Perempuan yang memiliki nama lengkap Siti Chalimah Fadjrijah itu kini tak lagi menÂjabat deputi gubernur BI.
Sejak 18 Juni 2010, posisinya diganÂtikan Halim AlamÂsyah. Sebelum diganti, peÂrempuan keÂlahiran Temanggung, Jawa TeÂngah 5 September 1951 itu berÂbulan-bulan sakit karena terÂseÂrang stroke.
Sakitnya Siti ini pula yang membuat penyelidikan kasus Bank Century menjadi lambat. BeÂgitu alasan KPK. Bagaimana kondisi kesehatan ibu tiga anak itu? Apakah kesehatannya sudah pulih? Rakyat Merdeka pun berÂkunjung ke rumahnya di Pondok Bambu, Jakarta Timur, kemarin.
Hari menjelang sore. Tiga peÂrempuan duduk di teras rumah berÂnomor 9 Blok A3 yang terleÂtak di Jalan Teluk Tomini, KavÂling AL, Pondok Bambu. Salah satunya Uti. Ia bekerja sebagai pemÂbantu rumah tangga di rumah ini. “Betul ini rumah ibu Siti FadjÂriÂjah,†kata Uti. “Ibu sedang di dalam.â€
Rakyat Merdeka pun menyamÂpaikan keinginan untuk bertemu majikannya. Uti lalu masuk ke dalam rumah. Tak lama dia keluar lagi. “Maaf, Ibu sedang sakit jadi tiÂdak wawancara,†kata peremÂpuan berkulit putih itu. Ngerumpi sore ini pun bubar. Uti dan dua perempuan lainnya masuk ke rumah, tak keluar lagi.
Rumah Siti terletak di sudut jaÂlan. Berlantai dua. Dindingnya diÂcat warna putih susu. Rumah diÂkeliling pagar tembok setinggi dua meter yang dilengkapi besi-besi runcing di atasnya. Tembok pagar di sebelah kiri menjadi saÂsaÂran aksi tangan-tangan usil. Berbagai tulisan dengan cat semprot mengotori tembok ini.
Gerbang rumah terletak di sebelah kiri. Lebarnya sekitar empat meter. Pekarangan di belakang gerbang dijadikan carport. Tempat parkir mobil ini dinaungi kanopi dari polycarbonate. Tempat parkir ini bisa menampung empat mobil.
Di belakang carport terdapat garasi yang menyatu dengan ruÂmah. Ada dua garasi yang letakÂnya bersebelah. Lebar garasi sama seperti lebar carport. TemÂpat parkir ini kosong. Walaupun belum senja, dua lampu di kanopi sudah dinyalakan.
Halaman di sebelah kiri tempat parkir mobil ditanami rumput hiÂjau. Beberapa pohon hias berÂukuran kecil ditanam merapat ke tembok pagar.
Teras rumah Siti menyatu deÂngan halaman. Teras dinaungi atap dari genteng. Dua tiang beÂton menyangga atap teras. Di teras ini disediakan empat kursi kayu dan sebuah meja. Di sinilah Uti dan dua perempuan lainnya ngobrol.
Saat Rakyat Merdeka berkunÂjung, suasana di lingkungan temÂpat tinggal Siti tampak sepi. RatÂman, tukang ojek yang mangkal di ujung jalan tahu Siti kena stroke dan tidak bisa jalan.
“SeÂtiap pagi pembantunya bergiliran mendorong kursi roda yang diÂdudukinya (Siti) di depan ruÂmah,†kata pria asal TemangÂgung ini.
Lantaran berasal dari satu daerah, Ratman tahu banyak mengenai Siti. “Dia (Siti) sudah sering dibawa ke rumah sakit tapi belum sembuh juga sampai saat ini,†kata pria berkulit gelap itu.
Ia juga tahu Sumardi Muchjar, suami Siti wafat dua tahun lalu. Sumardi meninggal pada 2 Maret 2010. Wapres Boediono yang juga bekas gubernur BI sempat melayat ke rumah dinas Siti di Jalan Senopati Nomor 8, KebaÂyoran Baru, Jakarta Selatan.
Ratman menuturkan, Siti dan mendiang suaminya Sumardi Muchjar tinggal lama di sini. “Sejak awal menikah mereka sudah tinggal di sini,†katanya.
Setelah menduduki posisi deputi gubernur BI, Siti bersama suaminya pindah ke rumah dinas di Senopati. “Anak-anaknya memilih tinggal di sini,†tutur Ratman.
Ratman kerap diminta bantuan untuk mengantar pakaian dan karpet yang sudah selesai di-laundry ke rumah di Senopati.
“Walaupun sering mengantar barang dan pakaian, saya tidak pernah bertegur sapa denganÂnya,†kenangnya.
Di kavling AL ini kerap digelar pengajian yang diikuti para ibu-ibu. Menurut Ratman, Siti jarang ikut. Tapi dia menyumbang uang untuk pengajian itu.
Ratman juga mendengar cerita kedermawanan Siti dari orang-orang di kampung halamannya, Temanggung. Siti disebut-sebut pernah menyumbang besar untuk pembangunan masjid di tanah kelahirannya.
Tak hanya kenal Siti, RatÂman juga kenal dengan Sumardi Muchjar, suaÂmi Siti. AlÂmarhum perÂnah meÂminta toÂlong agar diÂcarikan tanah di seÂkitar tempat tiÂngÂgalÂnya. Ratman pun mencarikannya. Dapat. Ada tanah seluas 1.000 meter persegi yang hendak dijual. Masih di Kavling Al juga.
Pendek cerita, tanah itu pun dibeli suami Siti. “Namun setelah tanah dibeli, saya tidak dikasih komisi yang sebelumnya dijanÂjikan,†kata Ratman jengkel. Dia hanya bisa pasrah karena sadar hanya orang kecil.
Suami Siti juga pernah meÂnyumbang seng untuk tempat mangÂkal tukang ojek di ujung jalan. Namun bantuan itu dikemÂbalikan karena khawatir diÂungÂkit-ungkit.
Ngaku Hartanya Cuma Rp 2,8 M
Sebagai Deputi Gubernur Bank Indonesia, Siti Fadjrijah wajib melaporkan kekayaannya ke KPK. Siti diangkat menjadi sebagai deputi gubernur pada Mei 2005. Setahun kemudian dia baru melaporkan harta kekaÂyaÂannya. Siti melaporkan memiliki tanah dan bangunan bernilai Rp 2.690.977.000.
Ia juga menyebutkan memiliki harta tak bergerak, alat transÂporÂtasi dan harta lainnya. Bila ditotal hartanya Rp 2.801.006.983.
Jumlah kekayaan Siti ini telah diverifikasi KPK pada Mei 2007. SeÂsuai aturan, Siti diwajibkan melaporkan kembali harta kekaÂyaannya setelah tak lagi menjabat ataupun pensiun.
Ini belum dilakukannya. SebeÂlum diganti pada Juni 2010, Siti terserang stroke. Sejak itu dia menjalani perawatan.
Belasan Tahun Mengawasi Bank
Siti Fadjrijah merintis karier di Bank Indonesia (BI) dari baÂwah. Belasan tahun dia bergelut di bidang pengawasan perÂbanÂkan. Sampai akhirnya dipilih Deputi Gubernur BI Bidang Pengawasan.
Dilahirkan di Temanggung, Jawa Tengah, 2 September 1951, Siti mulai pendidikan di SD Negeri Mojotengah, TeÂmangÂgung. Lulus tahun 1963. Melanjutkan pendidikan ke SMP Al Iman, Parakan di daeÂrah yang sama dan lulus tiga taÂhun kemudian.
Jenjang SMA dilalui di SMA Muhammadiyah, Temanggung. Lulus tahun 1969. Siti melanÂjutkan pendidikan di UniÂverÂsiÂtas Gadjah Mada, Yogyakarta. Ia mengambil jurusan AkunÂtanÂsi di Fakultas Ekonomi.
Gelar sarjana ekonomi beriÂkut akuntan diraihnya pada 1978. Lulus kuliah dia meniti karier di BI. Jabatan awalnya seÂbagai staf Bagian Pemeriksaan Bank-UPPB. Pada 1981, dia diÂpinÂdahkan ke Bagian PemÂbiÂnaÂan. Tiga tahun kemudian dia suÂdah menjadi kepala seksi di BaÂgian Pembinaan Bank-UPPB BI.
Kariernya terus naik. Pada 1986 dia percaya menjadi Wakil Kepala Bagian di Biro PeneliÂtian dan Pengembangan PerÂbankan (BPPP) BI. Lima tahun kemudian jadi Kepala Bagian.
Mulai 1992 Siti ditunjuk jadi Kepala Bagian Akunting DeÂvisa-Urusan Devisa BI. Lalu jadi Peneliti Bank Eksekutif SeÂnior UPPB BI sampai 1997.
Setelah itu, dia jadi Pengawas Bank Eksekutif Senior selama setahun. Mulai 1998 dia menÂjadi Kepala Urusan Pengawas Bank II.
Seiring meningkatnya karier, Siti pun melanjutkan penÂdiÂdiÂkan ke jenjang strata dua. Dia mengambil Jurusan Manajemen Internasional di Fakultas EkoÂnomi Sekolah Tinggi MaÂnaÂjeÂmen PPM, Jakarta. Gelar maÂgister manajemen diperolehnya pada 1999.
Di tahun yang sama, dia diÂangÂkat menjadi Direktur DirekÂtorat Pengawasan Bank I. Posisi ini ditempati sampai 2002. Ia lalu dirotasi menjadi Direktur DiÂrektorat Pengawasan Bank II sampai 2003.
Ia kembali dirotasi menjadi Direktur Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan. JaÂbatan ini diduduki sampai dia diÂtunjuk menjadi Deputi GuÂbernur BI BiÂdang Pengawasan pada 2005.
Saat dia menjabat deputi guÂbernur inilah skandal Bank CenÂtury terjadi. Pada 2010, Siti digantikan Halim Alamsyah. Dua tahun kemudian Siti diteÂtapÂkan sebagai tersangka kasus Bank Century oleh KPK.
KPK menjerat Siti karena menemukan penyalahgunaan dalam pemberian FPJP (FasiÂlitas Pinjaman Jangka Pendek) serta penyalahgunaan peÂneÂtaÂpan status Bank Century seÂbaÂgai bank gagal berdampak sistemik.
Bank Century yang merupaÂkan hasil merger Bank Pikko, Bank Danpac dan CIC ini seÂbeÂnarnya sudah berdarah-darah sejak penggabungan. SehaÂrusÂnya BI memasukkan bank milik Robert Tantular itu sebagai “paÂsien†yang perlu diawasi khuÂsus. Tapi ini tak dilakukan. [Harian Rakyat Merdeka]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: