RMOL. Hari menjelang sore Muhammad Lukman Edy masih menatap serius berkas-berkas yang menumpuk di meja kerjanya di ruang Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) MPR di lantai dasar gedung Nusantara V Kompleks DPR/MPR, Senayan, Jakarta. Tak berapa lama dia menandatangani berkas-berkas itu.
Itulah salah satu kegiatan Lukman Edy sebagai ketua FrakÂsi PKB di MPR. Setelah tak lagi menjadi menteri, pria kelahiran Teluk Pinang, Riau ini kembali ke habitatnya: dunia politik. Ia pun mencalonkan diri sebagai anggota DPR pada Pemilu 2009 dan terpilih.
Bekas sekjen PKB ini lalu diÂtempatkan sebagai ketua fraksi partai itu di MPR. Sebagai salah satu ketua fraksi di MPR, LukÂman Edy diminta untuk menÂsoÂsialisasikan empat pilar kebangÂsaan: Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. “Saya diberi kepercayaan pimÂpinan MPR untuk menjadi menÂtor untuk mensosialisasikan progÂram itu,†katanya.
Saat masa reses DPR, Lukman Edy turun ke lapangan bertemu dengan elemen masyarakat untuk menjalankan program itu di Jakarta. Pada masa reses akhir tahun lalu, ia melakukan sosiaÂlisasi selama 26 jam tanpa putus.
Peserta sosialisasi mencapai 2.000 orang. Mulai tukang ojek, ketua RT dan RW, pelajar SMA, mahasiswa hingga organisasi kepemudaan. Keberhasilan melaÂkukan sosialisasi nonstop ini dicatat Museum Rekor Indonesia (MURI).
“Saya hanya berhenti 25 menit setiap lima jam untuk shalat, maÂkan dan ke toilet,†tutur bekas menÂteri percepatan pembanÂguÂnan daerah tertinggal ini.
Untuk bisa mematahkan rekor ini, harus ada yang melakukan keÂgiatan serupa dengan waktu 32 jam tanpa putus atau lima jam leÂbih lama dari Lukman Edy. “Ini seÂsuai ketentuan MURI,†kata dia.
Sebelum membuat rekor ini, Lukman Edy mengaku telah meÂlakukan berbagai persiapan. SeÂlain menyiapkan bahan sosiaÂliÂsasi, dia juga meningkatkan daya tahan tubuh. Yakni dengan meÂlaÂkukan puasa Senin, Kamis dan Sabtu. “Persiapannya seminggu penuh,†kata dia.
Dalam upaya pemecahan rekor sosialisasi terlama ini, Lukman tak mengalami gangguan fisik. Ia menghabiskan 48 botol air miÂneÂral ukuran kecil untuk mengganti cairan tubuh yang terkuras.
Keluhan baru dirasakan setelah memecahkan rekor. “Mata saya agak berat kalau dibuat melihat,†ungkap Lukman Edy. Untuk menormalkannya dia tidur seÂlama dua hari penuh. “Biar cepat sembuh.â€
Sosialisasi ini, menurut dia, unÂtuk rasa nasionalisme masyarakat yang mulai luntur. Ia melihat orang sudah tak tertarik lagi membahas soal pilar kebangsaan. Padahal ini merupakan jiwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Lukman Edy merasa tergerak karena banyak persoalan bangsa yang bersumber dari ketidakÂpaÂhaman mengenai empat pilar kebangsaan itu.
Ia juga prihatin dengan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa ada sekitar 50 juta orang yang merasa Pancasila tak diperlukan lagi.
Keprihatinan anggota Komisi VI DPR bertambah setelah memÂbaca hasil penelitian Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta bahÂwa 28 persen guru agama setuju terÂhadap radikalisme. “Ini meÂnunÂjukan gejala yang tidak baik dan harus segera diantisiÂpasi,â€katanya.
Salah satu caranya dengan mengÂgiatkan sosialisasi meÂngeÂnai pilar kebangsaan kepada seÂluruh elemen bangsa. Namun dia sadar masyarakat sudah kurang tertarik lagi memahami pilar-pilar kebangsaan.
Pola sosialisasi yang dogÂmaÂtis pada era Orde Baru menÂjadi salah satu faktor yang membuat enggan masyaÂrakat meÂmahami PanÂcaÂsila, UUD 1945, NKRI dan BhinÂneka TungÂgal Ika. Komunikasi satu arah yang diteÂrapkan saat itu tak memÂberikan tempat terjaÂdinya dialog.
Mereka yang mencoba “mengÂgugat†pola penerapan pilar keÂbangsaan oleh pemerintah dicap subversif, makar dan dituding peÂnganut komunisme.
“Trauma†masa lalu itu yang menjadi ganjalan dalam melaÂkuÂkan sosialisasi pilar kebangsaan. Untuk itu, perlu dilakukan teÂroboÂsan kreatif agar masyarakat kembali tertarik.
“Sosialisasi yang dibarengi dengan upaya peÂmecahan rekor merupakan salah satu terobosan itu,†kata Lukman Edy.
Siap Kembali Ke Jakarta Untuk Jadi Menteri Lagi
Lukman Edy meninggalkan daeÂrah asalnya, Riau sejak 2005. Di Jakarta bekas anggota DPRD provinsi selama dua peÂriode ini meÂnempati sejumlah poÂsisi penÂting di partainya mauÂpun peÂmerintah.
Lulusan Fakultas Teknik UniÂversitas Brawijaya ini dipercaya menjadi Sekjen Partai KeÂbangÂkiÂtan Bangsa (PKB). Jabatan inilah yang menghantarkannya meÂnemÂpati posisi Menteri Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal di Kabinet Indonesia Bersatu I.
Ia menggantikan koleganya satu partainya, Saifullah Yusuf yang dicopot SBY saat reshuffle pada tahun 2007. Dua tahun keÂmudian, dia melepaskan jabatan menteri karena hendak menÂcaÂlonkan diri sebagai anggota DPR di Pemilu 2009.
Keputusan itu diambil setelah Presiden SBY meminta semua menteri asal parpol yang hendak menjadi anggota legislatif agar mundur supaya tidak terjadi konÂflik kepentingan dan tak mengÂhambat laju ka binet. “Waktu itu saya tidak senÂdiÂrian. Ada bebeÂraÂpa menteri yang mengikuti langÂÂkah serupa seÂperti Jero WaÂcik, Taufiq EfÂfendy,†katanya.
Pilihan Lukman Edy tepat. Dari beberapa menteri yang munÂdur sebelum pemilu, hanya Jero Wacik yang ditunjuk lagi untuk jadi menteri. Ia ditempatkan sebaÂgai Menteri Kebudayaan PariÂwisata (kini Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif) di Kabinet InÂÂdonesia Bersatu II. BeÂlaÂkaÂngan, Jero Wacik digeÂser untuk meÂÂÂnempati posisi straÂtegis: Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.
Lukman Edy mencalonkan diri sebagai anggota DPR di Daerah Pemilihan (Dapil) Riau 2 yang meliputi Kabupaten Kampar, PeÂlalawan, Indragiri Hulu, Indragiri Hilir dan Kuantan Singingi. Pria yang kini berusia 41 tahun ini bersyukur akhirnya terpilih dan melenggang ke DPR.
Di Senayan Lukman Edy diperÂcaya menjadi ketua Fraksi PKB di MPR. Ia merasa menjadi idealis karena duduk di lembaga itu. Ia bisa ikut memberikan peÂmaÂhaman mengenai empat pilar kebangsaan kepada masyarakat. “Kalau di DPR lebih banyak hal-hal yang bersifat pragmatis diÂbanÂding yang idealis,â€katanya.
Setelah hampir tujuh tahun meninggalkan Riau, Lukman Edy berencana kembali ke tanah keÂlahirannya. Ia berniat ikut peÂmiÂlihan gubernur (pilgub) Riau pada 2013 nanti.
“Gubernur Riau saat ini (Rusli Zaenal) akan habis masa jabatanÂnya 2013. Dia tidak boleh naik lagi karena sudah menjabat dua periode. Jadi calon yang akan daÂtang semuanya baru,â€katanya.
Ia mengaku didorong sejumlah tokoh masyarakat dan pemuda seÂtempat untuk maju dalam pilÂgub. Setelah menimbang-timÂbang, ia pun bersedia. Tapi deÂngan syarat, mereka yang menÂdorong harus membantunya mengÂgapai posisi gubernur.
Lukman Edy merasa memiliki keunggulan. Selain masih berÂusia muda, dia pernah mendÂuÂduki seÂjumlah jabatan di daerah maupun pusat.
Dia berusaha meÂningÂkatkan elektabilitasnya. SaÂlah satunya dengan mengÂganÂdeng Surya Khusaini sebagai caÂlon wakil gubernur. Surya adalah orang lokal yang kini duduk seÂbagai ketua PDIP Riau.
Lukman Edy bukanlah bekas menteri yang pertama “pulang kampung†untuk mengikuti pilgub. Saifullah Yusuf—sekjen PKB dan juga menteri percepatan pembangunan daerah tertinggal sebelum Lukman Edy—lebih dulu melakoni hal ini.
Setelah dicopot dari menteri KIB I Saifullah yang akrab disapa Gus Ipul ini ikut Pilgub Jawa Timur. Ia terpilih menjadi wakil gubernur mendampingi gubernur Sukarwo. Kendati berencana pulang kampung, Lukman Edy masih memendam keinginan berkiprah di kancah nasional. Namun untuk saat ini dia fokus untuk bisa mengikuti pilgub. “Setelah berhasil membangun Riau saya siap kembali ke Jakarta dan menjadi menteri lagi,†kata pria bertubuh subur ini.
Balik Ke Dunia Bisnis, Bangun Pabrik Di Batam
Empat bulan sudah Fadel MuÂhammad meninggalkan kursi Menteri Kelautan dan PerÂikaÂnan setelah diganti rekan satu parÂtainya, Cicip Syarif Sutardjo.
Ia pun kembali mengurusi bisÂnisnya yang sempat terlantar. “Hampir 10 tahun saya meÂningÂgalkan dunia bisnis karena siÂbuk di pemerintahan, mulai guÂbernur hingga menteri. Saat ini saat yang tepat untuk memÂbaÂngun bisnis,†kata suami dari Hana Hasanah ini.
Pria kelahiran 1952 ini meÂngungkapkan akan merenovasi gedung Graha Anugrah di Pasar Minggu dan beberapa gedung perkantoran miliknya yang beÂrada di Jalan MT Haryono.
Tidak hanya itu, bekas guberÂnur Gorontalo dua periode ini juga hendak membangun pabrik mesin di Batam. Untuk memÂbangunnya, di bekerja sama dengan investor dari Singapura dan Malaysia.
“Kami sedang mengÂoptiÂmalÂkan pengoperasian pabrik terÂseÂbut karena menyangkut ribuan buruh yang bekerja ditempat itu,â€katanya.
Selepas dari kabinet, aktifitas politiknya semakin padat. KeÂtua Umum Partai Golkar AbuÂrizal Bakrie menugaskannya untuk menggarap kawasan timur Indonesia. “Hampir setiap hari saya mengÂhadiri acara ke berbagai pulau di wilayah timur IndoÂnesia,†kata jebolan teknik fisiÂka Institut Teknologi BanÂdung (ITB) ini.
Belakangan, namanya digaÂdang-gadang sebagai bakal caÂlon gubernur DKI Jakarta dari partai beringin. Namun langÂkahÂnya terganjal putusan MahÂkamah Konstitusi (MK) yang mengharamkan orang yang telah dua periode menjabat guÂbernur mencalonkan diri untuk jabatan yang sama walaupun berbeda daerah.
Dicopot dari posisi menteri dan batal jadi gubernur tak meÂnyurutkan niat Fadel untuk meÂngabdi kepada bangsa dan neÂgara. “Dulu saya mengabdi dari dalam, sekarang dari luar juga bisa,†katanya.
Salah satu bentuknya dengan membuat Yayasan PemberÂdaÂyaÂan Garam Rakyat. PembenÂtuÂkan yayasan didasari sikapÂnya yang menolak masuknya gaÂram impor. Saat menjadi menteri kelautan dan perikanan dia mati-matian menolak impor karena bisa mematikan petani garam di tanah air.
Fadel mengungkapkan yayaÂsan yang didirikannya terus berÂkembang dan telah memperÂkerÂjakan 8 orang secara full time untuk mengurusi operasional.
Yayasan ini akan memÂberÂdayakan ribuan petani garam di Madura, Indramayu dan CiÂreÂbon. “Saya ingin garam bisa diÂbuat di dalam negeri,â€katanya.
Menurut Fadel, nasib petani garam semakin terpuruk karena sejak 1998 Indonesia mengaÂlami defisit garam. Pemerintah kemudian mengambil jalan pintas mengimpor garam.
Petani garam akhirnya tidak mampu lagi memproduksi gaÂram karena garam diimpor deÂngan harga jauh lebih murah. HarÂga garam impor hanya Rp 300 sampai Rp 500 per kilogram. Lebih murah dari harga garam produk petani yakni Rp 4.000 per kilogram. Pasar pun lebih suka garam impor. Laju impor semakin kencang.
Menurut Fadel, yayasan ini terÂbuka untuk bekerjasama deÂngan siapa saja, baik pemeÂrinÂtah, LSM, maupun pengusaha yang mau ikut mendukung program. “Selama satu visi dan satu tujuan, siapa saja bisa ikut terlibat membela rakyat dan meningkatkan produksi garam. Tujuan kita adalah membela rakyat, membantu yang lemah dan meningkatkan produksi garam nasional,â€katanya.
Apa siap bila ditunjuk jadi menteri lagi? Fadel menyaÂtakan bersedia bila dianggap masih bermanfaat bagi maÂsyarakat. [Harian Rakyat Merdeka]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.