RMOL. Hingga memasuki waktu tahun kedelapan, proyek pembangunan alat transportasi massal berupa kereta layang atau monorel masih belum ada kejelasan dilanjutkan atau tidak. Tiang-tiang beton yang sudah dibangun pada dua ruas jalur di ibu kota ini seolah menjadi monumen tanpa sejarah.
Pencanangan tiang monoÂrel dilakukan pada 2004 lalu di masa Gubernur Sutiyoso. Tiang monorel itu dibangun langsung di dua ruas jalur, yakni jalan HR RaÂsuna Said dan Jalan Asia Afrika Senayan, Jakarta Selatan. Namun pengganti Sutiyoso, Fauzi Bowo tak melanjutkan proyek ini.
Jumat siang (11/5), Rakyat MerÂdeka coba melihat kondisi tiang monorel di sepanjang jalur Asia Afrika, Senayan Jakarta Selatan. Beton-beton tinggi yang ada di sepanjang jalur ini terlihat kondisinya sudah mulai mengaÂlami kerusakan.
Kendati bahan dasarnya terÂbuat dari cor beton, ternyata keruÂsakan masih saja terlihat di baÂgian sisinya. Hal itu dapat terlihat pada tiang beton yang tepat beÂraÂda di perlintasan rel kereta api, depan Pasar Palmerah, Jakarta Barat.
Sama seperti tiang monorel lainnya, pada bagian bawah akan dibangun semacam trotoar mini berbentuk segitiga. Namun di tiang monorel tersebut, kondiÂsiÂnya sudah sangat memprihatinkan.
Batu-batu yang sebelumnya dipasang menempel dan berjejer kini sudah tidak utuh lagi pada posisinya. Bahkan ada tiga batu berada dalam kondisi hancur yang sebagian puing-puingnya tertumpuk di bagian tengah trotoar mini itu.
Batu-batu yang diberi warna hitam-putih seperti jalan peÂnyeÂberangan (zebra cross) terlihat sudah mulai kusam. Tampak juga beÂberapa batu yang sama sekali hilang warna catnya.
Kondisi pada tiang betonnya juga tidak kalah memprihatinkan bila dibandingkan dengan trotoar yang ada di bawahnya. GomÂpaÂlan-gompalan terlihat jelas pada beberapa sisi tiang bangunan. Bekas tempelan dan coretan yang tertinggal, semakin memÂperÂbuÂruk tampilan dari tiang tersebut.
Parahnya lagi, besi-besi beton yang biasanya dipasang pada bagian tengah di sebelah kanan dan kiri sudah tidak terlihat mÂeÂnempel. Hal itu bisa dilihat dari sisa lobang yang sebelumnya meÂrupakan tempat dari besi-besi beton itu berada.
Untungnya besi-besi beton yang ada di ujung paling atas terlihat masih utuh menjulang ke angkasa. Hanya bentuknya saja yang sudah tidak lurus lagi, kaÂrena ada beberapa batang besi yang terlihat membengkok.
Beda lagi dengan tiang-tiang yang berada di sepanjang jalur Pejompongan, persis di seberang Stasiun Palmerah Jakarta Barat. Tanaman dan rumput liar nyaris menutupi tiang-tiang ada di sepanjang jalur tersebut.
Bagaimana yang ada di seÂpanÂjang Jalan Asia Afrika, Senayan Jakarta Pusat? Tiang-tiang yang berada di tengah-tengah jalan ini maÂsih lebih bagus. Meskipun kaÂligrafi atau lukisan tembok baÂnyak menghiasi dinding tiang moÂnorel di sepanjang jalur tersebut.
“Tiang-tiang monorel disini mesÂkipun tidak baru, tapi konÂdiÂsinya masih baik dan belum meÂngalami kerusakan. Karena tiang-tiang disepanjang jalur ini biasa diÂmanfaatkan untuk pasang ikÂlan,†jelas seorang polisi yang seÂdang bertugas di pertigaan lampu meÂrah Jalan Asia-Afrika, Senayan.
Benar saja, tiang beton yang berada persis di perempatan lamÂpu merah dengan Pospol Senayan atau sebelah Hotel Mulia, terlihat ada benda lain yang menempel dari atas hingga dua per tiga bagian dari tiang tersebut.
Tempelan tersebut dibuat deÂngan bentuk yang menyerupai tiang beton, yakni persegi panÂjang dengan empat sisi. BaÂhanÂnya terÂbuat perpaduan besi deÂngan seng yang dipenuhi dengan gambar dan tulisan pada setiap sisinya.
Pada salah satu sisi terdapat tulisan untuk tawaran memasang iklan di tiang monorel tersebut. BahÂkan secara terang-terangan, promosi iklan yang merupakan milik PT Pariwara Billboard ini juga mencantumkan nomor hotÂline untuk dihubungi bagi yang berminat.
Sebenarnya, pemanfaatan tiang monorel untuk iklan jenis branÂding sudah dilakukan sejak 2011 lalu, setelah Pemrov DKI meÂmuÂtuskan untuk menghentikan proyek pembangunan monorel. Bahkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pernah memasang iklan pelaksanaan Sea Games pada Oktober tahun lalu.
Bayar berapa? “Kalau kami tiÂdak bayar, karena itu bukan iklan komersil tapi masuk dalam laÂyaÂnan masyarakat dan kepentingan negara,†jelas Jubir Pemda DKI Cucu Ahmad Kurnia saat diÂhuÂbungi Rakyat Merdeka.
Namun, kata Cucu, untuk pihak lain di luar Pemda DKI peÂmasangan iklan akan dikenakan biaya oleh pihak pengelola. KaÂrena umumnya iklan yang diÂpaÂsang berupa iklan komersil, tenÂtunya ada kesepakatan harga yang harus dibayar.
“Tapi berapa besarnya dan bagaimana kontrak iklan tersebut, kami tidak tahu. Karena itu murni swasta yang mengelolanya deÂngan meminta izin kepada pihak PT Monorel sendiri sebagai peÂmiliknya,†jelasnya.
Hanya, sambung dia, kendati itu dikelola dan dimiliki oleh piÂhak swasta tetap ada kewajiban yang harus diberikan pada PemÂprov DKI. Kewajiban itu berupa bayar pajak yang diberikan pada Dinas Pelayanan Pajak Daerah.
“Dan berapa nilai pajak yang harus dibayarkan, itu saya juga tidak tahu karena bukan Pemda langsung yang mengurusnya. Itu kewenangan dari Dispenda selaku dinas yang bertugas,†tegasnya.
Terkait kondisi tiang-tiang monorel yang terbengkalai, pihak PT Jakarta Monorel mengklaim kalau perawatan masih tetap dilaÂkukan hingga saat ini. Bahkan peÂmanfaatan untuk pasang iklan, memang atas sepengatahuan peÂrusahaan tersebut sebagai bagian dari pengelolaan.
“Kami tetap melakukan mainÂtenance pada tiang-tiang yang suÂdah terpasang. Tiang-tiang beton itu belum beralih fungsi, namun bisa saja menjadi penyangga billboard selama tidak merusak strukturnya,†kata Direktur UtaÂma PT Jakarta Monorel SukÂÂmaÂwati Syukur.
Berdiri Di Tengah Jalan, Picu Kecelakaan
Selain terbengkalai, tiang-tiang monorel yang dipasang pada dua ruas jalan yakni di HR Rasuna Said dan Asia Afrika, Senayan Jakarta Selatan kerap menimbulkan korban.
Tercatat beberapa kali kecelaÂkaan terjadi gara-gara menabrak tiang beton yang dipatok di teÂngah-tengah jalan ini.
Awal Maret lalu, dua kenÂdaÂraÂan dilaporkan menabrak tiang monorel di depan Hotel Mulia Senayan, Jakarta, Kamis pagi (1/3) pagi. Sedan Volvo dan MerÂcedes Benz yang sedang melintas menabrak tiang monorel yang beÂrada di tengah jalan.
Sebulan sebelumnya, kenÂdaÂraÂan merek Holden warna hitam meÂnabrak tiang monorel di Jl. Asia Afrika, Senayan Jakarta. AkiÂbatnya kendaraan dengan plat nomor B 1388 GR itu mengalami rusak parah di bagian depannya.
Peristiwa lain terjadi pada buÂlan September tahun lalu, dimana taksi menabrak tiang monorel yang terletak di depan Stasiun Palmerah. Akibatnya, taksi berÂwarna biru dengan nomor polisi B 1026 WTA itu mengalami keÂrusakan. Namun, sopir taksi yang berÂnama Sanwani dinyatakan seÂlamat.
Pesaing Foke Mau Lanjutkan Monorel
Menjelang pemilihan guÂberÂnur dan wakil gubernur (Pilgub) DKI Jakarta, proyek mÂonorel kembali dibicarakan. Beberapa kandidat calon guberÂnur menyatakan siap untuk meÂlanjutkan proyek tersebut.
“Kami siap melanjutkan kembali pembangunan moÂnoÂrel, busway, dan Mass Rapid Transit (MRT). Pembangunan monorel dinilai perlu dilakukan kembali karena tiang-tiang moÂnorel yang sebenarnya sudah siap dipakai akan sia-sia jika diÂbiarkan begitu saja,†kata Alex Noerdin, cagub DKI yang diÂusung Partai Golkar.
Hal yang sama juga disamÂpaikan Faisal Basri, cagub dari jalur independen. Menurut dia, monorel harus dilanjutkan pembangunannya. Fungsinya juga bisa diperluas.
“Karena bisa menghubungÂkan antarkawasan, juga diÂsamÂbungkan dengan halte busway. Jadi seluruh ruas Jakarta harus bisa sinergi antara busway, moÂnorel, MRT dan kereta api komÂmuter,†lanjut Faisal yang meÂnyarankan e-toll bisa dipakai untuk pembayaran seluruh moda transportasi.
Sementara itu, Didik J RachÂbini, cawagub yang diusung PKS menilai tiang-tiang proyek moÂnorel juga harus dimanÂfaÂatÂkan. “Tiang-tiang yang mangÂkrak ditinggalkan peÂmeÂrinÂtahÂnya begitu diberi amanah harus diÂkerjakan,†katanya.
Pemprov DKI Pilih Bangun Subway
Gubernur DKI Fauzi Bowo enggan melanjutkan pemÂbaÂngunan proyek monorel karena belum tercapai kesepakatan dengan pengembangnya. KÂeÂseÂpakatan itu berkaitan harga ganti rugi yang harus diÂbaÂyarÂkan Pemprov DKI kepada PT Jakarta Monorel.
Untuk mengambil alih dan melanjutkan proyek monorel tersebut, Pemrov DKI harus mengganti rugi investasi dari tiang-tiang monorel yang sudah dibangun oleh PT Jakarta MoÂnorel. Total ganti rugi yang diÂminta oleh PT Jakarta Monorel mencapai Rp 600 miliar.
“Kami tidak mau kalau ganti rugi terhadap pemasangan tiang monorel sebesar Rp 600 miliar seperti yang diajukan. Itu naÂmaÂÂnya bukan ganti rugi, meÂlainÂkan ganti untung,†kata Juru Bicara Pemda DKI Cucu Ahmad Kurnia kepada Rakyat Merdeka.
Menurut Cucu, berdasarkan hasil audit Badan Pengawas KeÂuangan dan Pembangunan (BPKP), biaya pembangunan moÂnorel tidak lebih dari Rp 208 miliar. Untuk itu, lanjutÂnya, PemÂprov DKI siap ganti rugi kepada tiang monorel dengan harga tidak lebih dari Rp 208 miliar.
“Kalau PT Jakarta Monorel mau dengan angka segitu, maka proyek itu bisa dilanjutkan dan itu milik Pemprov. Tapi kalau tiÂdak mau, silakan PT Jakarta MoÂnorel untuk melanjutkan senÂdiri proyek tersebut,†ujarnya.
Karena itu, lanjut dia, saat ini Pemrov DKI Jakarta memilih leÂbih fokus pada proyek mass rapid transit (MRT) berupa keÂreta bawah tanah atau sub way. Alasannya, pendanaan dalam proyek yang diperkirakan akan mulai dibangun secara fisik pada awal tahun 2013 lebih jelas.
“Monorel itu uang belum ada, tapi pembangunan tiangÂnya sudah dimulai akibatnya berhenti karena tidak ada inÂvestor masuk. Tapi kalau MRT, ada duit baru proyek itu dibaÂngun,†tegasnya.
Sementara itu, Direktur UtaÂma PT Jakarta Monorel SukÂmawati Syukur berharap proÂyek ini dilanjutkan. Alasannya, moda transportasi seperti ini sangat dibutuhkan dan menjadi solusi ibu kota akan masalah kemacetan.
“Terutama monorel di jalur hijau. Monorel akan sangat menolong kemacetan yang ada di ruas jalan itu,†katanya seÂperti dikutip dari Antara News.
Sekadar informasi, salah satu proyek transportasi massal yang terbengkalai di tengah jalan adalah monorel yang didesain dengan daya angkut 105-180 orang per kereta di jalur seÂpanÂjang 14,3 kilometer.
Jalur itu membentang dari Jalan Rasuna Said, Gatot SoebÂroto, Kawasan Bisnis Terpadu Sudirman (SCBD), Senayan, Pejompongan, dan kembali ke Rasuna Said. Kini, yang tersisa cuma tiang-tiang beton yang menelan ratusan miliar rupiah.
Awalnya, harapan memiliki monorel dipatok pada 2006. Namun, berselang enam tahun, belum ada tanda-tanda harapan akan muncul monorel karena proyek dihentikan.
Alasannya, proyek monorel terganjal pembiayaan sehingga sulit dilanjutkan karena perÂhitungan awal tidak tepat. Pihak swasta yang mengerjakan proÂyek ini juga tak mampu menÂdatangkan pinjaman sesuai keÂbutuhan. [Harian Rakyat Merdeka]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.