RMOL. Alasan untuk mengembalikan citra, DPR akan mengeluarkan tata tertib baru terhadap penghuni di Senayan. Kali ini, DPR melarang perempuan berpakaian seksi berkeliaran di sekitar kompleks parlemen.
“Kalau ke kantor swasta dan mal silakan, tapi jangan di komÂplek DPR yang jelas bukan mal. Dan kami sudah meminta seluruh pegawai di bawah sekretariat jenderal DPR untuk menjaga kepatutan dalam segi berbusana,†ujar Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso.
Apakah aturan tersebut berÂhaÂsil membuat DPR terlepas dari wanita berpakaian seksi? KeÂmaÂrin Rakyat Merdeka memantau aktifitas anggota DPR termasuk stafnya di sekitar kompleks Senayan.
Sekitar pukul 11.00, hanya ada satu agenda kegiatan di DPR, yakni menggelar sidang pariÂpurna. Agenda paripurna adalah pengambilan keputusan revisi UU No. 30 tahun 2004 tenÂtang Jabatan Notaris menjadi inisiatif DPR.
Karena paripurna, tentunya acara ini akan menyedot kehaÂdiÂran anggota DPR. Bahkan bebeÂrapa staf terlihat ikut hadir mendampingi anggota mengikuti sidang paripurna. Ada yang memÂbawakan berÂkas anggota hingga ke ruangan pariÂpurna, tidak seÂdikit juga yang seÂkedar mewakili bosnya mengisi absen.
Perempuan berkulit putih itu meÂlangkah keluar dari ruang pariÂpurna dewan yang terletak di lanÂtai III, Gedung Nusantara DPR. Di lehernya tersemat tanda peÂngenal yang digantung dengan tali berwarna biru. Dari tanda peÂngenal itu, menandakan kalau peÂrempuan tersebut merupakan saÂlah satu staf anggota di DPR.
Wanita dengan rambut hitam sebahu itu memakai kemeja putih panjang dengan lengan digulung ke siku serta rok warna hitam di atas lutut. Tubuhnya yang cukup langsing, semakin menambah keÂelokan wanita yang kira-kira berÂusia di bawah 25 tahun ini.
“Wah saya tidak tahu kalau sudah ada larangan staf tidak boÂleh berpakaian seksi. Karena meÂmang belum ada pemberi tahuan ke saya koq,†tuturnya saat diÂdaÂtangi Rakyat Merdeka, kemarin.
Wanita tersebut membenarkan kaÂlau dirinya merupakan salah seorang staf dari anggota DPR dari Fraksi Demokrat. Namun dia menolak untuk menyebutkan nama, termasuk anggota DPR tempatnya bekerja.
Kenapa berpakaian seksi? “Apakah pakaian yang saya pakai ini seksi? Setiap hari saya pakaian seperti ini dan tidak ada yang complain. Ukuran seksinya itu seÂperti apa, karena setiap orang pasti berbeda menilainya,†jelasÂnya sambil menuruni eskalator yang ada di lantai tersebut.
Tak hanya di ruangan pariÂpurÂna, wanita yang juga berpakaian seksi juga terlihat lalu-lalang diÂseÂkitar ruang loby di Nusantara I, Kompleks DPR/MPR. Salah satunya Lisa yang baru saja keÂluar dari lift khusus anggota, menuju ke arah pintu keluar di gedung ini.
Wanita yang mengaku sebagai staf anggota DPR di Fraksi GolÂkar ini terlihat menunduk ketika melintasi ruang loby yang saat itu sedang ramai dipenuhi oleh warÂtaÂwan. Pakaian model teruÂsan berÂwarna hitam miliknya, mungÂkin yang menjadi perhatian baÂnyak orang saat dirinya melintas.
“Saya merasa baju yang saya kenakan ini cenderung sopan. Karena ini masuk dalam kategori pakaian kerja. Jadi dimana letak seksinya?†kata wanita yang saat itu berbusana hitam terusan hingÂga ke atas lutut itu.
Menurut Lisa, definisi seksi itu berbeda-beda bagi setiap orang. Sebab, lanjutnya, masalah seksi, itu sudah masuk dalam ranah esÂtetika yang sangat luas penjÂaÂbaÂrannya. Karena itu, dia mengangÂgap aturan pelarangan busana seksi itu perlu diperjelas lagi.
“Pada prinsipnya saya menÂduÂkung saja aturan agar staf tidak boleh berpakaian seksi. Selama itu baik dan berlaku adil, maka saya terima saja. Tapi harus diÂperjelas dulu aturannya seperti apa,†katanya sambil melangkah memasuki Bank Mandiri yang terletak di samping gedung NuÂsanÂtara II DPR ini.
Selang setengah jam, terlihat dua orang wanita yang baru saja keÂluar dari ruang tunggu tamu anggota dewan di lantai I. Lagi-lagi, kehadiran dua orang wanita ini kerap menjadi perhatian banyak orang di tempat tersebut. Bahkan beberapa wartawan foto ikut mengambil gambar dari dua orang tersebut.
Sambil terus memainkan BlackÂBerry kedua orang ini cuÂkup cuek dengan banyak sorotan mata yang ada di ruangan terseÂbut. Bahkan keduanya hanya terÂsenyum ketika beberapa warÂtawan televisi asyik menyorotnya dengan kamera.
“Lho. Saya ini hanya tamu diÂsini, jadi tidak tahu ada aturan soal tata cara berpakaian. Kalau memang ini dianggap kurang soÂpan, buktinya saya tidak dilarang masuk oleh petugas keamanan,†jelas wanita yang mengenakan
Wanita yang enggan disebut namanya ini mengaku, kehadiÂranÂnya di DPR bukanlah baru pertama kali. Selama bertamu ke DPR, dia mengaku kalau gaya berpakaiannya tetap sama dan tidak berubah.
“Anggota yang saya temui tiÂdak komplain, petugas keamaÂnan juga tidak melarang. Jadi apanya yang salah?,†katanya sambil mengembalikan kartu tamu ke bagian meja resepsionis yang ada di depan pintu masuk Nusantara I DPR.
Pantauan Rakyat Merdeka, di meja penerima tamu yang dijaga oleh beberapa petugas pengaÂmaÂnan dalam (pamdal), tidak terlihat ada tamu yang ditegur gaya berpakaiannya. Semua tamu yang hadir hanya ditanya keperluan dan diminta untuk meninggalkan kartu pengenal untuk ditukar dengan kartu tamu.
“Saat ini kami belum menÂjaÂlankan peraturan tentang cara berÂpakaian bagi staf dan tamu yang ada di DPR. Sebab, dari pimpinan kami belum mendapatkan inÂtruksi untuk melaksanakannya,†jelas Sugandi, selaku kepala PamÂdal di lingkungan Nusantara I DPR tersebut.
Karena itu, Sugandi mengaku hingga kemarin siang, pihak Pamdal belum memiliki laporan ada tamu atau staf yang tidak diÂperbolehkan masuk. “Memang ada beberapa yang mungkin bisa dikategorikan seksi. Tapi selama belum ada intruksi, kami tidak berwenang untuk menegurnya,†ungkapnya.
Seragam Untuk Staf DPR Masih Bisa Dibuat Seksi
Selain larangan berpakaian seksi, ada juga usulan agar seluÂruh staf anggota DPR diwajibkan memakai seragam saat bekerja. Namun usulan ini menimbulkan reaksi berbeda dari kalaÂngan staf anggota DPR sendiri.
Kiki Amelia selaku staf angÂgota DPR dari Fraksi Gerindra ini mengaku setuju diberÂlaÂkuÂkannya pakaian seragam. MeÂnurutnya seragam bisa memberi kesan teratur.
“Sehingga staf nanti layaknya seorang PNS yang seragam daÂlam berpakaian. Sehingga di DPR ini tidak ada lagi perbedaan anÂtara staf yang satu dengan lainnÂya,†katanya.
Ruri 24 tahun, seorang staf anggota DPR dari fraksi Partai Demokrat juga sepakat deÂngan wacana pengenaan seragam tersebut.
Alasannya, dengan meÂngenakan seragam, staf akan leÂbih mudah diatur untuk tidak berpakaian seksi saat berkerja.
Namun pendapat berbeda justru disampaikan Hayatun Nufus, seorang staf ahli angÂgota DPR dari Fraksi Demokrat Inggrid Kansil. Baginya, seragam sama sekali tidak bisa mengatur seorang staf untuk tidak berÂpaÂkaian seksi.
“Kalau pada dasarnya staf terÂsebut suka berpakaian seksi daÂlam bekerja, dengan seragam pun kebiasaan itu tidak akan hilang. Karena bisa saja, nantinya seraÂgam dipermak dan dibuat ketat sehingga akan seksi saat dipakai nanti,†ujarnya.
Menurut Nufus, berpakaian sekÂsi itu sebenarnya tergantung keÂtegasan dari anggota dewan, tempat dimana staf tersebut beÂkerja. Sebab, kalau anggota deÂwan yang menjadi bosnya saja tidak melarang, maka staf merasa gaya berpakaiannya sah-sah saja.
“Aturan agar staf tidak berÂpaÂkaian seksi itu sudah sangat baÂgus untuk diterapkan. Tapi apaÂkah pemberlakuan aturan ini juga sudah berkoordinasi dengan seluruh anggota DPR yang ada? Kalau tidak, sulit untuk diteÂrapÂkan,†ujarnya.
Pakaian Seksi Itu Seperti Apa Ya...?
Vena Melinda Tanya:
Mengenakan baju dan rok warna hijau, Venna Melinda terÂlihat meninggalkan ruangan siÂdang paripurna di lantai III, NuÂsantara II Kompleks DPR JaÂkarta. Sambil berjalan santai, anggota DPR dari Fraksi DeÂmokÂrat ini menyusuri lorong yang ada di gedung Nusantara II menuju ke ruangan kerjanya di lantai 22 pada gedung sebelah.
“Aturan tersebut sah-sah saja kalau memang ingin diberÂlaÂkuÂkan DPR karena bertujuan untuk mengembalikan citra. Tapi yang jadi pertanyaan, apaÂkah aturan berpakaian seksi itu sudah dibahas secara matang?†ungkap Venna saat ditemui di ruangan kerjanya.
Sambil duduk menyilangkan kedua kakinya, putri Indonesia tahun 1994 ini berpendapat, berÂpakaian seksi saÂngat luas definisinya. SemenÂtara aturan yang kini dibuat Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR, lanjutnya, belum secara detail menjelaskan maksud dari berpakaian seksi tersebut.
“Yang seperti apa pakaian sekÂsi itu? Definisi saya dan orang lain mungkin berbeda soal aturan seksi itu. Dan ingat, berpakaian seksi itu bukan berarti orang tersebut tidak bisa berkontribusi positif,†jelasnya.
Karena itu, Venna meÂnyaÂranÂkan agar BURT dan pimpinan DPR berpikir ulang meneÂrapkan aturan terÂsebut. Karena aturan tersebut tidak cukup efektif menegakkan citra DPR. ApaÂlagi, kalau aturannya kemuÂdian tidak dijalankan secara konsisten.
“Lebih baik buat aturan yang lebih dibutuhkan saja, keÂÂtimÂbang mengatur tata cara berÂbuÂsana. Misalnya, reaÂlisaÂsiÂkan dong ruang menyusui unÂÂtuk anggota DPR dan staf waÂnita yang kebetulan meÂmiÂliki anak balita. Itu jauh lebih baik,†ujarnya.
Tak hanya Venna, beberapa poÂlitisi wanita juga angkat biÂcara soal aturan baru DPR terÂsebut. Untuk berpakaian, diÂhaÂrapkan BURT DPR tidak perlu melakukan imbauan apalagi sampai membuat aturan tertulis.
“Saya setuju siapa pun yang ada di lingkungan DPR harus berpakaian sopan. Tapi rasanya tidak perlu ada aturan tertulis, meskipun sifatnya hanya sÂeÂbatas himbauan,†ujar anggota DPR dari Fraksi PDIP Rike Diah Pitaloka.
Menurut Rieke, hal yang seÂbeÂnarnya diinginkan rakyat terÂhadap para anggota dewan buÂkanlah pada cara berÂpaÂkaianÂnya. Rakyat itu, kata dia, lebih berharap agar DPR focus pada masalah legislasi, budÂgeÂting dan pengawasan.
“Rok mini di DPR please dong ah. Rok mini di DPR tidak akan menyebabkan harga seÂmÂbako itu naik. Tapi kenaikan harga BBM itu yang membuat sembako naik,†tegasnya.
Politisi perempuan dari FrakÂsi Demokrat, Novariyanti Yusuf juga mempertanyakan aturan terÂsebut. Menurutnya, meskiÂpun tidak harus dikaitkan deÂngan eksploitasi seksualitas peÂrempuan, tetapi perlu diperÂtaÂnyakan intensionalitas dari penerapan aturan ini.
Menurutnya, cara berpakaian itu tidak ada korelasinya deÂngan efektifitas kerja. Aturan berpakaian, kata Nova, sangat mengada-ada dan dipaksakan.
“Untuk memperbaiki citra, rasanya tidak akan berpeÂngaÂruh. Karena sikap dan cara berÂpaÂkaian tidak selalu linear. PaÂkaian rapat belum tentu sikap di balik cara berpakaian sesoÂpan cara berpakaiannya,†tegasnya.
Bekas model yang kini menÂjadi anggota DPR dari Fraksi PPP, Okky Asokawati juga memÂpertanyakan aturan berÂpaÂkaian seksi tersebut.
MeÂnuÂrutÂnya, kalau aturan tersebut diÂbuat dengan tujuan menjaga seseorang agar tetap berpenampilan secara proÂfeÂsÂsional, tidak salah untuk diÂberlakukan. [Harian Rakyat Merdeka]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.