Bus tiga per empat yang akan mengantarkan penumpang ke jalur busway ini sudah lama parÂkir di Jalan Jatibaru, Tanah Abang, Jakarta Pusat. “Lagi meÂnunggu penumpang,†kata RahÂmat, supir bus feeder itu.
Pria asal Tasikmalaya itu meÂngatakan sejak pagi baru meÂngangkut 10 penumpang. “KeÂmungkinan waktu pulang kerja sore baru banyak penumpang,†kata dia.
Menurut Rahmat, sehari-hari bus feeder rute Tanah Abang-BaÂlaikota yang dikemudikannya sepi penumpang. Dalam sehari paling banyak hanya mengangkut 50 orang penumpang.
Kata dia, penumpang baru raÂmai bila kereta sedang mengaÂlami gangguan. Sehingga beralih ke busway. “Biasanya penumÂpangnya penuh, bahkan sampai berdiri,†ujarnya.
Namun itu hanya terjadi seÂseÂkali saja. Selama menjadi supir bus feeder hanya dua kali dia meÂngalami penumpang yang berjuÂbel. Bus feeder lebih sering kosong.
“Kami sering menunggu peÂnumpang hingga satu jam. Kalau ada satu orang langsung berangÂkat,†kata Rahmat.
Selama menunggu penumÂpang, mesin bus dibiarkan meÂnyala agar pendingin udara bisa berfungsi. Jadi ketika penumpang masuk tidak merasa kepanasan. “Tapi kalau tempatnya teduh dan banyak pohonnya, mesin diminta pengelola untuk dimatikan agar menghemat BBM,†katanya.
Ada empat feeder busway yang melayani rute ini. Bus-bus itu berÂoperasi mulai pukul 05.00 WIB hingga pukul 22.00 WIB.
Tarif sekali naik Rp 6.500. YakÂni Rp 3 ribu untuk ongkos feeder. Sisanya Rp 3.500 ongkos busÂway. “Walaupun tidak naik busÂway tetap ditarik ongkos segitu,†kata Rahmat.
Tapi bagi penumpang yang turun dari busway dan hendak melanjutkan perjalanan deÂngan feeder hanya ditarik ongÂkos Rp 3 ribu.
Rahmat mencoba menghitung-hitung pemasukan yang diperoleh dari pengoperasian bus feeder. Bila hanya mengangkut 50 peÂnumpang, pemasukan yang diÂdapat Rp 150 ribu.
Menurut dia, pemasukan itu tak bisa menutupi operasional. Setiap hari, bus feeder mengÂhaÂbiskan Rp 200 ribu untuk solar. “Dari sini sebenarnya sudah keÂlihatan ruginya, itu belum terÂmasuk biaya operasional lainÂnya,†katanya.
Halte Jatibaru merupakan temÂpat ngetem bus feeder. Saat siang hari cuaca di sini panas karena tak pohon yang menaungi.
Halte ini terbuat dari besi dan meÂmiliki atap melengkung. KurÂsi dari stainless steel dipasang di antaranya tiang-tiang menyangÂga atap. Kursi ini bisa memuat lima orang.
Di halte ini dipasang papan hiÂjau berukuran besar berisi inÂformasi rute feeder busway. Bus ini melewati, halte Jatibaru, halte Abdul Muis, halte Balaikota 2, halte Kementerian Perhubungan, halte Jalan AR Fahrudin, halte busway Balaikota, dan halte busway Monas.
Di sebelahan kanan halte terÂdaÂpat undakan yang dipasangi pagar di pinggirnya. Undakan ini untuk naik ke bus feeder.
Di halte ini parkir satu bus feeÂder. Mesinnya menyala. PeÂngaÂmatan Rakyat Merdeka, bus ini ngetem selama satu jam.
Bus melaju setelah ada seorang penumpang yang naik. Imron, seÂoÂrang penumpang memilih naik bus feeder ketimbang naik mikÂrolet maupun Metro Mini untuk sampai ke tujuan. “Feeder ada AC-nya. Kalau naik angkot, paÂnas dan sering berdesak-deÂsaÂkan,†akunya.
Pria yang membawa tas pungÂgung ini hendak pergi ke PuÂlogadung. Setiba di halte busway Balaikota ia akan pindah ke bus Transjakarta jurusan Pulogadung.
Walaupun merasa nyaman, pria yang tinggal di Tanah Abang ini mengeluhkan mahalnya harga tiket bus feeder. “Seharusnya harganya cukup 2 ribu saja. Jadi bisa bersaing dengan angkot. Apalagi rutenya tidak terlalu jauh,†katanya.
Selain itu, pria yang meÂngeÂnakan kemeja putih panjang ini berharap rute feeder busway bisa bersinggungan dengan kawasan pemukiman. Sehingga banyak penumpang yang naik.
“Kalau tetap seperti ini terus, bisa dipastikan akan sepi peÂnumÂpang, akhirnya yang diÂruÂgikan peÂngelolanya,†kata Imron sambil berÂlalu masuk ke dalam bus.
Tarif Kemahalan, Pilih Naik Angkot
Pengamat tata kota dan transÂportasi Yayat Supriyatna berÂpenÂdapat bus feeder sepi penumpang lantaran rutenya tak sesuai kebuÂtuÂhan masyarakat. Juga tak meÂnyentuh kawasan pemukiman.
“Yang jelas kalau kita lihat sekarang, feeder busway seperti jalur tersendiri. Saya kira ada keÂsalahan desain awal operasional bus pengumpan ini,†ujarnya.
Menurutnya, selain rute yang tak tak sesuai, sosialisasi yang diÂlakukan untuk memperkenalkan feeder Transjakarta ke peÂnumÂpang atau masyarakat Jakarta maÂsih sangat kurang. Dengan konÂdisi lalu lintas Jakarta yang kerap macet, jadwal kedatangan bus feeder tak bisa ditentukan.
Yayat menyarankan kepada pihak pengelola Transjakarta agar melakukan survei kecil-kecilan siapa sebetulnya pengguna busÂway dan siapa yang memanÂfaatÂkan feedernya.
“Sekarang ini warga Jakarta sudah rasional. Karena waktu kedatangannya yang tidak jelas, masyarakat jadi lebih memilih jalan kaki ke halte bus TransÂjakarta terdekat daripada nunggu feeder,†katanya.
Yayat juga menyinggung tarif feeder Rp 6.500. Menurutnya tarif ini terlalu mahal. Masyarakat akhirnya lebih memilih naik angÂkot ke halte terdekat, dibanding harus menggunakan feeder.
“Operasionalnya merupakan pemborosan, karena pemasukan yang diterima tak sesuai dengan biaya operasionalnya. Jika tak mau dinilai hanya menghabis-haÂbiskan biaya saja, sebaiknya sisÂtem atau manajemen opeÂraÂsioÂnalnya diperiksa kembali dan diÂevaluasi,†katanya.
Rute Diperpanjang ke Pemukiman
Sosialisasi Digeber Lewat Brosur
Feeder busway sudah berÂopeÂrasi empat bulan. Jumlah peÂnumpang yang diangkut maÂsih minim. Apa yang akan diÂlakukan Pemprov DKI JaÂkarÂta dan Badan Layanan Umum (BLU) Transjakarta?
“Setelah dilakukan evaluasi, hasilnya memang belum makÂsiÂmal melayani masyarakat. MaÂkanya kami berencana memÂÂperpanjang jalur feeder. Untuk yang di Barat juga akan diÂperÂpanjang masuk ke peÂruÂmaÂhan, karena saat ini kurang pas,†kata Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Udar Pristono.
Menurutnya, Rute 2 Tanah Abang-Balaikota. Nantinya dari depan Balaikota juga akan diperpanjang. Feeder akan meÂlalui Stasiun Gambir-Tugu Tani-Jalan Kebon Sirih. SeÂmenÂtara yang menuju ke Tanah Abang melalui Pasar Tanah Abang dan stasiun kereta.
Udar menjelaskan, 15 armada feeder busway hanya melayani rata-rata 500 penumpang per hari. Jauh dari target 5.250 orang per hari. “Kami upayakan agar feeder ini diminati oleh maÂsyarakat, sehingga bisa meÂningkatkan penumpang bus Transjakarta juga,†katanya.
Feeder memang diperÂuntÂukÂkan bagi calon penumpang yang hendak menuju ke koridor-koÂridor busway seperti koridor I (Blok M-Kota) dan Koridor IX (Pluit-Pinang Ranti).
Ada tiga rute yang dilunÂcurÂkan September lalu. Yakni Rute 1 mencakup Sentra PriÂmer BaÂrat-Daan Mogot, Rute 2 meÂliputi Tanah Abang-BaÂlaikota dan Rute 3 terdiri SCBD-Senayan.
Kepala BLU Transjakarta M Akbar mengatakan akan melaÂkukan sosialisasi lagi mengenai keberadaan feeder. Sosialisasi lewat banner, pamflet, dan broÂsur. “Kita akan gencarkan soÂsialisasinya dan ini merupakan ikhtiar kita untuk dapat menÂcapai target,†katanya.
Saat peluncuran feeder busÂway, Akbar berharap maÂsyaÂrakat yang selama ini mengÂguÂnaÂkan kendaraan pribadi bisa beralih ke angkutan massal (busway).
Bila masyarakat beralih mengÂgunakan busway kemaÂcetan di Jakarta bisa dikurangi. BLU akan menambah jumlah armada bila penumpang busÂway makin banyak.
Akbar berharap rute feeder diperbanyak, terutama di ujung-ujung koridor busway. Seperti di halte Kampung Rambutan, halte Blok M, kawasan Kelapa Gading, halte Yos Sudarso mauÂpun Pulomas dan Yos Sudarso.
Halte-halte itu berdekatan deÂngan pemukiman penduduk yang berpotensi menggunakan bus Transjakarta untuk beÂpergian. [Harian Rakyat Merdeka]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.