Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Daripada Sia-sia, Tiang Monorel Jadi Tempat Iklan

Inilah Proyek Mangkrak Di Jakarta

Senin, 14 Mei 2012, 08:52 WIB
Daripada Sia-sia, Tiang Monorel Jadi Tempat Iklan
Tiang Monorel Jadi Tempat Iklan

RMOL. Hingga memasuki waktu tahun kedelapan, proyek pembangunan alat transportasi massal berupa kereta layang atau monorel masih belum ada kejelasan dilanjutkan atau tidak. Tiang-tiang beton yang sudah dibangun pada dua ruas jalur di ibu kota ini seolah menjadi monumen tanpa sejarah.

Pencanangan tiang mono­rel dilakukan pada 2004 lalu di masa Gubernur Sutiyoso. Tiang monorel itu dibangun langsung di dua ruas jalur, yakni jalan HR Ra­suna Said dan Jalan Asia Afrika Senayan, Jakarta Selatan. Namun pengganti Sutiyoso, Fauzi Bowo tak melanjutkan proyek ini.

Jumat siang (11/5), Rakyat Mer­deka coba melihat kondisi tiang monorel di sepanjang jalur Asia Afrika, Senayan Jakarta Selatan. Beton-beton tinggi yang ada di sepanjang jalur ini terlihat kondisinya sudah mulai menga­lami kerusakan.

Kendati bahan dasarnya ter­buat dari cor beton, ternyata keru­sakan masih saja terlihat di ba­gian sisinya. Hal itu dapat terlihat pada tiang beton yang tepat be­ra­da di perlintasan rel kereta api, depan Pasar Palmerah, Jakarta Barat.

Sama seperti tiang monorel lainnya, pada bagian bawah akan dibangun semacam trotoar mini berbentuk segitiga. Namun di tiang monorel tersebut, kondi­si­nya sudah sangat memprihatinkan.

Batu-batu yang sebelumnya dipasang menempel dan berjejer kini sudah tidak utuh lagi pada posisinya. Bahkan ada tiga batu berada dalam kondisi hancur yang sebagian puing-puingnya tertumpuk di bagian tengah trotoar mini itu.

Batu-batu yang diberi warna hitam-putih seperti jalan pe­nye­berangan (zebra cross) terlihat sudah mulai kusam. Tampak juga be­berapa batu yang sama sekali hilang warna catnya.

Kondisi pada tiang betonnya juga tidak kalah memprihatinkan bila dibandingkan dengan trotoar yang ada di bawahnya. Gom­pa­lan-gompalan terlihat jelas pada beberapa sisi tiang bangunan. Bekas tempelan dan coretan yang tertinggal, semakin mem­per­bu­ruk tampilan dari tiang tersebut.

Parahnya lagi, besi-besi beton yang biasanya dipasang pada bagian tengah di sebelah kanan dan kiri sudah tidak terlihat m­e­nempel. Hal itu bisa dilihat dari sisa lobang yang sebelumnya me­rupakan tempat dari besi-besi beton itu berada.

Untungnya besi-besi beton yang ada di ujung paling atas terlihat masih utuh menjulang ke angkasa. Hanya bentuknya saja yang sudah tidak lurus lagi, ka­rena ada beberapa batang besi yang terlihat membengkok.

Beda lagi dengan tiang-tiang yang berada di sepanjang jalur Pejompongan, persis di seberang Stasiun Palmerah Jakarta Barat. Tanaman dan rumput liar nyaris menutupi tiang-tiang ada di sepanjang jalur tersebut.

Bagaimana yang ada di se­pan­jang Jalan Asia Afrika, Senayan Jakarta Pusat? Tiang-tiang yang berada di tengah-tengah jalan ini ma­sih lebih bagus. Meskipun ka­ligrafi atau lukisan tembok ba­nyak menghiasi dinding tiang mo­norel di sepanjang jalur tersebut.

“Tiang-tiang monorel disini mes­kipun tidak baru, tapi kon­di­sinya masih baik dan belum me­ngalami kerusakan. Karena tiang-tiang disepanjang jalur ini biasa di­manfaatkan untuk pasang ik­lan,” jelas seorang polisi yang se­dang bertugas di pertigaan lampu me­rah Jalan Asia-Afrika, Senayan.

Benar saja, tiang beton yang berada persis di perempatan lam­pu merah dengan Pospol Senayan atau sebelah Hotel Mulia, terlihat ada benda lain yang menempel dari atas hingga dua per tiga bagian dari tiang tersebut.

Tempelan tersebut dibuat de­ngan bentuk yang menyerupai tiang beton, yakni persegi pan­jang dengan empat sisi. Ba­han­nya ter­buat perpaduan besi de­ngan seng yang dipenuhi dengan gambar dan tulisan pada setiap sisinya.

Pada salah satu sisi terdapat tulisan untuk tawaran memasang iklan di tiang monorel tersebut. Bah­kan secara terang-terangan, promosi iklan yang merupakan milik PT Pariwara Billboard ini juga mencantumkan nomor hot­line untuk dihubungi bagi yang berminat.

Sebenarnya, pemanfaatan tiang monorel untuk iklan jenis bran­ding sudah dilakukan sejak 2011 lalu, setelah Pemrov DKI me­mu­tuskan untuk menghentikan proyek pembangunan monorel. Bahkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pernah memasang iklan pelaksanaan Sea Games pada Oktober tahun lalu.

Bayar berapa? “Kalau kami ti­dak bayar, karena itu bukan iklan komersil tapi masuk dalam la­ya­nan masyarakat dan kepentingan negara,” jelas Jubir Pemda DKI Cucu Ahmad Kurnia saat di­hu­bungi Rakyat Merdeka.

Namun, kata Cucu, untuk pihak lain di luar Pemda DKI pe­masangan iklan akan dikenakan biaya oleh pihak pengelola. Ka­rena umumnya iklan yang di­pa­sang berupa iklan komersil, ten­tunya ada kesepakatan harga yang harus dibayar.

“Tapi berapa besarnya dan bagaimana kontrak iklan tersebut, kami tidak tahu. Karena itu murni swasta yang mengelolanya de­ngan meminta izin kepada pihak PT Monorel sendiri sebagai pe­miliknya,” jelasnya.

Hanya, sambung dia, kendati itu dikelola dan dimiliki oleh pi­hak swasta tetap ada kewajiban yang harus diberikan pada Pem­prov DKI. Kewajiban itu berupa bayar pajak yang diberikan pada Dinas Pelayanan Pajak Daerah.

“Dan berapa nilai pajak yang harus dibayarkan, itu saya juga tidak tahu karena bukan Pemda langsung yang mengurusnya. Itu kewenangan dari Dispenda selaku dinas yang bertugas,” tegasnya.

Terkait kondisi tiang-tiang monorel yang terbengkalai, pihak PT Jakarta Monorel mengklaim kalau perawatan masih tetap dila­kukan hingga saat ini. Bahkan pe­manfaatan untuk pasang iklan, memang atas sepengatahuan pe­rusahaan tersebut sebagai bagian dari pengelolaan.

“Kami tetap melakukan main­tenance pada tiang-tiang yang su­dah terpasang. Tiang-tiang beton itu belum beralih fungsi, namun bisa saja menjadi penyangga billboard selama tidak merusak strukturnya,” kata Direktur Uta­ma PT Jakarta Monorel Suk­­ma­wati Syukur.

Berdiri Di Tengah Jalan, Picu Kecelakaan

Selain terbengkalai, tiang-tiang monorel yang dipasang pada dua ruas jalan yakni di HR Rasuna Said dan Asia Afrika, Senayan Jakarta Selatan kerap menimbulkan korban.

Tercatat beberapa kali kecela­kaan terjadi gara-gara menabrak tiang beton yang dipatok di te­ngah-tengah jalan ini.

Awal Maret lalu, dua ken­da­ra­an dilaporkan menabrak tiang monorel di depan Hotel Mulia Senayan, Jakarta, Kamis pagi (1/3) pagi. Sedan Volvo dan Mer­cedes Benz yang sedang melintas menabrak tiang monorel yang be­rada di tengah jalan.

Sebulan sebelumnya, ken­da­ra­an merek Holden warna hitam me­nabrak tiang monorel di Jl. Asia Afrika, Senayan Jakarta. Aki­batnya kendaraan dengan plat nomor B 1388 GR itu mengalami rusak parah di bagian depannya.

Peristiwa lain terjadi pada bu­lan September tahun lalu, dimana taksi menabrak tiang monorel yang terletak di depan Stasiun Palmerah. Akibatnya, taksi ber­warna biru dengan nomor polisi B 1026 WTA itu mengalami ke­rusakan. Namun, sopir taksi yang ber­nama Sanwani dinyatakan se­lamat.

Pesaing Foke Mau Lanjutkan Monorel

Menjelang pemilihan gu­ber­nur dan wakil gubernur (Pilgub) DKI Jakarta, proyek m­onorel kembali dibicarakan. Beberapa kandidat calon guber­nur menyatakan siap untuk me­lanjutkan proyek tersebut.

“Kami siap melanjutkan kembali pembangunan mo­no­rel,  busway, dan Mass Rapid Transit (MRT). Pembangunan monorel dinilai perlu dilakukan kembali karena tiang-tiang mo­norel yang sebenarnya sudah siap dipakai akan sia-sia jika di­biarkan begitu saja,” kata Alex Noerdin, cagub DKI yang di­usung Partai Golkar.

Hal yang sama juga disam­paikan Faisal Basri, cagub dari jalur independen. Menurut dia, monorel harus dilanjutkan pembangunannya. Fungsinya juga bisa diperluas.

“Karena bisa menghubung­kan antarkawasan, juga di­sam­bungkan dengan halte busway. Jadi seluruh ruas Jakarta harus bisa sinergi antara busway, mo­norel, MRT dan kereta api kom­muter,” lanjut Faisal yang me­nyarankan e-toll bisa dipakai untuk pembayaran seluruh moda transportasi.

Sementara itu, Didik J Rach­bini, cawagub yang diusung PKS menilai tiang-tiang proyek mo­norel juga harus diman­fa­at­kan. “Tiang-tiang yang mang­krak ditinggalkan pe­me­rin­tah­nya begitu diberi amanah harus di­kerjakan,” katanya.

Pemprov DKI Pilih  Bangun Subway

Gubernur DKI Fauzi Bowo enggan melanjutkan pem­ba­ngunan proyek monorel karena belum tercapai kesepakatan dengan pengembangnya. K­e­se­pakatan itu berkaitan harga ganti rugi yang harus di­ba­yar­kan Pemprov DKI kepada PT Jakarta Monorel.

Untuk mengambil alih dan melanjutkan proyek monorel tersebut, Pemrov DKI harus mengganti rugi investasi dari tiang-tiang monorel yang sudah dibangun oleh PT Jakarta Mo­norel. Total ganti rugi yang di­minta oleh PT Jakarta Monorel mencapai Rp 600 miliar.

“Kami tidak mau kalau ganti rugi terhadap pemasangan tiang monorel sebesar Rp 600 miliar seperti yang diajukan. Itu na­ma­­nya bukan ganti rugi, me­lain­kan ganti untung,” kata Juru Bicara Pemda DKI Cucu Ahmad Kurnia kepada Rakyat Merdeka.

Menurut Cucu, berdasarkan hasil audit Badan Pengawas Ke­uangan dan Pembangunan (BPKP), biaya pembangunan mo­norel tidak lebih dari Rp 208 miliar. Untuk itu, lanjut­nya, Pem­prov DKI siap ganti rugi kepada tiang monorel dengan harga tidak lebih dari Rp 208 miliar.

“Kalau PT Jakarta Monorel mau dengan angka segitu, maka proyek itu bisa dilanjutkan dan itu milik Pemprov. Tapi kalau ti­dak mau, silakan PT Jakarta Mo­norel untuk melanjutkan sen­diri proyek tersebut,” ujarnya.

Karena itu, lanjut dia, saat ini Pemrov DKI Jakarta memilih le­bih fokus pada proyek mass rapid transit (MRT) berupa ke­reta bawah tanah atau sub way. Alasannya, pendanaan dalam proyek yang diperkirakan akan mulai dibangun secara fisik pada awal tahun 2013 lebih jelas.

“Monorel itu uang belum ada, tapi pembangunan tiang­nya sudah dimulai akibatnya berhenti karena tidak ada in­vestor masuk. Tapi kalau MRT, ada duit baru proyek itu diba­ngun,” tegasnya.

Sementara itu, Direktur Uta­ma PT Jakarta Monorel Suk­mawati Syukur berharap  pro­yek ini dilanjutkan. Alasannya, moda transportasi seperti ini sangat dibutuhkan dan menjadi solusi ibu kota akan masalah kemacetan.

“Terutama monorel di jalur hijau. Monorel akan sangat menolong kemacetan yang ada di ruas jalan itu,” katanya se­perti dikutip dari Antara News.

Sekadar informasi, salah satu proyek transportasi massal yang terbengkalai di tengah jalan adalah monorel yang didesain dengan daya angkut 105-180 orang per kereta di jalur se­pan­jang 14,3 kilometer.

Jalur itu membentang dari Jalan Rasuna Said, Gatot Soeb­roto, Kawasan Bisnis Terpadu Sudirman (SCBD), Senayan, Pejompongan, dan kembali ke Rasuna Said. Kini, yang tersisa cuma tiang-tiang beton yang menelan ratusan miliar rupiah.

Awalnya, harapan memiliki monorel dipatok pada 2006. Namun, berselang enam tahun, belum ada tanda-tanda harapan akan muncul monorel karena proyek dihentikan.

Alasannya, proyek monorel terganjal pembiayaan sehingga sulit dilanjutkan karena per­hitungan awal tidak tepat. Pihak swasta yang mengerjakan pro­yek ini juga tak mampu men­datangkan pinjaman sesuai ke­butuhan. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA