Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Teliti Kotak Hitam Sukhoi, Laboratorium Dijaga 24 Jam

Jumat, 18 Mei 2012, 09:20 WIB
Teliti Kotak Hitam Sukhoi, Laboratorium Dijaga 24 Jam
ilustrasi, black box
RMOL.Sorot mata Beres Sitorus terus mengawasi gerak-gerik setiap orang yang berada di gedung Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) di Jalan Medan Merdeka Timur Nomor 5, Jakarta Pusat, Rabu siang (16/5).

Setiap orang tak dikenal yang tidak mengenakan kartu identitas “Tamu” ditegurnya. Pria yang sudah bertugas lima tahun itu akan meminta orang asing menu­karkan KTP dengan kartu tamu.

“Sejak black box (Sukhoi Su­perjet 1000) diserahkan ke sini, kami diminta untuk memperketat pengamanan,” katanya. Rabu sekitar pukul 11, black box yang berisi cockpit voice recorder (CVR) tiba di gedung KNKT. Selanjutnya kotak hitam itu bawa ke laboratorium yang terletak di lantai tiga.

Menurut Beres, petugas ke­ama­nan yang menjaga labora­to­rium KNKT ditambah dari dua orang menjadi tiga orang setiap shift. Laboratorium itu dijaga 24 jam. Setiap petugas dibekali metal detector untuk mencegah orang membawa benda-benda berbahaya ke KNKT. Orang tak dikenal pun tak diperkenankan mendekati area laboratorium.

Di pintu masuk menuju rua­ngan laboratorium dipasang garis kuning yang melarang siapapun melintas, kecuali tim ahli dari KNKT. “Kami pun tidak di­perbolehkan mendekat ke lab,” kata Beres.

KNKT berkantor di gedung kuno berlantai tiga. Di sini, Ko­mite berbagi ruang dengan Di­rektorat Pelayaran dan Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Kementerian Perhubungan.

Masuk ke dalam gedung mele­wati lobby terlihat seorang petu­gas keamanan berjaga di sini. Pe­ngunjung yang ingin ke KNKT diarahkan menuju lantai tiga. Tersedia dua lift yang bisa m­e­ngantar ke lantai tersebut.

Keluar lift berhadapan dengan dua petugas keamanan. Setiap orang yang tidak jelas keper­luan­nya ke sini akan diminta untuk turun. Bila sudah ada janji ber­temu dengan pejabat KNKT, pe­ngunjung diminta mengisi buku tamu yang tersedia di atas meja. Setelah itu, petugas akan memin­ta KTP ditukar kartu tamu.

Di samping kanan meja satpam terdapat lorong yang cukup lebar. Lorong sebelah kanan menuju ke laboratorium. Masuk lebih dalam terdapat ruangan dengan pintu tertutup.

Di depan pintu dipasang tali ku­ning yang bertuliskan “Dila­rang melintas dalam proses inves­tigasi KNKT”. Di bawahnya juga dilampirkan larangan yang sama dalam bahasa Inggris “Do not cross, NTSC Accident Inves­tigation area”.

Di atas garis kuning terdapat gambar kamera yang disilang merah. Ini menunjukkan di rua­ngan ini dilarang untuk memfoto.

Sebelum masuk ke dalam laboratorium terdapat pintu kaca putih yang diburamkan selebar satu meter.

Pintu ini tertutup ra­pat. Di depan pintu ditempel pa­pan hitam bertuliskan “Labo­ra­torium”. Di bawahnya ditempel stiker warna kuning bertuliskan “Caution, authorized personel only”. Arti­nya hanya orang yang berwenang yang boleh masuk.

Dari balik pintu terlihat samar-samar ruangan seluas 4 x 8 meter yang terbagi menjadi dua rua­ngan. Kedua ruangan dipisahkan dinding kaca.

Di dalam ruangan disediakan meja berbentuk L. Di atas meja disediakan tiga monitor layar da­tar berukuran 21 inci. Di dinding ruangan itu juga dipasang mo­nitor layar datar yang lebih besar. Ukurannya 42 inci.

Di ujung ruangan terdapat dua alat untuk membaca kotak hitam jenis flight data recorder (FDR) maupun cockpit voice recorder (CVR). Beberapa kursi kerja di ruangan itu terlihat kosong.

Kepala Tim Laboratorium KNKT, Budi Nugroho me­nga­takan, pihaknya sudah menerima kotak hitam pesawat Sukhoi Superjet 100 yang berisi cockpit voice recorder (CVR). “Mes­ki­pun gosong, KNKT memastikan memori elektronik CVR tidak akan rusak,” katanya.

Menurut dia, proses penelitian ter­hadap kotak hitam butuh wak­tu seminggu. Tim akan mem­buka kotak hitam itu lalu mengambil memori yang terdapat di da­lamnya. Data berisi percakapan di kokpit pesawat yang ada di memori itu lalu diunduh.

Budi menduga percakapan an­tara pilot, ko-pilot maupun teknisi dilakukan dalam bahasa Rusia. “Yang bisa kita tangkap adalah komunikasi pilot dengan tower yang menggunakan bahasa Inggris,” katanya. Untuk itu, pi­haknya butuh orang yang me­ngerti bahasa Rusia untuk me­nerje­mahkan isi percakapan di kokpit.

Tim KNKT butuh waktu se­minggu untuk mendengarkan isi rekaman percakapan di dalam kokpit. Percakapan itu lalu dibuat transkrip. Menurut Budi, trans­krip pembicaraan di dalam kokpit antara kru Sukhoi dengan petugas Air Traffic Control (ATC) tak akan dipublikasikan.

“Tidak boleh di-publish karena sudah aturan internasional. Jadi tolong digarisbawahi bahwa kecelakaan pesawat tidak sama dengan kecelakaan motor, mobil dan kereta,” katanya.

Sejak berdiri 2009 lalu, labo­ratorium KNKT sudah membaca 20 kotak hitam pesawat yang mengalami kecelakaan.

Digotong Dari Jurang Sedalam 200 Meter

Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Daryatmo kotak hitam pesawat Sukhoi Superjet 100 yang sudah ditemukan hanya cockpit voice recorder (CVR) “Kondisinya terbakar,” katanya.

Pria berpangkat Marsekal Madya ini mengatakan, meski kondisinya terbakar komponen seperti itu masih bisa digunakan. Sebab yang gosong hanya bagian luarnya.

“Yang belum ditemukan adalah Flight Data Recorder (FDR). Tim di lapangan masih mencari keberadaan barang tersebut,” katanya.

Daryatmo menjelaskan, kotak hitam kini sudah diserahkan ke Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT). “Rabu saya serah terimakan kepada ketua KNKT. Saya sampaikan barang tersebut adalah CVR,” katanya.

Baik CVR ataupun FDR merupakan satu kesatuan yang kemudian disebut black box atau kotak hitam. Keduanya biasa terpasang di dalam pesawat dan akan merekam otomatis semua kegiatan sejak mesin pesawat dihidupkan.

Ketua tim evakuasi dari Ko­passus, Shobri mengatakan, ko­tak hitam pesawat Shukoi Super Jet 100 sulit ditemukan, karena warnanya berubah menjadi hitam akibat terbakar. Biasanya, black box berwarna oranye. Tapi, yang ditemukan warnanya sudah gosong.

“Jadi, lima orang yang me­nemukan benda-benda di ekor pe­sawat, awalnya (punya pe­gangan) spesifikasi warna ora­nye. Ternyata sudah hitam ter­ba­kar, sehingga menyulitkan pen­carian, apalagi tempatnya tidak datar,” katanya.

Shobri mengungkapkan alasan kotak hitam lama diturunkan dari Puncak Manik, Gunung Salak. Padahal, benda itu sudah dite­mu­kan Selasa (15/5) pukul 10.00. “Me­mang prosesnya sulit. Per­jalanan dari sini 7,5 jam, dan dari Cimelati 3,5 jam. Mereka pun butuh istirahat supaya dalam membawa benda tersebut aman,” katanya.

CVR itu ditemukan anggota Kopassus M Taufik. Anggota pasukan elite TNI AD berpangkat Letnan Satu itu menemukan ko­tak hitam di jurang berkeda­laman 200 meter.

Benda itu berada se­kitar 100 meter dari puing-puing ekor pesawat Sukhoi yang naas.

Shobri menuturkan, proses untuk membawa kotak hitam itu ke atas tebing cukup sulit. “Kalau membawa turun, mereka bisa menggunakan tali sehingga bisa sampai dengan cepat. Tapi kalau membawa naik sulitnya bukan main,” katanya. Sebab tebing itu memiliki kemiringan hingga 85 derajat.

Luar Gosong, Dalamnya Mulus

Kepala Tim Penyelidikan KNKT Mardjono Siswosuarno mengatakan kondisi cockpit voice recorder (CVR) Sukhoi Su­perjet 100 masih bagus. Ia me­mastikan data yang disim­pan di dalamnya bisa dibaca.

“Saat dibuka memang dilihat oranye hitam karena terbakar. Tapi dalamnya mulus, recor­ding medianya bagus, Mudah-mudahan seminggu bisa di­baca,” katanya.

Mardjono mengungkapkan rumah memori CVR rusak aki­bat jaringan elektronik yang ter­bakar. Ia sudah meminta pihak Rusia untuk mengirim ru­mah me­mori tersebut agar data bisa dibaca.

Menurutnya, rumah memori CVR ibarat kaset atau flashdisk yang hanya bisa dibaca di tape atau komputer. Ketika tape atau komputer tersebut rusak, maka kas­et atau flashdisk-nya tidak akan terbaca. Untuk itu KNKT perlu meminjam rumah memori dari Rusia.

Mardjono menegaskan, pe­nye­lidikan kotak hitam akan dilakukan di Indonesia, bukan di Rusia. “Pasti di Indonesia, ti­dak di mana-mana,” katanya.

Namun, lanjut dia, bila ter­nyata kotak hitam itu rusak pa­rah, maka dibawa ke pro­du­sen­nya agar data di dalamnya bisa dibaca. Melihat kondisi kotak hitam yang masih utuh kendati go­song akibat terbakar, Mardjo­no yakin bisa diteliti di Indonesia.

“Kondisinya tidak separah saat saya tangani kasus pesawat di Yogya. Kalau itu sampai me­leleh. Jadi kalau ini mudah-mudahan bisa dibuka isinya,” jelasnya.

Data dari kotak hitam akan digunakan untuk meneliti pe­nye­bab kecelakaan. Proses penelitian itu bisa sampai satu tahun. Mardjono berkaca dari ke­ce­lakaan  pesawat Garuda In­do­nesia yang terbakar di Ban­dara Adi Sucipto, Yogyakarta tahun 2009.

Saat itu, kotak hitam pesawat Garuda Indonesia ditemukan dalam kondisi tidak utuh. “Ko­tak hitamnya meleleh dan ada lubangnya makanya cukup sulit waktu itu. Bahkan perlu dibawa ke Amerika Serikat untuk baca datanya. Butuh waktu 1,5 bu­lan,” katanya.

Mardjono menjelaskan, pro­ses paling sulit dalam membaca kotak hitam adalah membuat transkrip. “Kalau transkrip suara ke tertulis tidak boleh ter­tinggal detik demi detik. Proses trans­krip ini lama karena harus ada pe­nerjemah dari Rusia ke Inggris dan ke Indonesia,” katanya.

Ia menambahkan, KNKT saat ini masih menunggu Tim SAR menemukan kotak hitam yang berisi Flight Data Re­cor­der (FDR). Kotak hitam itu men­catat data penerbangan hingga sebelum jatuh di tebing Gunung Salak.  

Dari situ bisa diketahui apa­kah arah pesawat, apakah ke ka­nan ke kiri atau lurus, tinggi ke­tika terbang, power,dan bahan bakar yang dipakai pesawat tersebut habis berapa kilo liter per jam.

Menurutnya, FDR merekam data-data tersebut dengan ang­ka. Nantinya, angka-angka di kotak hitam ini akan dikonversi oleh tim menjadi tabel angka se­perti dalam program Mic­ro­soft Excel.

Setelah menjadi tabel, data akan diubah menjadi grafik. Kemudian  dicocokkan dengan parameter yang sudah ada. “Sekarang paling tidak ada 137 parameter,” katanya.

Mardjono menjelaskan Cock­pit Voice Recorder (CVR) yang sudah di tangan KNKT da­pat merekam pembicaraan se­­lama dua jam Sedangkan FDR bisa merekam data pe­ner­bangan selama 25 jam. “Nanti data CVR akan digabungkan dengan data FDR,” ujarnya.

Jika FDR tidak ditemukan, KNKT masih bisa melakukan penyelidikan dengan menggu­nakan data dari Air Traffic Control (ATC). Mulai dari rute sampai percakapan antara pe­tugas ATC dan pilot sebelum pesawat jatuh. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA