Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Dinding Rusun Dicat, Pompa Air Dipasang

Pemukiman Kelas Bawah Di Jakarta Dipoles

Minggu, 18 November 2012, 10:12 WIB
Dinding Rusun Dicat, Pompa Air Dipasang
ilustrasi, rumah su­sun sewa (rusunawa)

rmol news logo Di Jakarta ada sejumlah rumah susun sewa untuk kalangan bawah. Banyak yang kumuh lantaran bertahun-tahun tak dikelola secara baik.

Mendung menyelimuti awan Jakarta, Kamis siang (15/11). Zaenal cepat-cepat menyelesai­kan mengecat dinding rumah su­sun sewa (rusunawa) Tanah Tinggi, Jakarta Pusat sebelum hujan turun.

“Yang sudah selesai dicat baru satu blok. Masih kurang lima blok lagi,” kata dia. Sudah dua ming­gu Zaenal dan delapan rekannya mengecat rusun Tanah Tinggi.

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo sempat meninjau rusun Tanah Tinggi dua kali. Ia prihatin melihat kondisi pemukiman vertikal untuk kalangan bawah ini. Dindingnya kusam sehingga terkesan kumuh.

Untuk dia meminta agar rusun dipercantik. Salah satunya de­ngan cara mengecat dinding yang ku­sam itu. Dinding rusun dicat de­ngan warna hijau apel.

Zaenal memperkirakan penge­catan dinding luar rusun ini kelar dalam sebulan. Dinas Perumahan DKI tidak menargetkan waktu penyelesaian pengecatan kepada Zaenal dan kawan-kawan.

Untuk pekerjaan mengecat ini, pria berusia 40 tahun ini dibayar Rp 80 ribu sehari. Pengecatan mulai jam 8 pagi sampai 6 sore.

Rusun Tanah Tinggi memp­u­nyai enam blok bangunan dengan bentuk memanjang. Setiap blok­nya terdiri dari lima lantai. Isinya 60 sampai 70 kamar.

Dari seluruh blok, hanya Blok 6 yang sudah dicat dinding depan dan belakangnya. Tiang-tiang dari kayu untuk pekerja me­la­ku­kan pengecatan terlihat masih ter­pasang. Menjulang sampai ke lantai teratas.

 Dinding bagian dalam masih be­lum dipoles cat baru. Warna din­dingnya putih kusam. “Bagian dalam Blok 6 hanya akan dicat kalau ada sisa cat,” kata Zaenal.

Lima blok lainnya yang berada di depan Blok 6 belum sama se­kali dipoles. Ada beberapa bagian rusun yang masih belum diplester semen. Dindingnya masih dari batu bata telanjang.

Lingkungan di sekitar rusan su­dah terlihat bersih dan rapi. Tak tampak sampah berserakan di se­keliling rusun. Walaupun begitu, ru­sun ini masih kurang sedap di­pandang mata. Jemuran pakaian milik penghuni rusun memenuhi lantai dasar hingga lantai lima.

Bagaimana kondisi kamar di rusun ini? Rakyat Merdeka pun mengintip ke dalam Blok 6. Di setiap lantai ada 15 kamar yang po­sisinya saling berhadap-ha­da­pan. Lorong selebar dua meter memisahkan kamar-kamar itu. Lorong ini untuk lalu-lalang peng­huni rusun.

Setiap kamar di rusun ini ber­ukuran 3x6 meter. Bentuknya mi­rip rumah. Ruang berukuran 3x5 meter untuk ruang tamu, ruang keluarga sekaligus tempat tidur. Sisanya untuk dapur dan kamar mandi.

“Semua kamar di blok ini su­dah ada penghuninya,” kata Us­man, Ketua RT 11 RW 14 Ke­lu­ra­han Tanah Tinggi, Johar Baru, Ja­karta Pusat.

Pria bertubuh gempal itu me­ngaku telah tinggal di rusun ini se­jak 1995 setelah selesai diba­ngun. Ia mengaku selama ini kon­disi rusun yang ditinggalinya sa­ngat memprihatinkan. Kurang mendapat perhatian dari peme­rinth DKI.

“Pernah sekali Gubernur Fauzi Bowo datang ke sini, tapi nggak ada perubahan apa-apa. Ba­ngu­nan tetap kusam dan lin­g­ku­ngan­nya kotor,” kata pria berkulit gelap ini.

Namun sejak gubernur baru Joko Widodo berkunjung ke sini, suasana rusun berubah drastis. Lingkungan yang kotor diber­sih­kan. Dinding rusun yang kusam dicat. “Sekarang menjadi lebih bersih dan catnya baru,” katanya.

Tak hanya itu, kata Usman, Pemprov DKI juga menyediakan pompa. Sehingga penghuni rusun bisa memperoleh air bersih de­ngan mudah.

Selama ini, penghuni rusun membayar sewa kepada Dinas Perumahan DKI sebesar Rp 200 ribu per bulan. Penghuni juga di­ke­nakan iuran Rp 20 ribu untuk ke­bersihan dan listrik.

“Kami inginnya bisa gratis  agar tidak membebani warga yang tinggal di sini. Mayoritas orang sini tidak mampu,” harap Usman.

Menurut dia, rusun Tanah Ting­gi dihuni 2 ribu kepala keluarga. Terbagi ke dalam 10 RT. “Se­tiap bloknya ada 2 RT,” katanya.

Walaupun selama kondisi rusun memprihatinkan, warga eng­gan pindah karena harga se­wanya terjangkau. Selain itu, letaknya dekat Puskesmas dan akses ke jalan raya.  “Kalau mau ke mana-mana mudah,” kata Usman.

Di tengah rusun terdapat lapangan yang cukup luas. Lahan ini biasanya untuk main bola dan tempat bermain anak-anak.

Saat berkunjung ke sini, Jo­kowi bukan hanya meminta agar rusun dipercantik. Tapi juga me­minta agar lingkungan di sekitar rusun dijadikan ruang terbuka hi­jau. Walaupun ini belum ter­ea­lisasi, penghuni rusun sudah me­rasa mendapat perhatian dari pe­merintah DKI.

Bukit Duri Bakal Jadi Kampung Deret

Selain mengisi rusun-rusun yang kosong, Pemerintah DKI juga akan membangun pemuki­man layak untuk warga kurang mampu di 96 lokasi. Pemb­a­ngu­nannya diperkirakan meng­ha­bis­kan biaya Rp 3,84 triliun.

Sekretaris Daerah Fadjar Pan­jaitan mengatakan setiap lokasi dijatah anggaran 40 miliar. “Itu termasuk pembangunan fisik,” katanya.

Dia mengatakan, lokasi-lo­ka­si­nya di kawasan kumuh di lima wilayah kota dan kabupaten di Ja­karta. Pembangunannya akan di­usulkan terlebih dulu ke DPRD.

Dalam beberapa kesempatan, Gubernur DKI  Jokowi me­nye­but­kan akan membangun kam­pung susun di kawasan-kawasan kumuh di Jakarta. Menurut Fad­jar, pembangunan disesuai­kan dengan lokasi dan karakteristik warga di situ.

Dia mencontohkan, jika di lo­kasi itu tidak memiliki banyak la­han kosong, maka pemukiman akan dibangun ke atas. Tapi jika ma­sih ada lahan kosong, pe­mu­kiman dibangun memanjang. Jo­kowi menyebutnya kampung deret.

Salah satu lokasi yang bakal di­bangun kampung deret yakni Bu­kit Duri, Jakarta Selatan. Per­kam­pungan deret ini diperuntukkan bagi warga setempat yang ke­ba­nyakan berprofesi sebagai tukang kayu. “Ada lagi, misalnya dalam satu wilayah lebih banyak tukang tahu-tempe,” katanya.

Kampung susun maupun kam­pung deret ini diprioritaskan ke­pada warga yang sudah lama me­netap di situ. “Kalau (masih) ada rumah lain, mungkin bisa di­be­ri­kan kepada warga yang patut me­nempatinya,” katanya.  

Kepala Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintahan DKI, No­vizal mengatakan, pihaknya telah menargetkan 100 kawasan ku­muh untuk dibangun jadi kam­pung susun deret yang sehat.

Untuk itu, setiap wali kota di­min­ta untuk segera menyerahkan data lahan yang dianggap me­me­nuhi syarat untuk dijadikan kam­pung susun deret. “Nanti da­pat­nya berapa, itulah yang akan jadi program pada 2013,” katanya.

Ia menambahkan, pada 2013 pi­haknya juga akan memulai pembuatan desain kampung itu. Prosesnya diperkirakan makan waktu 8,5 bulan. Dilanjutkan dengan tender selama 2,5 bulan.  “Setelah itu, pembangunan fisik pun dapat dimulai pada kuartal ketiga tahun depan,” katanya.

Ia mengungkapkan pada tahun 2012 pihaknya telah meram­pungkan pembangunan 900 unit rumah susun sederhana sewa (rusunawa).

Dengan tambahan ini, total jum­lah rumah susun di Jakarta yang telah dibangun mencapai 12 ribu unit yang tersebar di lima wilayah. “Sembilan ratus unit itu di­bangun di tiga wilayah,” katanya.

Ketiga wilayah itu rusun Waduk Pluit sebanyak empat blok, rusun Pulogebang tiga blok, dan rusun Cipinang Besar Selatan tiga blok.  Setiap blok memiliki 100 unit kamar.

Berikutnya sedang dibangun sembilan blok di Jakarta Utara dan Jakarta Timur. Biaya pem­ba­ngu­nan setiap blok sebesar Rp 18 miliar. Total biayanya 9 blok men­capai Rp 162 miliar. “Seka­rang sudah mau selesai. Pra­sarananya sedang diproses,” ka­tanya.

Sewanya Rp 45 Ribu Sampai Setengah Juta

Banyak orang yang berminat menghuni rumah susun seder­hana sewa (rusunawa) yang ada di sejumlah lokasi di Jakarta. Tapi mereka terhambat aturan yang dibuat pemerintah DKI.

 Untuk bisa menghuni rumah susun harus orang yang memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP)  Jakarta. Penghasilannya juga di bawah Rp 2,5 juta dan belum me­miliki rumah.

Biaya sewa yang diterapkan un­tuk setiap unit rumah susun juga menjadi masalah tersendiri. Dalam Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2012 mengenai biaya sewa rumah susun beragam.

Ada yang paling murah di Tam­bora, Jakarta Barat yakni Rp 45 ribu per bulan. Ada pula biaya sewa rumah susun yang menca­pai Rp 500 ribu per bulan seperti di Pondok Bambu, Jakarta Timur.

Hingga kini masih ada sekitar 2 ribu unit rumah susun milik Kementerian Perumahan Rakyat dan Kementerian Pekerjaan Umum yang belum bisa ditempati.

Alasannya sampai sekarang belum ada serah terima aset dari pemerintah pusat ke pemerintah–DKI. “Pembangunan rumah su­sun itu kan dari anggaran pe­me­rintah pusat. Jadi masih ada pro­ses yang harus diikuti,” kata Ke­pala Dinas Perumahan DKI No­vizal.

Pintu Dan Kloset Hilang Dicuri

Plafon Rusun Marunda Jebol

Ada rusun yang dihuni pulu­han ribu orang seperti di Tanah Tinggi, Tanah Abang dan Ke­bon Kacang. Ada juga yang sepi. Warga enggan me­nem­pa­tinya karena tidak ada fasilitas untuk penunjang hidup.

­Salah satu yang sepi yakni rusun Marunda, Jakarta Utara. Ru­sun yang dibangun sejak 2003 ini terdiri dari tiga cluster yaitu A, B dan C. Masing-ma­sing cluster terdiri dari 26 blok. Total ada 2.600 kamar di rusun ini. Tapi hanya 700 kamar di tujuh blok yang ditempati. Sisa­nya kosong.

Kondisi ini membuat Gub­er­nur DKI Joko Widodo prihatin. “Selama ini terbengkalai, ba­nyak ditinggalin begitu saja. Jadinya rusak. Pintu rusak, klo­set hi­lang. Kalau dibiarin terus maka bisa habis banyak,” kata dia.

Menurutnya, bila rusun-rusun itu terus dibiarkan terbengkalai lama kelamaan bisa hancur. Pa­dahal, sudah banyak biaya yang dikeluarkan untuk pem­ba­ng­u­nannya. Perbaikan rusun yang rusak juga bakal banyak makan anggaran.

Agar rusun-rusun itu bisa di­huni, Jokowi meminta agar di­se­diakan fasilitas penunjang un­tuk para penghuni. “Rusunnya sepi karena banyak fasilitas yang belum diberesin. Contoh di Rusun Marunda. Dua puluh enam blok itu nggak ada pasar. Mestinya ada pasarnya. Nggak ada puskesmas. Mestinya ada pus­kesmas-nya. Nggak ada transpor. Mestinya diberi bus lah,” katanya.

Jokowi sudah kali berkunjung ke rusun Marunda. Rusun ini pun mulai dibenahi. Puluhan pe­kerja terlihat terfokus  di Clus­ter B. Sebagian bekerja de­ngan menggunakan  kuas dan rol melakukan pengecatan ulang dinding rumah susun.

Warna lama, yang didominasi cokelat, diganti dengan warna paduan biru langit dan biru tua.  Tak jauh dari mereka, beberapa pekerja terlihat merampungkan menanam pohon mangga yang diletakkan di tengah-tengah komplek bangunan untuk mem­perindah pemandangan.

Sebagian plafon dan kusen, yang sebelumnya banyak jebol dan hilang dicuri di Cluster B, utuh kembali. “Banyak yang ha­rus diperbaiki. Kami berusa­ha cepat,” kata salah satu pe­nanggung jawab teknis Rusu­nawa Marunda, Otong.

Pria 47 tahun ini diberi waktu 40 hari untuk menyelesaikan rehabilitasi. Maka, dia berfokus pada empat perbaikan, yaitu pengecatan bangunan, pem­ba­ngu­nan pos keamanan, per­bai­kan taman, dan menyelesaikan instalasi listrik.

Fokus diarahkannya di dua cluster, A dan B.  Sedangkan Clus­ter C ada kemungkinan akan terbengkalai karena belum ada serah-terima aset dari Ke­menterian Perumahan Rakyat ke Unit Pengelola Teknis (UPT) Rumah Susun Dinas Peru­ma­han DKI Jakarta.

Menengok di Cluster C tam­pak gelap dan cat-cata ba­ngu­nan sudah terlihat kusam. Be­gitu didekati, sejumlah dinding tam­pak berjamur dengan cat me­ngelupas di sana-sini. Se­jum­lah tiang besi juga tampak berkarat.

Jokowi menargetkan tahun de­pan, rusun-rusun yang masih sepi sudah terisi semua. “De­ngan catatan, fasilitas sudah siap, seperti puskesmas, pasar, trans­portasi dan air di sekitar rusun.”

Kata dia, masih banyak war­ga Jakarta yang butuh tempat tinggal yang layak. Mereka bisa mendaftar ke Dinas Perumahan untuk bisa menempati rusun-rusun yang masih kosong.

“Sekarang yang di Marunda sudah tiga (blok) yang siap un­tuk dimasukin. Pokoknya per­baiki, masuk. Perbaiki masuk. Pokoknya tak jamin itu, se­mua­nya harus diisi,” katanya.   [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA