang ganti karpetnya seluas 2.400 me­ter persegi dengan anggaran se­be­sar Rp 2,5 miliar,” katanya.

Pergantian karpet di ruang itu, menurut dia, wajar . Sebab karpet sebelumnya sudah digunakan se­lama 5 hingga 9 tahun. Dengan adanya pergantian itu, maka ruangan tersebut lebih rep­re­sen­tative. Sehingga seluruh kegiatan rapat Kemenkeu bisa di­lak­sa­na­kan di gedung sendiri tidak perlu ke hotel atau sewa tempat lain.

Kiagus mengungkapkan, Ke­men­terian kerap menyewa rua­ngan di Hotel Borobudur bila hen­dak menggelar rapat. Biaya se­wanya bisa mencapai Rp 30 juta per dua jam.

“Padahal kita bisa mengadakan kegiatan pen­ting puluhan kali setiap tahunnya. Bisa dihitung be­rapa besarnya,” katanya.

Dengan adanya ruang rapat yang representatif, lanjutnya, maka seluruh kegiatan penting Ke­menkeu bisa dilakukan di empat aula itu dan bisa meng­he­mat anggaran yang sangat besar.

Saat ditanya apakah karpet yang digunakan di empat aula itu menggunakan bahan dari wol, Kiagus enggan menjelaskan lebih jauh. “Yang pasti masih dalam batas wajar. Jangan dibayangin dengan bahan wol dengan kua­litas seperti untuk membuat pa­kai­an,” katanya.

Selain karpet, kata Kiagus, Ke­menterian juga membeli per­a­la­tan video conference seharga Rp 11,5 miliar. Alat canggih itu di­pasang di 15 ruangan di Ke­menkeu dan 30 ruangan di kantor perwakilan Kemenkeu seluruh Indonesia.

“Namun alat tersebut hanya di­pasang di eselon satu yang belum ada seperti di Dirjen Per­be­n­da­ha­raan Negara. Kalau di Dirjen Pa­jak dan Bea Cukai tidak dipasang ka­rena sudah ada,” katanya.

Pemasangan alat itu, lanjutnya, agar ada integrasi peralatan ko­mu­nikasi dan teknologi informasi  (TI) di Kemenkeu. Teleconfrence ini juga bisa digunakan menteri atau eselon I dengan negara lain.

“Jadi menteri yang karena ke­si­bukan ingin bicara dengan ke­pala kanwil bisa melalui tel­ec­on­frence. Karena kami beda de­ngan kementerian lain karena tiap Ditjen memiliki 4 kanwil se­hing­ga jika dikunjungi satu-satu sulit di mana volume pekerjaan kita padat. Sehingga dengan tel­e­con­frence bisa sebagai pengganti,” katanya.

Menurutnya dengan adanya fasilitas video conference ini di­harapkan mempercepat menge­fi­siensi berbagai komunikasi se­perti arahan, pemberitahuan ke­bijakan, maupun sosialisasi.

“Mudah-mudahan dia bisa memperkecil perjalanan dinas. Perjalanan dinas memang tidak bisa dihilangkan 100 persen misal penandatanganan. Tapi secara umum itu tujuannya,” katanya.

Yang paling penting, kata Kia­gus seluruh renovasi ruang rapat dan pengadaan video conferen­ce berdasarkan dengan tender yang be­nar dan dengan harga yang wajar.

Mila, staf pemasaran aula Dha­napala untuk keperluan komersial mengatakan, karpet di ruangan diganti dengan kualitas yang le­bih baik. Ia mengatakan, Aula Dhanapala bisa disewa masya­rakat umum setiap hari Sabtu dan Minggu sebesar Rp 30 juta per empat jam.

Bila ingin menggunakan di hari kerja juga bisa. Namun sya­ratnya, kata Mila, tidak ada ke­giatan yang diselenggarakan Ke­men­terian Keuangan di aula pada hari itu.

Banyak Pengadilan Yang Tak Layak

Instansi Lain Lebih Perlu Renovasi

Koordinator Advokasi dan Investigasi Sekretariat Nasional Forum Indonesia Untuk Tran­spa­ransi Anggara (Fitra), Uchok Sky Khadafi menganggap renovasi ruang rapat di kantor pusat Ke­menterian Keuangan (Ke­men­keu) yang menghabiskan dana Rp14 miliar sebagai tindakan menghambur-hamburkan uang negara.

Fitra merilis anggaran sebesar Rp14 miliar itu digunakan untuk membeli sejumlah barang me­wah, di antaranya keset dan kar­pet senilai Rp 530 juta, karpet yang lain lagi senilai Rp 1,98 mi­liar, dan pembelian peralatan video conference seharga sebesar Rp 11,5 miliar.

Fitra juga merilis perusahaan-perusahaan pemenang lelang yang menjadi mitra Kemenkeu dalam proyek mendandani ruang rapat tersebut. Untuk pengadaan keset dan karpet adalah CV Sem­bilan Benua, yang beralamat di Jalan Ence Sumantadiredja No. 23 RT 001 RW 007 Pamoyangan, Bogor, Jawa Barat. Kemudian CV Trimitra Sejati, yang ber­ala­mat Jalan. Kramat Sentiong I/89 H, Senen, Jakarta Pusat, untuk pe­ngadaan karpet yang lain. Se­mentara PT Mitra Integrasi In­formatika untuk perangkat video conference.

“Gambaran itu mem­per­li­hat­kan bahwa Kementerian Ke­uangan untuk tahun 2012 sangat boros, dan sangat senang meng­hambur-hamburkan uang kas negara tanpa berpikir untuk m­e­lakukan penghematan ang­ga­ran,” katanya.

Uchok menyayangkan proyek tersebut bukan hanya karena angkanya yang terlampau besar. Tapi juga lantaran target peneri­maan pajak pada tahun ini tidak tercapai. Penerimaan pajak ta­hun 2012 meleset, hanya ter­capai se­be­sar 92,8 persen atau Rp 943.1 tri­liun dari target APBN Peru­bah­a­an tahun 2012 sebesar Rp 1.016 triliun.

“Tetap saja pihak Ke­menterian Keuangan santai-santai saja, uang tetap dihabiskan hanya untuk men­dandani ruang rapat,” katanya.

Ia menilai, proyek mendandani ruang rapat itu tidak adil dan dis­kriminatif pada anggaran karena di sisi lain masih banyak ruang kantor lembaga negara yang jus­tru lebih memerlukan perbaikan.

“Bisa dilihat dari ruang-ruang rapat untuk publik seperti ruang rapat atau ruang Pengadilan Ti­pikor, Pengadilan Tinggi atau Pengadilan Negeri yang sangat panas,” katnya.

“Jadi, jangan mentang-men­tang sebagai bendahara negara, Ke­menterian Keuangan dengan se­­enaknya mengalokasikan ang­ga­ran hanya untuk diri sendiri, dan melupakan alokasi anggaran untuk perbaikan ruang-ruang pe­ngadilan,” tambahnya.

Untuk itu, Ucok berharap k­e­de­­pannya Kementerian Ke­uangan harus menghentikan alo­kasi anggaran yang besar untuk re­novasi ruangan yang tidak terlalu urgen bagi kepentingan masyarakat.

Selain itu, pinta dia, DPR seba­gai wakil rakyat yang bertugas mengawasi kementerian harus lebih  teliti lagi dalam meng­a­lo­ka­sikan anggaran untuk renovasi hal-hal yang tidak perlu di setiap kementerian.

“DPR adalah wakil rakyat dan ha­rus lebih mendengarkan aspi­rasi masyarakat bawah,” harapnya.

Mengenai kritik dari Fitra me­ngenai pemborosan di Kemen­keu, Sekretaris Jenderal Kemen­terian Keuangan Kiagus Ahmad Ba­daruddin tidak terlalu ambil pu­sing. Kritik itu, menurut dia, ma­­sih dalam batas yang normal.

“Malahan dulu kami sering meminta bantuan Fitra untuk membantu mensosialisasikan proses reformasi birokrasi dan tras­paransi anggaran di ling­ku­ngan Kemenkeu,” katanya.”

Namun ia berharap kritik yang ada harus berdasarkan data dan fakta yang benar karena pihaknya bisa memperbaiki kritikan ter­sebut.

DPR Mau Cek Harga Dulu

Soal Kemenkeu Beli Karpet Rp 2,5 M

Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Aziz mem­per­tanyakan data dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) yang me­nge­luarkan statement mengenai re­novasi ruang rapat K­e­men­terian Keuangan se­b­esar Rp 14 miliar.

Ia tidak bisa menyimpulkan apakah anggaran renovasi ruang rapat Kemenkeu ini ter­masuk pemborosan atau tidak. “Harus ada pemban­dingnya. Se­makin luas ruangannya, bia­yanya akan semakin besar. Saya tidak bisa mengatakan ini pem­borosan atau tidak,” katanya.

Mengenai harga karpet yang mencapai Rp 2,5 miliar untuk empat ruang di Kemenkeu, Harry tidak sepakat dengan pern­­yataan Fitra yang meny­e­but biayanya bombastis.

“Karpet murahan mungkin Rp 100 ribu bisa. Ini sama se­perti toilet di DPR. Sama juga de­ngan renovasi Banggar DPR. Ini dikritik habis-habi­san. Harus dilihat dulu per ka­pasitasnya,” katanya.

Ke depan, Harry akan minta Fitra bertanggung jawab atas be­rita ini. Jika sudah dikantongi ka­pasitas beritanya, barulah dia akan meminta Badan Pemeriksa Ke­uangan (BPK) untuk memeriksa.

“Belum bisa percaya apa yang dari Fitra, kalau diperlukan akan kami cek. Jika misalnya sepakat de­ngan Fitra, maka kami akan meminta BPK untuk melakukan audit informal sesudah itu baru dinyatakan ke media,” katanya.

Pemborosan penggunaan uang rakyat juga pernah diungkap Fitra awal tahun 2012 ini. Waktu itu Fitra melansir penggunaan uang rakyat untuk renovasi ruang rapat Badan Anggaran (Banggar) DPR mencapai Rp 20,3 miliar.

Anggaran itu digunakan untuk biaya konsultan perencanaan Rp 565,5 juta, konsultan pengawas Rp 234,39 juta dan Rp 19,995 miliar untuk renovasi. Men­cuat­nya infor­masi ini langsung me­micu pro-kontra di tengah ma­sya­rakat. DPR akhirnya mengkaji anggaran reno­vasi ruang rapat Banggar.

Dana Dipotong Rp 6 Miliar, Kursi Diganti Buatan Lokal

Nasib Ruang Banggar DPR

Sebelum terkuak renovasi ruang rapat Kemenkeu yang menelan biaya sampai Rp 14 miliar, masyarakat lebih dulu di­hebohkan renovasi ruang Ba­dan Anggaran DPR yang meng­ha­biskan Rp 20 miliar. Karena ban­jir protes, akhirnya Badan Ke­hormatan (BK) DPR turun ta­ngan menyelidiki proyek itu.

Tak lama kemudian, BK memeriksa pimpinan Badan Anggaran, Badan Urusan Ru­mah Tangga DPR, PT Gubah Laras selaku perencana pro­yek, PT Jagat Rona Semesta selaku konsultan pengawas, dan PT Pembangunan Peruma­han selaku pelaksana proyek.

Dari hasil pemeriksaan, BK menyimpulkan pihak yang ha­rus bertanggung jawab atas pro­yek renovasi ruang Bang­gar DPR adalah Kepala Biro Pemeliharaan Pembangunan dan Instalasi DPR, Soemirat. Ia juga sebagai pejabat pem­buat komitmen. Soemirat me­nanggung semua kesalahan, mulai dari penyusunan ang­ga­ran, keluarnya dana, spe­sif­ikasi bangunan, sampai peren­can­aan desain ruang.

Namun Soemirat mem­ban­tah menentukan spesifikasi ruang Banggar karena spe­si­fikasi fasilitas ruang Banggar di­usulkan oleh PT Gubah La­ras selaku konsultan, dan se­lan­jutnya disetujui oleh pimpinan Banggar.

“Konsultan memberikan spe­si­fi­kasi, kemudian ada pilihan, lalu ditentukan. Jadi ketika konsultan presentasi, dipilih salah satu. Yang memilih spesifikasi Banggar ha­nya pimpinan Banggar dan wa­kil­nya,” katanya.

Tak hanya ruangan yang di­desain wah, isinya pun barang-ba­rang kualitas nomor wahid. Bah­kan impor dari dari luar negeri. Seperti kursi anggota dan pim­pi­nan banggar merek Vitra se­harga Rp 24 juta yang diimpor dari Jer­man. Ada juga LED se­harga Rp 1,3 miliar, wall screen Rp 1,88 miliar, dan karpet impor dari Amerika Serikat. Karena anggaran kelewat mahal, akhirnya BK me­me­rintahkan semua per­lengkapan mewah

di ruang Banggar diganti. Ba­rang yang dulunya impor diganti dengan produk lokal. Kursi yang se­mula harganya Rp 24 juta per barang, diganti menjadi Rp 2 juta. Setelah dilakukan penghematan akhirnya ruang tersebut “hanya” bernilai Rp 14 miliar.

Walaupun demikian, tidak se­mua peralatan diganti seperti kar­pet impor dari AS seharga Rp 5 juta setiap meter tak diganti ka­re­na sudah telanjur dipasang. LCD impor seharga Rp1,9 miliar juga tak diganti karena akan me­nu­run­kan fungsinya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA