Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Anggota DPR Tak Protes Saya Pakai Baju Seksi...

BURT Buat Tata Tertib Gaya Berpakaian

Rabu, 07 Maret 2012, 08:56 WIB
Anggota DPR Tak Protes Saya Pakai Baju Seksi...
Vena Melinda

RMOL. Alasan untuk mengembalikan citra, DPR akan mengeluarkan tata tertib  baru terhadap penghuni di Senayan. Kali ini, DPR melarang perempuan berpakaian seksi berkeliaran di sekitar kompleks parlemen.

“Kalau ke kantor swasta dan mal silakan, tapi jangan di kom­plek DPR yang jelas bukan mal. Dan kami sudah meminta seluruh pegawai di bawah sekretariat jenderal DPR untuk menjaga kepatutan dalam segi berbusana,” ujar Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso.

Apakah aturan tersebut ber­ha­sil membuat DPR terlepas dari wanita berpakaian seksi? Ke­ma­rin Rakyat Merdeka memantau aktifitas anggota DPR termasuk stafnya di sekitar kompleks Senayan.

Sekitar pukul 11.00, hanya ada satu agenda kegiatan di DPR, yakni menggelar sidang pari­purna. Agenda paripurna adalah pengambilan keputusan revisi UU No. 30 tahun 2004 ten­tang Jabatan Notaris menjadi inisiatif DPR.

Karena paripurna, tentunya acara ini akan menyedot keha­di­ran anggota DPR. Bahkan bebe­rapa staf terlihat ikut hadir  mendampingi anggota mengikuti sidang paripurna. Ada yang mem­bawakan ber­kas anggota hingga ke ruangan pari­purna, tidak se­dikit juga yang se­kedar mewakili bosnya mengisi absen.

Perempuan berkulit putih itu me­langkah keluar dari ruang pari­purna dewan yang terletak di lan­tai III, Gedung Nusantara DPR. Di lehernya tersemat tanda pe­ngenal yang digantung dengan tali berwarna biru. Dari tanda pe­ngenal itu, menandakan kalau pe­rempuan tersebut merupakan sa­lah satu staf anggota di DPR.

Wanita dengan rambut hitam sebahu itu memakai kemeja putih panjang dengan lengan digulung ke siku serta rok warna hitam di atas lutut. Tubuhnya yang cukup langsing, semakin menambah ke­elokan wanita yang kira-kira ber­usia di bawah 25 tahun ini.

“Wah saya tidak tahu kalau sudah ada larangan staf tidak bo­leh berpakaian seksi. Karena me­mang belum ada pemberi tahuan ke saya koq,” tuturnya saat di­da­tangi Rakyat Merdeka, kemarin.

Wanita tersebut membenarkan ka­lau dirinya merupakan salah seorang staf dari anggota DPR dari Fraksi Demokrat. Namun dia menolak untuk menyebutkan nama, termasuk anggota DPR tempatnya bekerja.

Kenapa berpakaian seksi? “Apakah pakaian yang saya pakai ini seksi? Setiap hari saya pakaian seperti ini dan tidak ada yang complain. Ukuran seksinya itu se­perti apa, karena setiap orang pasti berbeda menilainya,” jelas­nya sambil menuruni eskalator yang ada di lantai tersebut.

Tak hanya di ruangan pari­pur­na, wanita yang juga berpakaian seksi juga terlihat lalu-lalang di­se­kitar ruang loby di Nusantara I, Kompleks DPR/MPR. Salah satunya Lisa yang baru saja ke­luar dari lift khusus anggota, menuju ke arah pintu keluar di gedung ini.

Wanita yang mengaku sebagai staf anggota DPR di Fraksi Gol­kar ini terlihat menunduk ketika melintasi ruang loby yang saat itu sedang ramai dipenuhi oleh war­ta­wan. Pakaian model teru­san ber­warna hitam miliknya, mung­kin yang menjadi perhatian ba­nyak orang saat dirinya melintas.

“Saya merasa baju yang saya kenakan ini cenderung sopan. Karena ini masuk dalam kategori pakaian kerja. Jadi dimana letak seksinya?” kata wanita yang saat itu berbusana hitam terusan hing­ga ke atas lutut itu.

Menurut Lisa, definisi seksi itu berbeda-beda bagi setiap orang. Sebab, lanjutnya, masalah seksi, itu sudah masuk dalam ranah es­tetika yang sangat luas penj­a­ba­rannya. Karena itu, dia mengang­gap aturan pelarangan busana seksi itu perlu diperjelas lagi.

“Pada prinsipnya saya men­du­kung saja aturan agar staf tidak boleh berpakaian seksi. Selama itu baik dan berlaku adil, maka saya terima saja. Tapi harus di­perjelas dulu aturannya seperti apa,” katanya sambil melangkah memasuki Bank Mandiri yang terletak di samping gedung Nu­san­tara II DPR ini.

Selang setengah jam, terlihat dua orang wanita yang baru saja ke­luar dari ruang tunggu tamu anggota dewan di lantai I. Lagi-lagi, kehadiran dua orang wanita ini kerap menjadi perhatian banyak orang di tempat tersebut. Bahkan beberapa wartawan foto ikut mengambil gambar dari dua orang tersebut.

Sambil terus memainkan Black­Berry kedua orang ini cu­kup cuek dengan banyak sorotan mata yang ada di ruangan terse­but. Bahkan keduanya hanya ter­senyum ketika beberapa war­tawan televisi asyik menyorotnya dengan kamera.

“Lho. Saya ini hanya tamu di­sini, jadi tidak tahu ada aturan soal tata cara berpakaian. Kalau memang ini dianggap kurang so­pan, buktinya saya tidak dilarang masuk oleh petugas keamanan,” jelas wanita yang mengenakan

Wanita yang enggan disebut namanya ini mengaku, kehadi­ran­nya di DPR bukanlah baru pertama kali. Selama bertamu ke DPR, dia mengaku kalau gaya berpakaiannya tetap sama dan tidak berubah.

“Anggota yang saya temui ti­dak komplain, petugas keama­nan juga tidak melarang. Jadi apanya yang salah?,” katanya sambil mengembalikan kartu tamu ke bagian meja resepsionis yang ada di depan pintu masuk Nusantara I DPR.

Pantauan Rakyat Merdeka, di meja penerima tamu yang dijaga oleh beberapa petugas penga­ma­nan dalam (pamdal), tidak terlihat ada tamu yang ditegur gaya berpakaiannya. Semua tamu yang hadir hanya ditanya keperluan dan diminta untuk meninggalkan kartu pengenal untuk ditukar dengan kartu tamu.

“Saat ini kami belum men­ja­lankan peraturan tentang cara ber­pakaian bagi staf dan tamu yang ada di DPR. Sebab, dari pimpinan kami belum mendapatkan in­truksi untuk melaksanakannya,” jelas Sugandi, selaku kepala Pam­dal di lingkungan Nusantara I DPR tersebut.

Karena itu, Sugandi mengaku hingga kemarin siang, pihak Pamdal belum memiliki laporan ada tamu atau staf yang tidak di­perbolehkan masuk. “Memang ada beberapa yang mungkin bisa dikategorikan seksi. Tapi selama belum ada intruksi, kami tidak berwenang untuk menegurnya,” ungkapnya.

Seragam Untuk Staf DPR Masih Bisa Dibuat Seksi

Selain larangan berpakaian seksi, ada juga usulan agar selu­ruh staf anggota DPR diwajibkan memakai seragam saat bekerja. Namun usulan ini menimbulkan reaksi berbeda dari kala­ngan staf anggota DPR sendiri.  

Kiki Amelia selaku staf ang­gota DPR dari Fraksi Gerindra ini mengaku setuju diber­la­ku­kannya pakaian seragam. Me­nurutnya seragam bisa memberi kesan teratur.

“Sehingga staf nanti layaknya seorang PNS yang seragam da­lam berpakaian. Sehingga di DPR ini tidak ada lagi perbedaan an­tara staf yang satu dengan lainn­ya,” katanya.

Ruri 24 tahun, seorang staf anggota DPR dari fraksi Partai Demokrat juga sepakat de­ngan wacana pengenaan seragam tersebut.

Alasannya, dengan me­ngenakan seragam, staf akan le­bih mudah diatur untuk tidak berpakaian seksi saat berkerja.

Namun pendapat berbeda justru disampaikan Hayatun Nufus, seorang staf ahli ang­gota DPR dari Fraksi Demokrat Inggrid Kansil. Baginya, seragam sama sekali tidak bisa mengatur seorang staf untuk tidak ber­pa­kaian seksi.

“Kalau pada dasarnya staf ter­sebut suka berpakaian seksi da­lam bekerja, dengan seragam pun kebiasaan itu tidak akan hilang. Karena bisa saja, nantinya sera­gam dipermak dan dibuat ketat sehingga akan seksi saat dipakai nanti,” ujarnya.

Menurut Nufus, berpakaian sek­si itu sebenarnya tergantung ke­tegasan dari anggota dewan, tempat dimana staf tersebut be­kerja. Sebab, kalau anggota de­wan yang menjadi bosnya saja tidak melarang, maka staf merasa gaya berpakaiannya sah-sah saja.

“Aturan agar staf tidak ber­pa­kaian seksi itu sudah sangat ba­gus untuk diterapkan. Tapi apa­kah pemberlakuan aturan ini juga sudah berkoordinasi dengan seluruh anggota DPR yang ada? Kalau tidak, sulit untuk dite­rap­kan,” ujarnya.

Pakaian Seksi Itu Seperti Apa Ya...?

Vena Melinda Tanya:

Mengenakan baju dan rok warna hijau, Venna Melinda ter­lihat meninggalkan ruangan si­dang paripurna di lantai III, Nu­santara II Kompleks DPR Ja­karta. Sambil berjalan santai, anggota DPR dari Fraksi De­mok­rat ini menyusuri lorong yang ada di gedung Nusantara II menuju ke ruangan kerjanya di lantai 22 pada gedung sebelah.

“Aturan tersebut sah-sah saja kalau memang ingin diber­la­ku­kan DPR karena bertujuan untuk mengembalikan citra. Tapi yang jadi pertanyaan, apa­kah aturan berpakaian seksi itu sudah dibahas secara matang?” ungkap Venna saat ditemui di ruangan kerjanya.

Sambil duduk menyilangkan kedua kakinya, putri Indonesia tahun 1994 ini berpendapat, ber­pakaian seksi sa­ngat luas definisinya. Semen­tara aturan yang kini dibuat Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR, lanjutnya, belum secara detail menjelaskan maksud dari berpakaian seksi tersebut.

“Yang seperti apa pakaian sek­si itu? Definisi saya dan orang lain mungkin berbeda soal aturan seksi itu. Dan ingat, berpakaian seksi itu bukan berarti orang tersebut tidak bisa berkontribusi positif,” jelasnya.

Karena itu, Venna me­nya­ran­kan agar BURT dan pimpinan DPR berpikir ulang  mene­rapkan aturan ter­sebut. Karena aturan tersebut tidak cukup efektif menegakkan citra DPR. Apa­lagi, kalau aturannya kemu­dian tidak dijalankan secara konsisten.

“Lebih baik buat aturan yang lebih dibutuhkan saja, ke­­tim­bang mengatur tata cara ber­bu­sana. Misalnya, rea­lisa­si­kan dong ruang menyusui un­­tuk anggota DPR dan staf wa­nita yang kebetulan me­mi­liki anak balita. Itu jauh lebih baik,” ujarnya.

Tak hanya Venna, beberapa po­litisi wanita juga angkat bi­cara soal aturan baru DPR ter­sebut. Untuk berpakaian, di­ha­rapkan BURT DPR tidak perlu melakukan imbauan apalagi sampai membuat aturan  tertulis.

 â€œSaya setuju siapa pun yang ada di lingkungan DPR harus berpakaian sopan. Tapi rasanya tidak perlu ada aturan tertulis, meskipun sifatnya hanya s­e­batas himbauan,” ujar anggota DPR dari Fraksi PDIP Rike Diah Pitaloka.

Menurut Rieke, hal yang se­be­narnya diinginkan rakyat ter­hadap para anggota dewan bu­kanlah pada cara ber­pa­kaian­nya. Rakyat itu, kata dia, lebih berharap agar DPR focus pada masalah legislasi, bud­ge­ting dan pengawasan.

“Rok mini di DPR please dong ah. Rok mini di DPR tidak akan menyebabkan harga se­m­bako itu naik. Tapi kenaikan harga BBM itu yang membuat sembako naik,” tegasnya.

Politisi perempuan dari Frak­si Demokrat, Novariyanti Yusuf juga mempertanyakan aturan ter­sebut. Menurutnya, meski­pun tidak harus dikaitkan de­ngan eksploitasi seksualitas pe­rempuan, tetapi perlu diper­ta­nyakan intensionalitas dari penerapan aturan ini.

Menurutnya, cara berpakaian itu tidak ada korelasinya de­ngan efektifitas kerja. Aturan berpakaian, kata Nova, sangat mengada-ada dan dipaksakan.

“Untuk memperbaiki citra, rasanya tidak akan berpe­nga­ruh. Karena sikap dan cara ber­pa­kaian tidak selalu linear. Pa­kaian rapat belum tentu sikap di balik cara berpakaian seso­pan cara berpakaiannya,” tegasnya.

Bekas model yang kini men­jadi anggota DPR dari Fraksi PPP, Okky Asokawati juga mem­pertanyakan aturan ber­pa­kaian seksi tersebut.

Me­nu­rut­nya, kalau aturan tersebut di­buat dengan tujuan menjaga seseorang agar tetap berpenampilan secara pro­fe­s­sional, tidak salah untuk di­berlakukan. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA