Para hakim tampak berjejer antre di depan toilet di pojok lanÂtai dua gedung berwarna krem ini. Masing-masing memegang botol kecil.
“Kami sedang melakukan tes urine,†kata Ketua Pengadilan NeÂgeri Depok Prim Haryadi. EmÂpat petugas kepolisian tampak siÂbuk mempersiapkan tes itu. MeÂreka mencacat nama-nama yang dites air seninya.
Untuk mendapatkan hasil yang akurat, petugas kepolisian meÂminÂta air di bak toilet dikosong. Ini untuk menjaga kemurnian uriÂne yang akan dites. Karena bak sudah dikosongkan, mereka yang dites tidak bisa mencampur urine dengan air, yang bisa mengurangi kadar kandungan urine.
Satu per satu hakim ke toilet. Ada yang sebentar. Ada yang agak lama. Botol yang sudah berÂisi urine lalu diserahkan kepada peÂtugas kepoliÂsian. Petugas dari SaÂtuan Narkoba Polres Kota DeÂpok ini lalu meÂmaÂsukkan alat raÂpid test untuk meÂnguji urine apaÂkah mengandung narÂkoba atau tidak. Hasilnya bisa diketahui dalam 10 menit.
Prim Haryadi mengaku tes urine terhadap jajaran hakim di Pengadilan Negeri (PN) Depok ini untuk menyikapi kasus peÂnangkapan seorang hakim karena menjadi pecandu narkoba.
Sebelumnya, Puji Wijayanto, haÂkim di Pengadilan Negeri BeÂkasi ditangkap aparat Badan NarÂkotika Nasional (BNN) saat pesta narkoba di kamar karaoke Illigals Hotel dan Club, JalanHayam WuÂruk, Jakarta Barat.
Puji ditangkap bersama dua reÂkan prianya dan empat wanita pengÂhibur. Dari penggeledahan yang dilakukan, aparat meneÂmuÂkan pil ekstasi (ineks) dan sabu-sabu berikut alat penghisapnya di kamar itu. Hasil tes urine meÂnunÂjukkan Puji positif mengonsumsi ekstasi dan sabu.
Menurut Prim Haryadi, kasus peÂnangkapan Puji bisa memunÂcuÂlÂkan kesan buruk masyarakat bahÂwa dunia peradilan sudah terÂceÂmar narkoba. Padahal, hanya seÂgelintir hakim yang terjerumus jadi pengguna narkoba.
“Kami ingin memastikan seÂkaligus menjawab keraguan maÂsyarakat atas masalah hakim dan narkotika ini,†katanya. Makanya Prim meminta dilakukan tes urine untuk hakim-hakim di bawah pengawasannya.
Dari 13 hakim yang bertugas di pengadilan, hanya 12 yang meÂngikuti tes urine. Hakim Wahyu Widya Nurfitri tak ikut tes karena sedang berada di Semarang.
“Kami merencanakan tes ini seÂcara mendadak. Senin pagi saya telepon Kapolres untuk melaÂkuÂkan bisa tes urine kepada seluruh hakim di PN Depok,†kata Prim.
Tes urine ini, sambung dia, unÂtuk menunjukkan kepada maÂsyaÂrakat bahwa hakim-hakim PeÂngaÂdilan Negeri Depok tak ada yang jadi pengguna narkoba.
“PN DÂeÂpok banyak menangani kasus narkoba. Jadi harus dipasÂtikan bahwa hakim-hakim PN DeÂpok benar-benar bersih dari narkoba,†katanya.
Agar transparan dan hasilnya obyektif, tes urine dilakukan piÂhak lain. Makanya Prim meminta bantuan Polres Kota Depok. SeÂlain itu ada seorang dokter yang mengawasi tes urine ini.
Bagaimana hasilnya? Kepala Unit Narkoba Polres Kota Depok, Mansyur mengatakan semua uriÂne yang tes hasilnya negatif. ArtiÂnya hakim-hakim itu tidak ada yang mengonsumsi narkoba. HaÂsil ini, kata Mansyur, akan diÂlaÂporkan ke Kapolres.
Untuk tahap awal, Pengadilan Negeri (PN) Depok hanya meÂlakukan tes urine bagi hakim. SeÂlanjutkan seluruh panitera dan staf di pengadilan ini.
Prim Haryadi menegaskan piÂhaknya tidak bisa mentolerir menÂggunakan narkoba oleh hakim maupun staf pengadilan. Bila keÂtaÂhuan, bukan diberi sankÂsi inÂterÂnal tapi juga diÂserahkan ke polisi.
Di Mahkamah Agung (MA) tes urine untuk hakim ini baru seÂbatas usul yang akan dilakukan. “MungÂkin ke depannya semua haÂkim akan dites urine. Saya akan usulkan itu,†kata Ketua Muda PiÂdana Khusus MA Djoko Sarwoko tak lama seteÂlah kasus peÂnangÂkapan hakim Puji.
Menurut Djoko, tes urine ini seÂbagai bentuk pengawasan terÂhaÂdap para hakim agar tak meÂngonsumsi narkoba. Ia meminta seluruh kepala pengadilan untuk melakukan pengawasan intensif kepada para hakim.
“Semua ketuanya harus tangÂgung jawab, membina dan meÂngaÂwasi hakim di bawahnya. KeÂtua pengadilan negeri dan peÂngaÂdilan tinggi harus jadi pengawal terÂdeÂpan,†katanya. Sementara keÂpada haÂkim, Djoko meminta untuk menÂjaga kredibilitas dan mematuhi kode etik.
Bila di MA tes urine masih seÂbaÂtas usul, Prim merasa tak perlu meÂnunggu perintah dari atas unÂtuk menjaga jajaran dari peÂngaÂruh narkoba. “Kita tidak ingin pengadilan tercoreng. Saya resah. Saat MA meningkatkan kreÂdiÂbiÂliÂtas, namun ada saja hakim naÂkal,†ujarnya beralasan.
Jejak Narkoba Di Rambut Tidak Hilang Tiga Bulan
Langkah Ketua Pengadilan Negeri Depok yang menggelar tes urine terhadap para hakim yang berada di bawah pengaÂwaÂsannya, patut diapresiasi.
Namun tes urine ini memiliki kelemahan. Tes ini tidak bisa mendeteksi narkoba yang sudah dikonsumsi lama. Kandungan narkoba dalam urine dapat berÂkurang dan hilang dalam waktu singkat, antara 48 hingga 72 jam. Kandungan narkoba cepat hilang bila orang sering minum dan buang air kecil.
Lantaran tes urine memiliki keÂlemahan, para ahli pun meÂngemÂbangan cara pengujian yang bisa mengendus jejak penggunaan narÂkoba lebih lama. Caranya deÂngan tes rambut.
Dari rambut bisa diketahui jejak narkoba dalam kurun waktu tiga bulan ke belakang. Pengujian dengan media rambut ini lebih sederhana dan tidak menjijikkan dibandingkan memeriksa urine.
Namun pengujian ini juga puÂnya kelemahan. Waktu peÂnguÂjiannya butuh waktu lama dan harus dilakukan di laboratorium. SeÂmentara tes urine sudah bisa diketahui hasilnya dalam tempo 10 menit.
Tes ini bisa dilakukan di mana saja, karena alat pÂeÂngetesnya muÂdah dibawa-bawa.
Pengujian kandungan narkoba juga bisa lewat air liur. Hasilnya bisa diketahui lebih cepat lagi. Hanya menunggu lima menit bisa diketahui apakah seseorang positif pengonsumsi narkoba atau tidak. Efektivitas tes ini 20 jam sampai dua hari. Setelah itu tes ini sulit mendeteksi narkoba.
Nggak Ada Lembaga Penegak
Hukum Yang Bebas Narkoba
Kepala Bagian Humas Badan Narkotika Nasional (BNN) SuÂmiÂrat Dwiyanto menyatakan, apaÂrat penegak hukum yang tersandung kasus narkoba cukup banyak.
Dia menyebutkan data tahun 2011 sebanyak 220 personil Polri terlibat kasus narkoba. Khusus di internal BNN, tiga orang diÂnyaÂtaÂkan positif mengkonsumsi bahan kimia yang mengandung narkotika, psikotropika dan zat adiktif.
“Selain anggota Polri, lapas (lembaga pemasyarakatan), haÂkim, TNI, bea cukai, jaksa dan insÂtansi PNS lain juga ada yang menyalahgunakan narkoba. Tapi saya lupa jumlahnya. Kalo hakim ada dua orang yang tertangkap dan terakhir adalah hakim Puji Wijayanto,†katanya.
Guna mencegah semakin berÂtamÂbahnya aparat nakal yang terÂjerumus narkoba, BNN meÂnganÂjurkan tiap instansi melaksanakan tiga formula. Yakni sosialisasi damÂpak narkoba, pemberian sanksi tegas jika terbukti dengan rangkaian uji laboratorium serta menempatkan pecandu ke pusat rehabilitasi.
BNN tidak mungkin mengaÂwasi satu per satu penegak huÂkum. “Jumlah petugas hukum di IndÂÂonesia ini sangat banyak. TÂiÂdak mungkin kami (BNN) mamÂpu menangani semuanya. Butuh anggaran besar dan dari mana dana itu kita dapat?†jelasnya.
Untuk itu, menurut dia, seÂbaikÂnya lembaga pemerintah bisa menjalankan program BNN. Jika keÂsulitan, instansi itu bisa meÂminÂta lembaga resmi BNN di daeÂrah masing-masing untuk menggelar tes narkoba.
Sumirat mencontohkan, bebeÂrapa waktu lalu Komando PaÂsuÂkan Khusus (Kopassus) TNI AD menggelar pemeriksaan urine unÂtuk seluruh prajurit dan perwira. “(Tes urine) itu permintaan dari Kopassus. Selain TNI AD, TNI AL dan TNI AU juga sudah meÂlakukan pengujian itu. Kegiatan ini mengÂgunakan dana patuÂngan,†katanya.
Ia menambahkan, tak semua peÂnegak hukum sudah menjalani tes ini. Program yang dilakukan TNI dan Polri ini adalah contoh kepedulian dalam memberantas narkoba. Diharapkan kegiatan tersebut bisa diikuti instansi lain hingga semua petugas bersih dari narkoba.
MA: Tangkap Saja Hakim Pemadat
Mahkamah Agung (MA) tidak akan melindungi hakim yang menjadi pecandu narkoba. Aparat BNN maupun kepoliÂsian bisa langsung menangkap hakim pemadat tanpa perlu izin dari MA.
“Penegak hukum boleh meÂlaÂkukan kewajibannya melaÂkuÂkan penangkapan tanpa perlu berkoordinasi dengan MA terÂleÂbih dulu,†tegas Kepala Biro HuÂkum dan Humas Mahkamah Agung (MA), Ridwan Mansyur.
Menurut dia, hakim yang seÂdang tidak memimpin sidang atau di luar pengadilan, keÂduÂduÂÂkan sama seperti warga neÂgara lainnya. Hak dan kÂeÂwaÂjiban huÂkumnya tak berbeda. Jadi, hakim tidak perlu diÂistimewakan.
Koordinasi dengan MA, lanÂjut Ridwan, perlu dilakukan jika aparat penegak hukum hendak menangkap hakim yang tengah bersidang. “Kalau sedang berÂsiÂdang, hakim tersebut masih bernaung di MA, bukan maÂsyaÂrakat biasa,†katanya.
Sebelumnya, aparat BNN meÂnangkap hakim Pengadilan Negeri Bekasi Puji Wijayanto saat sedang tidak bertugas. Puji ditangkap saat pesta narkoba di tempat hiburan malam di HaÂyam Wuruk, Jakarta Barat.
Puji kemudian ditetapkan terÂsangka setelah hasil tes urine meÂnunjukkan dia terbukti meÂngonÂsumsi ekstasi dan sabu-sabu.
Menurut Ketua Muda Pidana Khusus MA Djoko Sarwoko, penetapan tersangka ini memÂbawa konsekuensi atas status Puji di pengadilan. Hakim yang telah ditetapkan sebagai terÂsangÂka akan diberhentikan seÂmentara. Ia akan diberhentikan dengan tidak hormat bisa sudah jadi terpidana.
“Pemecatannya diusulkan dulu ke Presiden, tapi tunggu proÂsesnya dulu. Pokoknya (haÂkim) melanggar aturan harus diberikan sanksi tegas,†tandas Djoko.
KY Terima Info Hakim Pencandu Dari Selingkuhan
Bagi Komisi Yudisial (KY) penangkapan hakim kaÂrena mengonsumsi narkoba tiÂdaklah mengagetkan.
Komisi Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY, SuÂparman Marzuki mengatakan piÂÂhaknya kerap menerima laÂpoÂran dari masyarakat meÂngeÂnai hakim yang diduga pemadat.
Laporan itu masuk dari Jawa maupun luar Jawa. KY sedang membidik 10 hakim yang dicuÂrigai mengonsumsi narkoba. “Kita belum bisa publikasikan karena masih dalam tahap peÂnyelidikan,†katanya.
Suparman menjelaskan, lapoÂran itu datang dari istri maupun selingkuhan hakim-hakim itu. Puji Wijayanto salah satu hakim yang dilaporkan ke KY.
Informasi mengenai Puji suÂdah diteruskan ke MA. “MA juga sudah turun periksa si Puji. Karena waktunya sudah lewat, hasil tes urinenya negatif,†ujar Suparman.
Belakangan, Puji diciduk BaÂdan Narkotika Nasional (BNN) saat pesta narkoba di tempat hiÂburan malam di Hayam Wuruk, JaÂkarta Barat. Hasil tes urine Puji positif mengonsumsi eksÂtasi dan sabu.
Suparman prihatin terhadap hakim yang meÂngonsumsi narÂkoba. Perilaku itu memalukan hakim di mata masyarakat. Selama ini, mÂasyarakat kerap menyoroti putusan yang buruk, dugaan maÂfia kasus dan suap di pengaÂdiÂlan. Kini, dunia peÂraÂdilan maÂkin tercoreng gara-gara peÂnangkapan hakim yang jadi peÂcandu narkoba.
Juru Bicara Komisi Yudisial (KY) Asep Rahmat Fajar, meÂngungkapkan laporan terÂbaÂnyak mengenai hakim nakal ini berÂasal dari Jakarta. Ada juga dari Jawa Barat dan Jawa TiÂmur,†katanya.
Selama kurun Januari-SepÂtemÂber 2012, KY menerima 1.357 laporan mengenai periÂlaku hakim. Ada 153 hakim yang sudah diperiksa. “KY juga suÂdah memberikan 18 reÂkoÂmenÂdasi sanksi. Dua di antaranya pemecatan,†kata Asep.
Pelanggaran-pelanggaran apa saja yang dilakukan hakim-haÂkim itu? Asep mengatakan, meÂreka melakukan pelanggaÂran peÂlanggaran profesional, berÂÂperilaku adil, dan berÂinÂtegÂritas tinggi.
Hakim yang direkomendasi untuk diberi sanksi itu bertugas di pengadilan negeri maupun pengadilan tinggi. Menurut Asep, 15 hakim pengadilan neÂgeri. Sisanya pengadilan tinggi.
“Bila dibandingkan tahun lalu, jumlah pengaduan dan tindak lanjut yang dilakukan KY cenderung meningkat. TaÂhun lalu, pengaduan sebanyak 1.724 laporan, hakim yang diÂperiksa 81 orang, rekomendasi sanksi 16 buah, dan masuk MaÂjelis Kehormatan Hakim empat kali,†bebernya. [Harian Rakyat Merdeka]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.