Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Warga Masih Bingung Cara Berobat Gratis

Dikasih Kartu Sehat Oleh Jokowi

Kamis, 15 November 2012, 10:15 WIB
Warga Masih Bingung Cara Berobat Gratis
Kartu Sehat

rmol news logo Nurhasanah, 49 tahun, duduk bersender di pintu depan rumahnya. Telapak tangan kanannya memegang pipi sebelah kiri. Sesekali dia merintih, seperti orang yang sedang menahan sakit.

“Saya sedang sakit gigi mas. Sudah tiga hari ini belum sem­buh-sembuh. Padahal udah mi­num puyer dan obat warung. Tapi bukannya sembuh, malah tambah sakit,” kata warga RT 10/06 Ke­lurahan Manggarai, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan.

Kenapa tidak berobat? Awal­nya wanita yang sehari-hari be­kerja sebagai buruh cuci pakaian di rumah tetangganya ini me­ngang­gap sakit giginya masih biasa. Makanya selama tiga hari, dirinya tetap bekerja seperti biasa tanpa sekalipun mencoba berobat.

Biasanya, Nur mengaku cukup beberapa kali minum obat yang dibeli dari warung sakit giginya bisa sembuh. Tapi sekarang bu­kannya sembuh, gusinya malah bengkak yang menimbulkan rasa nyeri luar biasa. “Kayak ditusuk-tusuk gitu,” tuturnya sambil me­ngelus-elus pipi yang bengkak.

“Saya sih rencananya hari Ju­mat mau berobat ke Puskesmas. Lagian anak saya yang kecil juga lagi buang-buang air terus. Sekalian mau coba Kartu Jakarta Sehat yang dikasih Pak Jokowi,” tambahnya.

Senin lalu (12/11), Nur ber­sama puluhan warga di Ke­lu­ra­han Manggarai menerima Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang dibagi-bagikan langsung Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Bekas Wali Kota Solo itu mendatangi ke ru­mah-rumah warga sesuai nama yang tertera di KJS didampingi Kepada Dinas Kesehatan DKI, Camat, Lurah dan pengurus RT/RW.

Sejak menerima KJS, Nur dan suaminya belum pernah meng­gu­na­kannya. Alasannya belum pa­ham cara berobat dengan kartu itu. “Kemarin saat pembagian me­mang dijelaskan. Tapi saya kurang paham. Kata tetangga sih tinggal bawa ke puskesmas, maka berobat gratis,” tutur istri penjual teh di Stasiun Senen, Jakarta Pusat itu.

Nur lantas masuk ke dalam rumah mungilnya. Rumahnya ha­nya berukuran 3x5 meter dengan dindingnya terbuat dari kayu dan tripleks. Di beberapa bagian su­dah keropos dan bolong akibat di­makan usia dan rayap.

Agar bisa menampung seluruh anggotanya keluarganya, Sla­met, suami Nur membangun ting­kat. Sama seperti lantai ba­wah, lantai dua rumahnya juga di­buat dari ba­han tidak perm­a­nen itu. Bah­kan terlihat kua­li­tas­nya lebih buruk.

Di lantai bawah hanya ada satu ruangan tanpa disekat-sekat. Lan­tainya diplur semen. Di beberapa bagian sudah terlihat gompal. Tidak ada kursi dan meja untuk tamu. Tamu yang datang duduk di lantai.

Ruangan ini banyak dipenuhi ba­rang-barang. Di antaranya em­ber besar mirip drum dan dua le­m­ari kayu yang sudah kusam. Nur membuka pintu lemari di kiri. Ia membukanya perlahan karena karena pintu yang ter­buat dari tripleks itu sudah mu­lai rusak.

Isi dalam lemari pun terlihat sa­mar lampu ruangan tak di­nya­lakan. Lemari itu memiliki tiga rak untuk menyimpan pakaian. Nur memasukkan tangannya ke bawah tumpukan pakaian di rak dua.

Diambilnya plastik ukuran se­te­ngah kiloan dari bawah tum­pukan baju itu. Di dalam plastik itu ada empat kartu berukuran KTP. “Ini kartu sehat yang kami punya. Ada punya saya, suami dan kedua anak saya. Jadi jum­lahnya empat,” kata Nur sambil menunjukkan KJS. Kartu itu sengaja dibungkus plastik tidak rusak.

Kartu yang ditunjukkannya ter­diri dari dua warna. Bagian atas merah tua dengan logo DKI dan ada tulisan Kartu Jakarta Sehat. Sedangkan di bagian bawahnya berisi biodata pemilik kartu: nama, tanggal lahir dan alamat.

Rodiyah, 38 tahun, tetangga Nur juga mengaku belum me­manfaatkan KJS yang diterima. Dia bingung de­ngan manfaat kar­tu yang pada Senin dite­rimanya langsung dari gu­bernur DKI.

“Saya belum urus surat apa-apa, eh dapat. Dulu kan saya pu­nya Jamkesda (Jaminan Ke­sehatan Daerah). Ngurusnya dulu repot, kenapa sekarang sudah dikasih? Saya pikir waktu itu masih contoh saja,” katanya sambil tertawa.

Kendati belum pernah meng­gunakan, Diyah dan lima anggota keluarganya yang juga mendapat KJS lebih tenang. Mereka tak perlu bingung jika sewaktu-wak­tu sakit dan harus berobat.

“Sekarang karena belum sakit, jadi belum terpakai. Besok-besok pasti saya ada sakitnya. Siapa yang tidak mau berobat gratis,” katanya.

Gubernur DKI Jakarta Jokowi menargetkan KJS untuk 4,7 juta orang. Atau sekitar 50 persen jum­lah warga Ibu Kota. Untuk uji coba, KJS dibagikan kepada 3.000 warga di enam kelurahan yang tinggal di daerah kumuh.

Selain ke Manggarai, Jokowi juga membagi-bagi kartu se­hat—janji kampanye dulu—di Kelu­rahan Bukit Duri, Tanah Tinggi, Pademangan Timur, Tambora dan Marunda. Jokowi mendatangi satu per satu rumah warga yang namanya tercantum di kartu itu.

Sesuai data Program Per­lin­dungan Sosial (PPLS) tahun 2011. penerima kartu sehat di Kelurahan Bukit Duri berjumlah 502 orang, Kelurahan Pade­ma­ngan Timur 497 orang, Kelurahan Marunda 494 orang, Kelurahan Tanah Tinggi 503 orang, Ke­lurahan Tambora 504 orang, dan Kelurahan Manggarai 505 orang.

Jor-joran Kartu Sehat, Tagihan Rumah Sakit Bisa Membengkak

Sikap Jokowi yang jor-joran memberikan KJS dan pengobatan gratis dikhawatirkan bakal mem­buat Pemerintah Provinsi (Pem­prov) DKI memiliki utang besar ke pihak rumah sakit.

Deddy Suryadi, juru bicara RSUD Pasar Rebo, Jakarta Timur menyambut baik peluncuran KJS yang memudahkan warga kurang mampu memperoleh layanan k­e­se­hatan. Tapi dia khawatir klaim program ini bakal membengkak dan memberatkan Pemprov DKI.

 â€œSelama tahun 2012, utang Pemprov DKI untuk biaya pela­yanan kesehatan warga di RSUD Pasar Rebo mencapai Rp 5,5 mi­liar. Padahal, sebagai badan la­ya­nan umum, kami sangat mem­bu­tuhkan dana segar untuk mem­biayai pelayanan kesehatan di ru­mah sakit ini,” kata Deddy.

Dia meminta, sistem klaim program KJS meniru Jaminan Ke­sehatan Masyarakat (Jam­kes­mas) Kementerian Kesehatan. Me­nurutnya, sistem klaim Jam­ke­smas cukup terkontrol lewat ja­ringan internet yang saling te­r­hubung. Setiap pengeluaran ru­mah sakit dapat dilaporkan se­gera. Dana klaim yang diajukan rumah sakit dapat dicairkan se­bulan sekali.

Deddy berharap, ada sinergi KJS dengan program pelayanan kesehatan yang sudah ada. Misal­nya, program Keluarga Miskin (Ga­kin) dan Surat Keterangan Ti­dak Mampu (SKTM). Sinergi program ini penting agar klaim pembiayaan kesehatan bisa di­cairkan setiap sebulan sekali.

Jokowi menjamin tidak akan ada masalah dengan program KJS. Dia juga memastikan pe­serta program Jamkesda akan menjadi peserta KJS. Mengenai klaim rumah sakit yang belum di­bayar Pemprov DKI, ia berjanji se­gera melunasinya.

Bahkan, pihaknya sudah me­nga­lokasikan anggaran Rp 800 miliar untuk membiayai layanan kesehatan gratis di tahun ini. Un­tuk tahun 2013, anggaran akan di­tingkatkan jadi Rp 1 triliun.

Bekas Wali Kota Solo ini me­ngatakan, anggaran tersebut sudah diusulkan dalam RAPBD DKI 2013. Warga yang meme­gang KJS akan mendapat pe­la­ya­nan kesehatan gratis dan di­tang­gung biaya berbagai penyakitnya mulai dari penyakit ringan sam­pai pe­nyakit kritis.

“Dari penyakit panu sampai yang kritis di-cover (tanggung) Kartu Jakarta Sehat. Periksa da­rah, cuci darah, sampai mela­hir­kan gratis,” terangnya.

Menurut Jokowi, anggaran se­be­sar Rp 800 miliar untuk KJS pada tahun ini dinilai belum cu­kup untuk memberikan layanan ke­se­hatan gratis bagi warga Jakarta.

Karena itu, pihaknya menam­bahkan anggaran di 2013 menjadi Rp 1 triliun. Namun itu perlu men­dapat persetujuan DPRD DKI. “Saya serahkan ke Dewan,” kata Jokowi.

“Nanti juga ada manajemen kontroling Kartu Jakarta Sehat. Ke­uangan yang pegang Bank DKI agar sistem billing-nya ber­jalan baik,” paparnya.

Pasien Di Puskesmas Naik Dua Kali Lipat

Setelah KJS diluncurkan, warga ramai-ramai mendatangi puskesmas untuk mendapat kartu berobat gratis itu. Di Puskesmas Tambora, Jakarta Barat, misal­nya. Sejak pagi kemarin sudah di­penuhi warga yang hendak me­ra­sakan berobat gratis dengan KJS.

Warga pun antre panjang di loket pendaftaran maupun klinik pemeriksaan. Mereka yang tidak memiliki KJS sudah membekali diri dengan KTP dan Kartu Ke­luarga (KK).

“Bagi warga yang tidak pu­nya KJS, bisa membawa KTP dan KK. Tapi kalau tidak ada, kami akan kenakan biaya sebe­sar Rp 2.000,” jelas Hulman, petugas administrasi di pu­s­kes­mas.

Menurut dia, warga antusias men­dapatkan pengobatan gratis di puskesmas ini. Hingga pukul 11 siang, tercatat sudah 50 warga yang berobat.

“Biasanya hingga tutup saja, warga yang datang berobat tidak lebih dari 25 orang. Tapi sejak beberapa hari ini (kemarin—red), warga yang datang cukup ba­nyak,” jelasnya.

Bisa Tahu Riwayat Penyakit Pasien

Gubernur DKI Jokowi mengklaim Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang diluncurkan akhir pekan lalu lebih baik dari pr­o­gram Jamkesda.

“Yah beda jauh dong dengan Jamkesda, Kartu Jakarta Sehat ini sistemnya lebih jelas, dan manajemennya lebih baik,” tegasnya.

Sebelumnya, di DKI ada pro­gram Jaminan Kesehatan Dae­rah (Jamkesda) untuk warga ku­rang mampu.

Ia lalu menjelaskan per­be­da­an KJS dengan Jamkesda. Kata dia, sistem keuangan KJS. Ke­mu­dian, ada sistem laporan dan riwayat kesehatan warga. “Mi­salnya, bulan Januari (sakit) panu, Februari panas, Maret kurap. Semua itu akan terekam dalam laporan,” ujarnya. Me­nurut dia, ini mempermudah do­kter saat menangani pasien.

Perbedaan lainnya, untuk mendapatkan KJS sangat mu­dah. Tidak perlu melewat bi­rokrasi yang berbelit-belit. War­ga, kata dia, cukup memiliki KTP DKI untuk mendapatkan kartu ini.

“Punya KTP, punya tanda se­ba­gai warga DKI, itu sudah cu­kup, cara dapatkannya gak per­lu ke RT ke RW, langsung saja ke Puskesmas,” kata Jo­kowi.

Mau Berobat Gratis? Tunjukkan KTP Dan KK Saja

Belum Kebagian Kartu Sehat

Belum punya Kartu Jakarta Sehat tak berarti warga miskin Ibu Kota tidak bisa menda­pat­kan pengobatan gratis. Cukup menunjukan KTP dan Kartu Ke­luarga (KK), warga yang ber­obat di Puskesmas akan men­da­patkan pelayanan cuma-cuma.

Siti Rokhayah, warga RW 10, Kelurahan Manggarai, Jakarta Selatan mengaku belum men­dapatkan KJS saat Gubernur DKI Joko Widodo datang ke kam­pungnya, Senin lalu.

Namun, dia tidak khawatir ti­dak bisa berobat gratis. Ia men­dapat informasi bahwa warga DKI tetap mendapatkan pengo­batan gratis di Puskesmas. Le­tak Puskesmas Manggarai tak jauh dari rumahnya.

“Alhamdulillah, tadi saya (berobat) sama sekali tidak di­pu­ngut biaya. Saat daftar, saya ha­nya diminta fotokopi KTP dan KK. Setelah itu lang­sung dilayani dan gratis,” jelas wanita yang sudah ditinggal wafat suaminya sejak 4 tahun lalu ini.

Siti juga membawa anak bung­sunya yang berusia lima tahun yang sakit panas ke pus­kesmas. Dia sendiri berobat karena menderita demam sejak 2 hari lalu.

“Kami berdua diperiksa dok­ter dan dikasih obat secara gra­tis. Biasanya kalau ke Pus­kes­mas untuk pendaftaran saja ha­rus bayar. Nanti obat juga bayar lagi,” jelasnya.

“Katanya nanti saya juga akan mendapatkan kartu sehat seperti warga yang lain. Tapi be­lum tahu kapan. Katanya akan dikabari,” kata Siti.

Hal senada disampaikan Yuni, warga satu kampung Siti. Mes­kipun belum kebagian KJS, Yuni sudah merasakan layanan ke­se­hatan gratis di puskesmas dekat ru­mahnya. Meskipun pengo­ba­tan­nya hanya sekelas puskesmas, ibu tiga anak ini merasa senang.  [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA