Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Bawa Penampung Urine, Hakim Antre Ke Toilet

Pengadilan Negeri Depok Gelar Tes Narkoba

Rabu, 24 Oktober 2012, 09:33 WIB
Bawa Penampung Urine, Hakim Antre Ke Toilet
ilustrasi, Gelar Tes Narkoba

rmol news logo Para hakim tampak berjejer antre di depan toilet di pojok lan­tai dua gedung berwarna krem ini. Masing-masing memegang botol kecil.

“Kami sedang melakukan tes urine,” kata Ketua Pengadilan Ne­geri Depok Prim Haryadi. Em­pat petugas kepolisian tampak si­buk mempersiapkan tes itu. Me­reka mencacat nama-nama yang dites air seninya.

Untuk mendapatkan hasil yang akurat, petugas kepolisian me­min­ta air di bak toilet dikosong. Ini untuk menjaga kemurnian uri­ne yang akan dites. Karena bak sudah dikosongkan, mereka yang dites tidak bisa mencampur urine dengan air, yang bisa mengurangi kadar kandungan urine.

Satu per satu hakim ke toilet. Ada yang sebentar. Ada yang agak lama. Botol yang sudah ber­isi urine lalu diserahkan kepada pe­tugas kepoli­sian. Petugas dari Sa­tuan Narkoba Polres Kota De­pok ini lalu me­ma­sukkan alat ra­pid test untuk me­nguji urine apa­kah mengandung nar­koba atau tidak. Hasilnya bisa diketahui dalam 10 menit.

Prim Haryadi mengaku tes urine terhadap jajaran hakim di Pengadilan Negeri (PN) Depok ini untuk menyikapi kasus pe­nangkapan seorang hakim karena menjadi pecandu narkoba.

Sebelumnya, Puji Wijayanto, ha­kim di Pengadilan Negeri Be­kasi ditangkap aparat Badan Nar­kotika Nasional (BNN) saat pesta narkoba di kamar karaoke Illigals Hotel dan Club, JalanHayam Wu­ruk, Jakarta Barat.

Puji ditangkap bersama dua re­kan prianya dan empat wanita peng­hibur. Dari penggeledahan yang dilakukan, aparat mene­mu­kan pil ekstasi (ineks) dan sabu-sabu berikut alat penghisapnya di kamar itu. Hasil tes urine me­nun­jukkan Puji positif mengonsumsi ekstasi dan sabu.

Menurut Prim Haryadi, kasus pe­nangkapan Puji bisa memun­cu­l­kan kesan buruk masyarakat bah­wa dunia peradilan sudah ter­ce­mar narkoba. Padahal, hanya se­gelintir hakim yang terjerumus jadi pengguna narkoba.

“Kami ingin memastikan se­kaligus menjawab keraguan ma­syarakat atas masalah hakim dan narkotika ini,” katanya. Makanya Prim meminta dilakukan tes urine untuk hakim-hakim di bawah pengawasannya.

Dari 13 hakim yang bertugas di pengadilan, hanya 12 yang me­ngikuti tes urine. Hakim Wahyu Widya Nurfitri tak ikut tes karena sedang berada di Semarang.

“Kami merencanakan tes ini se­cara mendadak. Senin pagi saya telepon Kapolres untuk mela­ku­kan bisa tes urine kepada seluruh hakim di PN Depok,” kata Prim.

Tes urine ini, sambung dia, un­tuk menunjukkan kepada ma­sya­rakat bahwa hakim-hakim Pe­nga­dilan Negeri Depok tak ada yang jadi pengguna narkoba.

“PN D­e­pok banyak menangani kasus narkoba. Jadi harus dipas­tikan bahwa hakim-hakim PN De­pok benar-benar bersih dari narkoba,” katanya.

Agar transparan dan hasilnya obyektif, tes urine dilakukan pi­hak lain. Makanya Prim meminta bantuan Polres Kota Depok. Se­lain itu ada seorang dokter yang mengawasi tes urine ini.

Bagaimana hasilnya? Kepala Unit Narkoba Polres Kota Depok, Mansyur mengatakan semua uri­ne yang tes hasilnya negatif. Arti­nya hakim-hakim itu tidak ada yang mengonsumsi narkoba. Ha­sil ini, kata Mansyur, akan di­la­porkan ke Kapolres.

Untuk tahap awal, Pengadilan Negeri (PN) Depok hanya me­lakukan tes urine bagi hakim. Se­lanjutkan seluruh panitera dan staf di pengadilan ini.

Prim Haryadi menegaskan pi­haknya tidak bisa mentolerir men­ggunakan narkoba oleh hakim maupun staf pengadilan. Bila ke­ta­huan, bukan diberi sank­si in­ter­nal tapi juga di­serahkan ke polisi.

 Di Mahkamah Agung (MA) tes urine untuk hakim ini baru se­batas usul yang akan dilakukan. “Mung­kin ke depannya semua ha­kim akan dites urine. Saya akan usulkan itu,” kata Ketua Muda Pi­dana Khusus MA Djoko Sarwoko tak lama sete­lah kasus pe­nang­kapan hakim Puji.

Menurut Djoko, tes urine ini se­bagai bentuk pengawasan ter­ha­dap para hakim agar tak me­ngonsumsi narkoba. Ia meminta seluruh kepala pengadilan untuk melakukan pengawasan intensif kepada para hakim.

“Semua ketuanya harus tang­gung jawab, membina dan me­nga­wasi hakim di bawahnya. Ke­tua pengadilan negeri dan pe­nga­dilan tinggi harus jadi pengawal ter­de­pan,” katanya. Sementara ke­pada ha­kim, Djoko meminta untuk men­jaga kredibilitas dan mematuhi kode etik.

Bila di MA tes urine masih se­ba­tas usul, Prim merasa tak perlu me­nunggu perintah dari atas un­tuk menjaga jajaran dari pe­nga­ruh narkoba. “Kita tidak ingin pengadilan tercoreng. Saya resah. Saat MA meningkatkan kre­di­bi­li­tas, namun ada saja hakim na­kal,” ujarnya beralasan.

Jejak Narkoba Di Rambut Tidak Hilang Tiga Bulan

Langkah Ketua Pengadilan Negeri Depok yang menggelar tes urine terhadap para hakim yang berada di bawah penga­wa­sannya, patut diapresiasi.

Namun tes urine ini memiliki kelemahan. Tes ini tidak bisa mendeteksi narkoba yang sudah dikonsumsi lama. Kandungan narkoba dalam urine dapat  ber­kurang dan hilang dalam waktu singkat, antara 48 hingga 72 jam. Kandungan narkoba cepat hilang bila orang sering minum dan buang air kecil.

Lantaran tes urine memiliki ke­lemahan, para ahli pun me­ngem­bangan cara pengujian yang bisa mengendus jejak penggunaan nar­koba lebih lama. Caranya de­ngan tes rambut.

Dari rambut bisa diketahui jejak narkoba dalam kurun waktu tiga bulan ke belakang. Pengujian dengan media rambut ini lebih sederhana dan tidak menjijikkan dibandingkan memeriksa urine.

Namun pengujian ini juga pu­nya kelemahan. Waktu pe­ngu­jiannya butuh waktu lama dan harus dilakukan di laboratorium. Se­mentara tes urine sudah bisa diketahui hasilnya dalam tempo 10 menit.

Tes ini bisa dilakukan di mana saja, karena alat p­e­ngetesnya mu­dah dibawa-bawa.

Pengujian kandungan narkoba juga bisa lewat air liur. Hasilnya bisa diketahui lebih cepat lagi. Hanya menunggu lima menit bisa diketahui apakah seseorang positif pengonsumsi narkoba atau tidak. Efektivitas tes ini 20 jam sampai dua hari. Setelah itu tes ini sulit mendeteksi narkoba.

Nggak Ada Lembaga Penegak

Hukum Yang Bebas Narkoba

Kepala Bagian Humas Badan Narkotika Nasional (BNN) Su­mi­rat Dwiyanto menyatakan, apa­rat penegak hukum yang tersandung kasus narkoba cukup banyak.

Dia menyebutkan data tahun 2011 sebanyak 220 personil Polri terlibat kasus narkoba. Khusus di internal BNN, tiga orang di­nya­ta­kan positif mengkonsumsi bahan kimia yang mengandung narkotika, psikotropika dan zat adiktif.

“Selain anggota Polri, lapas (lembaga pemasyarakatan), ha­kim, TNI, bea cukai, jaksa dan ins­tansi PNS lain juga ada yang menyalahgunakan narkoba. Tapi saya lupa jumlahnya. Kalo hakim ada dua orang yang tertangkap dan terakhir adalah hakim Puji Wijayanto,” katanya.

Guna mencegah semakin ber­tam­bahnya aparat nakal yang ter­jerumus narkoba, BNN me­ngan­jurkan tiap instansi melaksanakan tiga formula. Yakni sosialisasi dam­pak narkoba, pemberian sanksi tegas jika terbukti dengan rangkaian uji laboratorium serta menempatkan pecandu ke pusat rehabilitasi.

BNN tidak mungkin menga­wasi satu per satu penegak hu­kum. “Jumlah petugas hukum di Ind­­onesia ini sangat banyak. T­i­dak mungkin kami (BNN) mam­pu menangani semuanya. Butuh anggaran besar dan dari mana dana itu kita dapat?” jelasnya.

Untuk itu, menurut dia, se­baik­nya lembaga pemerintah bisa menjalankan program BNN. Jika ke­sulitan, instansi itu bisa me­min­ta lembaga resmi BNN di dae­rah masing-masing untuk menggelar tes narkoba.

Sumirat mencontohkan, bebe­rapa waktu lalu Komando Pa­su­kan Khusus (Kopassus) TNI AD menggelar pemeriksaan urine un­tuk seluruh prajurit dan perwira. “(Tes urine) itu permintaan dari Kopassus. Selain TNI AD, TNI AL dan TNI AU juga sudah me­lakukan pengujian itu. Kegiatan ini meng­gunakan dana patu­ngan,” katanya.

Ia menambahkan, tak semua pe­negak hukum sudah menjalani tes ini. Program yang dilakukan TNI dan Polri ini adalah contoh kepedulian dalam memberantas narkoba. Diharapkan kegiatan tersebut bisa diikuti instansi lain hingga semua petugas bersih dari narkoba.

MA: Tangkap Saja Hakim Pemadat

Mahkamah Agung (MA) tidak akan melindungi hakim yang menjadi pecandu narkoba. Aparat BNN maupun kepoli­sian bisa langsung menangkap hakim pemadat tanpa perlu izin dari MA.

“Penegak hukum boleh me­la­kukan kewajibannya mela­ku­kan penangkapan tanpa perlu berkoordinasi dengan MA ter­le­bih dulu,” tegas Kepala Biro Hu­kum dan Humas Mahkamah Agung (MA), Ridwan Mansyur.

Menurut dia, hakim yang se­dang tidak memimpin sidang atau di luar pengadilan, ke­du­du­­kan sama seperti warga ne­gara lainnya. Hak dan k­e­wa­jiban hu­kumnya tak berbeda. Jadi, hakim tidak perlu di­istimewakan.

Koordinasi dengan MA, lan­jut Ridwan, perlu dilakukan jika aparat penegak hukum hendak menangkap hakim yang tengah bersidang. “Kalau sedang ber­si­dang, hakim tersebut masih bernaung di MA, bukan ma­sya­rakat biasa,” katanya.

Sebelumnya, aparat BNN me­nangkap hakim Pengadilan Negeri Bekasi Puji Wijayanto saat sedang tidak bertugas. Puji ditangkap saat pesta narkoba di tempat hiburan malam di Ha­yam Wuruk, Jakarta Barat.

Puji kemudian ditetapkan ter­sangka setelah hasil tes urine me­nunjukkan dia terbukti me­ngon­sumsi ekstasi dan sabu-sabu.

Menurut Ketua Muda Pidana Khusus MA Djoko Sarwoko, penetapan tersangka ini mem­bawa konsekuensi atas status Puji di pengadilan. Hakim yang telah ditetapkan sebagai ter­sang­ka akan diberhentikan se­mentara. Ia akan diberhentikan dengan tidak hormat bisa sudah jadi terpidana.

“Pemecatannya diusulkan dulu ke Presiden, tapi tunggu pro­sesnya dulu. Pokoknya (ha­kim) melanggar aturan harus diberikan sanksi tegas,” tandas Djoko.

KY Terima Info Hakim Pencandu Dari Selingkuhan

Bagi Komisi Yudisial (KY) penangkapan hakim ka­rena mengonsumsi narkoba ti­daklah mengagetkan.

Komisi Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY, Su­parman Marzuki mengatakan pi­­haknya kerap menerima la­po­ran dari masyarakat me­nge­nai hakim yang diduga pemadat.

Laporan itu masuk dari Jawa maupun luar Jawa. KY sedang membidik 10 hakim yang dicu­rigai mengonsumsi narkoba. “Kita belum bisa publikasikan karena masih dalam tahap pe­nyelidikan,” katanya.

Suparman menjelaskan, lapo­ran itu datang dari istri maupun selingkuhan hakim-hakim itu. Puji Wijayanto salah satu hakim yang dilaporkan ke KY.

Informasi mengenai Puji su­dah diteruskan ke MA. “MA juga sudah turun periksa si Puji. Karena waktunya sudah lewat, hasil tes urinenya negatif,” ujar Suparman.

Belakangan, Puji diciduk Ba­dan Narkotika Nasional (BNN) saat pesta narkoba di tempat hi­buran malam di Hayam Wuruk, Ja­karta Barat. Hasil tes urine Puji positif mengonsumsi eks­tasi dan sabu.

Suparman prihatin terhadap hakim yang me­ngonsumsi nar­koba. Perilaku itu memalukan hakim di mata masyarakat.  Selama ini, m­asyarakat kerap menyoroti putusan yang buruk, dugaan ma­fia kasus dan suap di penga­di­lan. Kini, dunia pe­ra­dilan ma­kin tercoreng gara-gara pe­nangkapan hakim yang jadi pe­candu narkoba.

Juru Bicara Komisi Yudisial (KY) Asep Rahmat Fajar, me­ngungkapkan laporan ter­ba­nyak mengenai hakim nakal ini ber­asal dari Jakarta. Ada juga dari Jawa Barat dan Jawa Ti­mur,” katanya.

Selama kurun Januari-Sep­tem­ber 2012, KY menerima 1.357 laporan mengenai peri­laku hakim. Ada 153 hakim yang sudah diperiksa. “KY juga su­dah memberikan 18 re­ko­men­dasi sanksi. Dua di antaranya pemecatan,” kata Asep.

Pelanggaran-pelanggaran apa saja yang dilakukan hakim-ha­kim itu? Asep mengatakan, me­reka melakukan pelangga­ran pe­langgaran profesional, ber­­perilaku adil, dan ber­in­teg­ritas tinggi.

Hakim yang direkomendasi untuk diberi sanksi itu bertugas di pengadilan negeri maupun pengadilan tinggi. Menurut Asep, 15 hakim pengadilan ne­geri. Sisanya pengadilan tinggi.

“Bila dibandingkan tahun lalu, jumlah pengaduan dan tindak lanjut yang dilakukan KY cenderung meningkat. Ta­hun lalu, pengaduan sebanyak 1.724 laporan, hakim yang di­periksa 81 orang, rekomendasi sanksi 16 buah, dan masuk Ma­jelis Kehormatan Hakim empat kali,” bebernya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA