Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Mengintip Siti Chalimah Fadjriah yang Dijadikan Tersangka Centurygate

Rabu, 21 November 2012, 08:57 WIB
Mengintip Siti Chalimah Fadjriah yang Dijadikan Tersangka Centurygate
Siti Fadjrijah
rmol news logo .Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua tersangka kasus bail out Bank Century. Salah satunya Siti Fadjrijah. Ia menjabat sebagai Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Pengawasan saat bank milik Robert Tantular itu mendapat kucuran duit Rp 6,7 triliun.

Perempuan yang memiliki nama lengkap Siti Chalimah Fadjrijah itu kini tak lagi men­jabat deputi gubernur BI.

Sejak 18 Juni 2010, posisinya digan­tikan Halim Alam­syah. Sebelum diganti, pe­rempuan ke­lahiran Temanggung, Jawa Te­ngah 5 September 1951 itu ber­bulan-bulan sakit karena ter­se­rang stroke.

Sakitnya Siti ini pula yang membuat penyelidikan kasus Bank Century menjadi lambat. Be­gitu alasan KPK. Bagaimana kondisi kesehatan ibu tiga anak itu? Apakah kesehatannya sudah pulih? Rakyat Merdeka pun ber­kunjung ke rumahnya di Pondok Bambu, Jakarta Timur, kemarin.

Hari menjelang sore. Tiga pe­rempuan duduk di teras rumah ber­nomor 9 Blok A3 yang terle­tak di Jalan Teluk Tomini, Kav­ling AL, Pondok Bambu. Salah satunya Uti. Ia bekerja sebagai pem­bantu rumah tangga di rumah ini. “Betul ini rumah ibu Siti Fadj­ri­jah,” kata Uti. “Ibu sedang di dalam.”

Rakyat Merdeka pun menyam­paikan keinginan untuk bertemu majikannya. Uti lalu masuk ke dalam rumah. Tak lama dia keluar lagi. “Maaf, Ibu sedang sakit jadi ti­dak wawancara,” kata perem­puan berkulit putih itu. Ngerumpi sore ini pun bubar. Uti dan dua perempuan lainnya masuk ke rumah, tak keluar lagi.

Rumah Siti terletak di sudut ja­lan. Berlantai dua. Dindingnya di­cat warna putih susu. Rumah di­keliling pagar tembok setinggi dua meter yang dilengkapi besi-besi runcing di atasnya. Tembok pagar di sebelah kiri menjadi sa­sa­ran aksi tangan-tangan usil. Berbagai tulisan dengan cat semprot mengotori tembok ini.

Gerbang rumah terletak di sebelah kiri. Lebarnya sekitar empat meter. Pekarangan di belakang gerbang dijadikan carport. Tempat parkir mobil ini dinaungi kanopi dari polycarbonate. Tempat parkir ini bisa menampung empat mobil.

Di belakang carport terdapat garasi yang menyatu dengan ru­mah. Ada dua garasi yang letak­nya bersebelah. Lebar garasi sama seperti lebar carport. Tem­pat parkir ini kosong. Walaupun belum senja, dua lampu di kanopi sudah dinyalakan.

Halaman di sebelah kiri tempat parkir mobil ditanami rumput hi­jau. Beberapa pohon hias ber­ukuran kecil ditanam merapat ke tembok pagar.

Teras rumah Siti menyatu de­ngan halaman. Teras dinaungi atap dari genteng. Dua tiang be­ton menyangga atap teras. Di teras ini disediakan empat kursi kayu dan sebuah meja. Di sinilah Uti dan dua perempuan lainnya ngobrol.

Saat Rakyat Merdeka berkun­jung, suasana di lingkungan tem­pat tinggal Siti tampak sepi. Rat­man, tukang ojek yang mangkal di ujung jalan tahu Siti kena stroke dan tidak bisa jalan.  

“Se­tiap pagi pembantunya bergiliran mendorong kursi roda yang di­dudukinya (Siti) di depan ru­mah,” kata pria asal Temang­gung ini.

Lantaran berasal dari satu daerah, Ratman tahu banyak mengenai Siti. “Dia (Siti) sudah sering dibawa ke rumah sakit tapi belum sembuh juga sampai saat ini,” kata pria berkulit gelap itu.

Ia juga tahu Sumardi Muchjar, suami Siti wafat dua tahun lalu. Sumardi meninggal pada 2 Maret 2010. Wapres Boediono yang juga bekas gubernur BI sempat melayat ke rumah dinas Siti di Jalan Senopati Nomor 8, Keba­yoran Baru, Jakarta Selatan.

Ratman menuturkan, Siti dan mendiang suaminya Sumardi Muchjar tinggal lama di sini. “Sejak awal menikah mereka sudah tinggal di sini,” katanya.

Setelah menduduki posisi deputi gubernur BI, Siti bersama suaminya pindah ke rumah dinas di Senopati. “Anak-anaknya memilih tinggal di sini,” tutur Ratman.

Ratman kerap diminta bantuan untuk mengantar pakaian dan karpet yang sudah selesai di-laundry ke rumah di Senopati.

“Walaupun sering mengantar barang dan pakaian, saya tidak pernah bertegur sapa dengan­nya,” kenangnya.

Di kavling AL ini kerap digelar pengajian yang diikuti para ibu-ibu. Menurut Ratman, Siti jarang ikut. Tapi dia menyumbang uang untuk pengajian itu.

Ratman juga mendengar cerita kedermawanan Siti dari orang-orang di kampung halamannya, Temanggung. Siti disebut-sebut pernah menyumbang besar untuk pembangunan masjid di tanah kelahirannya.

Tak hanya kenal Siti, Rat­man juga kenal dengan Sumardi Muchjar, sua­mi Siti. Al­marhum per­nah me­minta to­long agar di­carikan tanah di se­kitar tempat ti­ng­gal­nya. Ratman pun mencarikannya. Dapat. Ada tanah seluas 1.000 meter persegi yang hendak dijual. Masih di Kavling Al juga.

Pendek cerita, tanah itu pun dibeli suami Siti. “Namun setelah tanah dibeli, saya tidak dikasih komisi yang sebelumnya dijan­jikan,” kata Ratman jengkel.  Dia hanya bisa pasrah karena sadar hanya orang kecil.

Suami Siti juga pernah me­nyumbang seng untuk tempat mang­kal tukang ojek di ujung jalan. Namun bantuan itu dikem­balikan karena khawatir di­ung­kit-ungkit.

Ngaku Hartanya Cuma Rp 2,8 M

Sebagai Deputi Gubernur Bank Indonesia, Siti Fadjrijah wajib melaporkan kekayaannya ke KPK. Siti diangkat menjadi sebagai deputi gubernur pada Mei 2005. Setahun kemudian dia baru melaporkan harta keka­ya­annya. Siti melaporkan memiliki tanah dan bangunan bernilai Rp 2.690.977.000.

Ia juga menyebutkan memiliki harta tak bergerak, alat trans­por­tasi dan harta lainnya. Bila ditotal hartanya Rp 2.801.006.983.  

Jumlah kekayaan Siti ini telah diverifikasi KPK pada Mei 2007. Se­suai aturan, Siti diwajibkan melaporkan kembali harta keka­yaannya setelah tak lagi menjabat ataupun pensiun.

Ini belum dilakukannya. Sebe­lum diganti pada Juni 2010, Siti terserang stroke. Sejak itu dia menjalani perawatan.

Belasan Tahun Mengawasi Bank

Siti Fadjrijah merintis karier di Bank Indonesia (BI) dari ba­wah. Belasan tahun dia bergelut di bidang pengawasan per­ban­kan. Sampai akhirnya dipilih Deputi Gubernur BI Bidang Pengawasan.

Dilahirkan di Temanggung, Jawa Tengah, 2 September 1951, Siti mulai pendidikan di SD Negeri Mojotengah, Te­mang­gung. Lulus tahun 1963. Melanjutkan pendidikan ke SMP Al Iman, Parakan di dae­rah yang sama dan lulus tiga ta­hun kemudian.

Jenjang SMA dilalui di SMA Muhammadiyah, Temanggung. Lulus tahun 1969. Siti melan­jutkan pendidikan di Uni­ver­si­tas Gadjah Mada, Yogyakarta. Ia mengambil jurusan Akun­tan­si di Fakultas Ekonomi.

Gelar sarjana ekonomi beri­kut akuntan diraihnya pada 1978. Lulus kuliah dia meniti karier di BI. Jabatan awalnya se­bagai staf  Bagian Pemeriksaan Bank-UPPB. Pada 1981, dia di­pin­dahkan ke Bagian Pem­bi­na­an. Tiga tahun kemudian dia su­dah menjadi kepala seksi di Ba­gian Pembinaan Bank-UPPB BI.

Kariernya terus naik. Pada 1986 dia percaya menjadi Wakil Kepala Bagian di Biro Peneli­tian dan Pengembangan Per­bankan (BPPP) BI.  Lima tahun kemudian jadi Kepala Bagian.

Mulai 1992 Siti ditunjuk jadi Kepala Bagian Akunting De­visa-Urusan Devisa BI. Lalu jadi Peneliti Bank Eksekutif Se­nior UPPB BI sampai 1997.

Setelah itu, dia jadi Pengawas Bank Eksekutif Senior selama setahun. Mulai 1998 dia men­jadi Kepala Urusan Pengawas Bank II.

Seiring meningkatnya karier, Siti pun melanjutkan pen­di­di­kan ke jenjang strata dua. Dia mengambil Jurusan Manajemen Internasional di Fakultas Eko­nomi Sekolah Tinggi Ma­na­je­men PPM, Jakarta. Gelar ma­gister manajemen diperolehnya pada 1999.

Di tahun yang sama, dia di­ang­kat menjadi Direktur Direk­torat Pengawasan Bank I. Posisi ini ditempati sampai 2002. Ia lalu dirotasi menjadi Direktur Di­rektorat Pengawasan Bank II sampai 2003.

Ia kembali dirotasi menjadi Direktur Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan. Ja­batan ini diduduki sampai dia di­tunjuk menjadi Deputi Gu­bernur BI Bi­dang Pengawasan pada 2005.

Saat dia menjabat deputi gu­bernur inilah skandal Bank Cen­tury terjadi. Pada 2010, Siti digantikan Halim Alamsyah. Dua tahun kemudian Siti dite­tap­kan sebagai tersangka kasus Bank Century oleh KPK.

KPK menjerat Siti karena menemukan penyalahgunaan dalam pemberian FPJP (Fasi­litas Pinjaman Jangka Pendek) serta penyalahgunaan pe­ne­ta­pan status Bank Century se­ba­gai bank gagal berdampak sistemik.

Bank Century yang merupa­kan hasil merger Bank Pikko, Bank Danpac dan CIC ini se­be­narnya sudah berdarah-darah sejak penggabungan. Seha­rus­nya BI memasukkan bank milik Robert Tantular itu sebagai “pa­sien” yang perlu diawasi khu­sus. Tapi ini tak dilakukan. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA