Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Merasa Ngetop, Trimedya Leluasa Keluar-Masuk Lapas

Anggota Komisi III DPR Ramai-ramai Balikin Kartu Akses

Selasa, 14 Februari 2012, 09:32 WIB
Merasa Ngetop, Trimedya Leluasa Keluar-Masuk Lapas
kartu akses Kementerian Hukum dan HAM

RMOL. Anggota Komisi III DPR ramai-ramai mengembalikan kartu akses untuk masuk ke sejumlah instansi Kementerian Hukum dan HAM. Mereka khawatir kartu ini bisa disalahgunakan.

Aksi mengembalikan kartu ak­ses itu terjadi saat rapat dengan pendapat antara Komisi III dengan Kementerian Hukum dan HAM, kemarin.

Saat rapat yang dipimpin Wakil Ketua Komisi III Aziz Syam­suddin baru dimulai, Syarifuddin Sudding dari Fraksi Partai Ha­nura angkat bicara.

 â€œInterupsi ketua, sebelum masuk agenda saya mau mengembalikan ID card yang selama ini jadi kontroversi. Ini bukan permintaan saya, ini sudah jadi isu luas di media dan saya mau mengembalikan,” kata dia.

Azis meminta nanti saja me­ngem­balikan kartu akses itu. “Pak Suding kan saat ini agen­da­n­ya untuk membahas masalah re­misi dan pembebasan bersyarat. Ma­salah pengembalian kan ha­nya masalah teknis, itu bisa nanti,” katanya.

Suding tetap ngotot hendak me­ngem­balikan, Azis pun me­nga­lah. Azis lalu bertanya siapa lagi yang hendak mengem­balikan. Empat orang ang­kat tangan. Mereka yakni Ahmad Yani (Fraksi PPP), Tri­medya Panjaitan (Fraksi PDIP), Nu­dir­man Munir (Fraksi Partai Golkar) dan Nasir Djamil (Fraksi PKS).

Sebelumnya, M Nasir, salah satu anggota Komisi itu dipergoki datang malam-malam ke Rutan Ci­pinang. Walaupun kedatang­an­nya untuk bertemu kakaknya, Mu­hammad Nazaruddin yang ditahan karena terjerat kasus suap wisma atlet, Nasir berdalih te­ngah menjalankan tugas sebagai ang­gota Komisi Hukum DPR.

Kementerian Hukum dan HAM memang menerbitkan kartu akses bagi anggota Komisi III. Dengan kartu ini, anggota Dewan bisa leluasa masuk ke ru­tan maupun lapas. Ternyata Nasir tak memegang kartu itu.

Trimedya mengembalikan kartu akses itu sebagai bentuk pro­tes terhadap Kementerian Hu­kum dan HAM yang mem­per­bolehkan Nasir datang ke rutan di luar jam kunjungan. “Apalagi dia tak memegang kartu itu,” katanya.

Bekas pengacara itu mengaku tak pernah menggunakan kartu akses ini untuk bisa masuk ke dalam lapas.

“Para sipir penjara biasanya su­dah tahu kalau saya anggota DPR. Jadi mereka langsung mem­persilakan masuk tanpa ha­rus mengeluarkan kartu tersebut,” katanya. Sebab itu, dia merasa tak memerlukan kartu akses untuk bisa masuk ke lapas.

Trimedya sudah beberapa pe­riode duduk sebagai anggota DPR. Ia juga orang lama di Ko­misi III. Pada periode 2004-2009, dia pernah menjadi ketua Komisi III. Wajahnya kerap muncul di la­yar kaca maupun media massa.

“Kartu tersebut mungkin ber­manfaat bagi anggota DPR yang kurang dikenal luas oleh ma­syarakat,” kata Trimedya.

Menurut dia, dengan kartu akses anggota Dewan bisa me­lihat kondisi lapas dan rutan di daerah pemilihannya saat sedang reses.

Ahmad Yani pun mengaku tak butuh kartu akses. Menurut dia, tanpa kartu itu dia tetap bisa ma­suk ke lapas dalam menja­lan­kan fungsi pengawasan. “Ini su­dah dijamin oleh konstitusi,” katanya.

Sama seperti Trimedya, Yani pun jarang menunjukkan kartu itu kepada sipir saat hendak masuk ke lapas.

Menurut dia, petugas penjara sudah tahu bahwa dirinya ang­gota Dewan sehingga diper­si­la­kan masuk tanpa harus me­nun­jukkan kartu akses. “Kartunya selalu saya tinggalkan di mobil,” katanya.

Walaupun sudah dikenal luas sebagai anggota DPR, Yani sem­pat kesulitan masuk ke penjara di Lubuk Linggau, Sumatera Barat.

Saat itu, dia hendak melihat kondisi di dalam penjara itu lantaran men­cium ada sejumlah kejanggalan. Namun sipir tak memper­boleh­kannya masuk.

“Akhirnya dengan bekal kartu anggota DPR diperbolehkan ma­suk, tanpa harus kartu akses dari Kemenkum dan HAM,” katanya.

Ketua Komisi III Benny K Har­man menyarankan anggota komisinya untuk mengembalikan kartu akses walaupun sebenarnya diperlukan.  “Kartu itu nggak di­per­lukan, malah bisa disa­lah­gu­nakan. Sebaiknya kartu itu di­kembalikan ke Menkum HAM,” katanya.

Kata dia, kalau sekadar hendak inspeksi, Komisi III bisa ber­kun­jung ke lapas pada jam kerja tak perlu pada tengah malam. “Kita bisa kapan saja (masuk) untuk penga­wasan. Kartu itu nggak perlu.”

Benny meminta Menteri Hu­kum Amir Syamsuddin mencabut kartu akses bagi anggota Komisi III untuk mengawasi rumah tahanan. “Sebab potensi disa­lah­gu­nakan,” katanya.

Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsuddin akhirnya me­nya­takan kartu akses tak ber­laku lagi.  Menurut dia, tanpa kartu itu anggota Komisi III tetap bisa masuk ke lapas untuk me­lak­sanakan fungsi pengawasan.

“Tidak perlu ada kartu lagi. Ka­lau melaksanakan fungsi pe­nga­wasan tentunya perlu ada koor­dinasi dengan kami supaya kami membantu dan mendukung, mem­perlancar apa yang akan diker­jakan. Jadi tujuannya jelas dan hasilnya pun akan jelas,” jelasnya.

Tak hanya itu, Amir pun mem­berikan kebebasan kepada ang­gota Dewan untuk berkunjung ke lapas jam berapa pun sepanjang men­jalankan fungsi pe­nga­was­annya. “Tidak perlu ada kartu lagi,” tandasnya lagi.

Sebenarnya, kata dia, ke­bi­jakan menerbitkan kartu akses ba­gi anggota DPR itu baik. “Tapi se­karang kebijakan saya lebih baik lagi. Kartu perlu pakai kartu.”

Meski begitu, Amir berharap anggota Dewan tetap mematuhi tata tertib yang berlaku di lapas dan rutan saat melakukan kun­jungan.  

“Yang jadi concern kita adalah penyalahgunaan hak. Contohnya pada hari Rabu itu, di luar jam kunjungan meskipun saya tidak keberatan tapi apakah fungsinya dijalankan?” katanya. Amir me­nunjuk kepada peristiwa Nasir yang datang ke Ru­tan Cipinang menjelang te­ngah malam.

Amir pun menegaskan, kuasa hukum terdakwa maupun ter­sangka tak bisa 24 jam ber­kun­jung ke lapas atau rutan. Sebab itu, kedatangan pengacara wa­lau­pun bersama anggota DPR tak bisa dibenarkan.

“Itu keliru. Jelas tidak tertib aturan. Ini jelas tidak ada laporan ter­lebih dahulu ke KPK (Komisi Pem­berantasan Korupsi) ataupun ke Dirjen Pemasyarakatan atau saya,” katanya.

Polri Juga Buatkan Kartu Akses Untuk Anggota Komisi III

Bukan Kementerian Hukum dan HAM saja yang mem­be­ri­kan kartu akses kepada anggota Komisi III DPR, Polri pun me­nerbitkan kartu serupa.

Hal ini diungkapkan anggota Komisi III DPR Trimedya Pan­jaitan. “Fungsinya hampir sama bisa digunakan untuk keperluan pengawasan terhadap lembaga yang berada di bawah institusi Polri,” kata politisi PDIP.

Trimedya menjelaskan, kartu akses yang dikeluarkan Kemen­terian Hukum dan HAM bukan hanya untuk masuk ke dalam rutan dan lapas.

“Kartu itu juga bisa digu­na­kan untuk masuk kantor imig­rasi ataupun Dirjen Ad­mi­nis­trasi Hukum Umum (AHU),” katanya.

Direktorat Jenderal Imigrasi juga berada di bawah Kemen­te­rian Hukum dan HAM. Kan­tor imigrasi tersebar di seluruh wilayah. Salah satu tugas ins­tansi ini mengawasi ke­luar-masuk orang ke Indonesia.

Sudah Ada Sejak Era Menteri Hamid

Pemberian kartu akses kepada anggota Komisi III DPR terjadi pada era Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar. Amir Syamsuddin, penggantinya mencabut kebijakan itu.

Kenapa Patrialis menerbitkan kartu akses itu? Ini alasannya. Menurut politisi PAN itu, kartu ini merupakan salah satu fa­silitas untuk mempermudah ang­gota Komisi Hukum DPR me­ngawasi unit-unit kerja di Ke­menterian Hukum dan HAM.

“Saya memberikan akses yang seluas-luasnya kepada seluruh anggota Komisi III untuk melakukan pengawasan kepada pemerintah, khususnya Kemenkumham,” kilahnya.

Kartu itu dikeluarkan pada 2010. Tidak ada masa berlaku­nya. Mengenai hal ini, Patrialis menjelaskan telah meminta Sekjen Ke­menkum HAM untuk mem­berikan masa berlaku kartu se­lama setahun. “Tapi ternyata ti­dak dibuat. Berarti kartu itu ber­laku selama mereka jadi Anggota Komisi III,” katanya.

Anggota Komisi III Ahmad Yani mengungkapkan, kartu itu dibuat karena ada beberapa ang­gota komisi yang sulit ma­suk ke rutan dan lapas untuk me­lakukan menjalan tugas pengawasan. Kementerian Hukum dan HAM setuju untuk memberikan kartu akses bagi anggota Ko­misi III.

Kementerian lalu meminta anggota Komisi Hukum me­nyerahkan foto untuk keperluan pembuatan kartu itu. “Ada 16 ang­gota DPR yang me­nye­rah­kan foto dan dibuatkan kartu, se­dangkan sisanya tidak,” katanya.

Ketua Komisi III DPR Benny K Harman mengaku tak me­mi­liki kartu akses. “Waktu itu mau dibuatkan kartu kita disuruh kum­pulkan syarat seperti pas foto, saya nggak kumpulkan. Saya merasa itu nggak diper­lukan,” katanya.

M Nasir juga tak memegang kartu akses. “Berdasarkan data yang ada, sejauh ini hanya 16 orang yang diberikan kartu itu. Dan dari 16 kartu itu tidak ada nama beliau (Nasir),” kata Amir Syamsuddin.

Bekas ketua Komisi III Tri­me­dya Panjaitan mengaku sudah memiliki kartu akses jauh sebelum era Patrialis. “Saya su­dah punya kartu sejak Pak Hamid (Awaluddin) dan bukan zaman Pak Patrialis,” ujar bekas ketua Komisi Hukum DPR.

Pada 2004, Hamid Awalud­din diangkat menjadi Menteri Hukum dan HAM di Kabinet Indonesia Bersatu I. Di tengah jalan dia dicopot dan digantikan Andi Mattalatta, politisi Partai Golkar. Patrialis baru duduk menjadi menteri pada 2009. Pada 2011 dia digantikan Amir Syamsudin.

Menurut Patrialis, kartu akses yang diterbitkan pihak­nya sangat membantu tugas anggota Komisi III. Tak sedikit yang menggunakan kartu itu untuk melakukan sidak di daerah pemilihannya masing-masing.

“Biasanya setelah sidak, me­reka lapor ke saya, ‘Pak Men­teri, kami sudah berkunjung dan ini masukan dari kami’. Seperti itu penggunaan yang po­sitif,” ujar Patrialis.  

Patrialis menyebut Nasir Dja­mil dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera yang paling sering menggunakan kartu akses. Nasir yang juga wakil ketua Komisi III ke­rap melaporkan hasil sidaknya kepada Patrialis.

Namun bila kartu tersebut disalahgunakan, menurut Pat­rialis, itu di luar tanggung ja­wab­nya.

Patrialis mendukung langkah Amir Syamsuddin mencabut kartu akses menyusul diambil menyusul kontroversi perte­muan tengah malam M Nasir de­ngan Nazaruddin di Rutan Ci­pinang. “Saya pikir ini putusan positif dan karenanya harus dihormati,” katanya.

Patrialis menyakini kepu­tus­an pencabutan kartu akses di­dasari pada pertimbangan ma­tang dan evaluasi yang men­dalam.

“Kadang di­lematis, apapun keputusan yang diambil pasti ada plus dan mi­nus. Namun keputusan harus di­ambil dan di situ keberanian se­orang pemim­pin,” katanya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA