Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Untuk Dapat Sertifikat Sehat, Pilot Cuma Jalani Tes 30 Menit

Berkunjung Ke Balai Kesehatan Penerbangan Kemenhub

Rabu, 08 Februari 2012, 09:41 WIB
Untuk Dapat Sertifikat Sehat, Pilot Cuma Jalani Tes 30 Menit
Badan Narkotika Nasional (BNN)
RMOL. Jumlah pilot dan awak kabin yang ketahuan mengonsumsi narkoba bertambah. Sabtu dinihari (4/2), aparat Badan Narkotika Nasional (BNN) menangkap Saiful Salam (44), pilot maskapai Lion Air di Surabaya. Ia positif menggunakan sabu. Padahal, dua jam lagi akan menerbangkan pesawat ke Makassar.

Aturan penerbangan sangat jelas: pilot dilarang meng­gu­na­kan narkoba. Sebab bisa mem­bahayakan penerbangan. Ja­ngan­kan mabuk, pilot yang diketahui tidak fit saja tak dilarang me­ner­bangkan pesawat.

Untuk menjaga kelaikan me­ner­bangkan pesawat, pilot wajib menjalani pemeriksaan kesehatan secara rutin. Cukup meng­he­ran­kan pemeriksaan itu tak bisa men­deteksi penggunaan narkoba.

Kenapa bisa pilot “pecandu” lolos dari pemeriksaan kese­ha­tan? Rakyat Merdeka pun ber­kunjung ke Balai Kesehatan Pe­nerbangan yang terletak di Jalan Kota Baru Bandar Kemayoran Blok 11 Nomor 4, Jakarta Pusat.

Balai ini berada di bawah Direktorat Jenderal (Ditjen) Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan. Diresmikan pada 23 April 2009 oleh Jusman Syafii Djamal, Menteri Perhubungan saat itu. Pembangunannya meng­habiskan dana Rp 11,788 miliar.

Balai Kesehatan Penerbangan ini telah memiliki certificate of medical untuk pemeriksaan ke­se­hatan para personil pener­ba­ngan sesuai standar International Civil Aviation Organization (ICAO) Regulation Part 67.

Balai ini berfungsi sebagai tem­pat pemeriksaan kesehatan ter­hadap awak pesawat dan per­sonel operasi penerbangan. Juga melakukan penelitian terhadap kesehatan di bandara.

Balai Kesehatan Penerbangan menempati gedung berlantai em­pat. Gedung ini berdiri di lahan seluas 1.000 meter persegi. Me­masuki gedung terlihat ruangan yang cukup luas. Di sini terdapat beberapa loket pendaftaran pe­me­riksaan keuangan. Puluhan kursi tunggu ditata rapi di depan loket-loket itu.

Di kaca salah satu loket dipa­jang informasi mengenai waktu layanan pemeriksaan. Yakni Senin sampai Kamis mulai dari pukul 07.30 sampai 16.00 WIB. Semen­tara untuk Jumat buka sampai 16.30 setelah dipotong masa isti­rahat pukul 11.30 sampai 13.00.

Setelah melewati loket pen­daf­taran terdapat lima ruangan yang berukuran sama yakni 3x6 meter. Inilah ruang pemeriksaan fisik. Di dalam ruangan disediakan satu tempat tidur dan meja untuk dok­ter yang melakukan pemeriksaan. Sebuah komputer disediakan di meja ini untuk mencatat hasil pemeriksaan.

Sebuah lemari kaca diletakkan menempel di dinding. Lemari ini untuk menyimpan alat-alat pe­rik­sa. Persis di belakangan loket pen­daftaran terhadap ruangan yang lebih besar. Ukuran 6x7 me­ter. Ruangan ini adalah labo­ra­torium. Ruang pemeriksaan mata, THT, rontgen dan jantung terletak di lantai dua.

Dokter pemeriksa di Balai ini berjumlah 15 orang. Ada 100 staf kesehatan dan pegawai yang ber­tugas di sini. Saat Rakyat Mer­de­ka berkunjung Senin lalu (6/2) suasana di lantai satu gedung Balai Kesehatan Penerbangan tam­pak lengang.

Achmad Abdullah duduk san­tai di ruang tunggu pemerik­sa­an di dekat loket pendaftaran Ketua Kelompok Tenaga Medis Balai Kesehatan Penerbangan ini me­ngisi waktu dengan berbincang dengan rekannya. “Kami me­nung­gu orang yang datang pe­riksa,” katanya.

Abdullah menjelaskan, Balai ini tak hanya melakukan peme­riksaan terhadap pilot, tapi juga awak kabin, petugas air traffic control (ATC) hingga petugas la­pangan di bandara.

Pemeriksaan untuk pilot paling banyak dibanding kru pener­ba­ngan lainnya. Meliputi pe­me­rik­saan fisik, darah, urine, mata, audio, gigi, rontgen dan jantung. Walaupun banyak, kata Abdullah, semua pemeriksaan itu hanya butuh waktu setengah jam.

Bila hasil pemeriksaanya baik (fit), Balai akan mengeluarkan ser­tifikat kesehatan. Sertifikat ini me­rupakan syarat utama untuk mem­peroleh lisensi terbang. Na­mun bila hasilnya tidak baik (unfit), dok­ter akan menyarankan agar be­r­obat. Misalnya, bila hasil pe­meriksaan menunjukkan kadar asam urat yang tinggi, dokter akan mem­berikan resep obat penurunnya.

Bila dianggap perlu melakukan pemeriksaan lanjutan, Balai akan merujuk ke Lembaga Kesehatan Penerbangan dan Ruang Angkasa (Lakespra) milik TNI AU.

Orang yang tidak lolos bisa datang ke Balai dua minggu lagi untuk menjalani pemeriksaan kesehatan ulang. “Bila masih ga­gal, dia harus memperbaiki ke­se­ha­tannya sampai mendapatkan ser­tifikat kesehatan,” kata Abdullah.

“Biaya sekali pemeriksaan bervariasi, tergantung banyaknya item yang diperiksa. Tapi yang pasti tidak lebih dari Rp 700 ribu,” ungkap dia.

Balai ini melakukan pemerik­sa­an kesehatan terhadap awak pe­nerbangan dari semua mas­ka­pai. “Setiap hari rata-rata ada 100 awa­k penerbangan yang menga­jukan sertifikat kesehatan,” kata dia.

Sesuai standar ICAO, seluruh pilot dan awak penerbangan ha­rus menjalani pemeriksaan ke­se­hatan setiap enam bulan sekali. Bila tak dilakukan yang ber­sang­kutan tak boleh terbang.

“Kami (Kemenhub) termasuk paling ketat dalam cek kesehatan karena enam bulan sekali. Di negara lain bahkan ada yang setahun sekali,” katanya.

Lamanya rentang jadwal pe­me­riksaan membuat pilot yang me­ngonsumsi narkoba bisa lolos. Abdullah menjelaskan kandu­ngan narkoba di air seni (urine) akan hilang dalam waktu 2x24 jam. Sementara di darah 3x24 jam. “Bisa lolos karena sudah ber­sih (dari narkoba) sebelum menj­alani pemeriksaan,” katanya.

Penggunaan narkoba juga dapat dideteksi dari rambut. Jejak narkoba bertahan di rambut hing­ga 3 bulan setelah pema­kaian. “Tapi kita tidak punya alat untuk mengetes itu. Yang punya Badan Narkotika Nasional,” aku Ab­dullah.

Lisensi Dicabut, Dipecat Pula

Karier Saiful Salam sebagai pilot sudah tamat. Selain harus ber­urusan dengan hukum karena menggunakan sabu, lisensi ter­bang­nya dicabut Kementerian Per­hubungan. Lion Air juga telah memecay pria berusia 44 tahun ini.

 Dirjen Perhubungan Udara Ke­menterian Perhubungan, Herry Bakti S Gumay mengatakan, li­sensi pilot Lion Air berinisial SS telah dicabut. “Jadi profesi dia ber­henti,” katanya.

Pencabutan lisensi terbang bagi pilot yang kedapatan mengon­sumsi narkoba ini untuk mem­be­ri­kan efek jera. “Dengan tindakan tegas ini kita berharap semua jadi bersih, pilot lain akan berpikir ulang untuk melakukan kesa­la­han yang sama,” katanya.

Direktur Umum Lion Air Ed­ward Sirait menegaskan pihaknya memecat Saiful Salam. “(Dia) tidak akan pernah menjadi pilot di Lion Air lagi,” katanya. “Para pi­lot semestinya menaati pera­tu­ran dan tahu apabila meng­guna­kan narkoba itu dilarang,” kata dia.

Edward mengatakan tindakan tegas ini diambil karena Lion Air tidak menolerir pilot yang ber­main-main dengan keselamatan penumpang.

Untuk diketahui, Saiful Salam ditangkap di Hotel Garden Pa­laca, Surabaya pada Sabtu (4/2) pukul 03.30 WIB. Aparat Badan Narkotika Nasional (BNN) menggeledah kamar 2109 tempat Saiful menginap dan menemukan sabu seberat 0,04 gram dan alat penghisapnya.

Penangkapan itu dilakukan 2,5 jam sebelum Saiful mener­bang­kan pesawat Lion Air jurusan Surabaya-Makassar-Balikpapan-Surabaya. Tes urine menun­juk­kan pilot itu positif mengonsumsi sabu.

BNN Usul Pilot  Dites Setiap Bulan

Pemeriksaan Kesehatan Bisa Dikelabui

Sejumlah pilot dan awak ka­bin Lion Air ditangkap ka­re­na me­ngonsumsi narkoba. Mas­ka­pai penerbangan yang mem­pe­kerjakan mereka mengklaim su­dah melakukan pemeriksaan ke­sehatan saat rekrutmen.

Lalu kenapa bisa lolos? Hasil pemeriksaan menunjukkan me­reka layak untuk terbang. “Kami mengira ada calon pilot yang tidak menggunakan nar­ko­ba sebelum ikut tes. Jadi ha­sil­nya pun negatif,” kata Di­rek­tur Umum Lion Air Edward Sirait.

Manajemen Lion Air pun me­rasa dikelabuhi setelah se­jum­lah pilot dan awak kabin ke­ta­hu­an memakai narkoba dan di­tangkap aparat. “Mereka lebih li­hai di­banding kami,” kata Edward.

“Untuk menghindari kebo­ho­ngan dalam tes, kami akan me­mi­kirkan untuk menggunakan metode baru dalam tes pene­ri­maan,” kata Edward.

Saiful Salam, pilot Lion Air yang ditangkap petugas Badan Narkotika Nasional (BNN) di Surabaya, Sabtu lalu (4/2) me­ngaku sudah mengonsumsi nar­koba sejak tahun 2010.

“Saat ditangkap alasannya frus­tasi, karena istri dan anak SS menghilang atau kabur dari ru­mah,” ujar Sumirat Dwi­yan­to, Kepala Humas BNN seperti di­kutip inilah.com.

Sesuai aturan organisasi pe­ner­bangan internasional, ICAO, pemeriksaan kesehatan ter­ha­dap pilot dilakukan setiap enam bulan sekali. Lebarnya jarak pemeriksaan kesehatan itu bisa memberi kesempatan pengguna narkoba membersihkan diri sebelum menjalani tes.

Untuk menghindari hal itu, BNN mengusulkan mem­per­pen­­dek rentang pemeriksaan. “Jadwal biasa enam bulan se­ka­li, kami sedang upayakan agar jadi sebulan sekali,” kata Sumirat.

“Kalau tingkat kecanduannya rendah, selama dua pekan hing­ga sebulan saja tidak meng­kon­sum­si darahnya bisa bersih,” kata dia. Dengan jadwal peme­rik­saan yang pendek, pilot dan awak penerbangan yang me­ngo­n­sumsi narkoba bakal terdeteksi.

Selain mengubah jadwal, BNN akan memeriksa secara acak dan mendadak. “Kami akan mengetes secara acak se­jumlah pilot yang akan mener­bangkan pesawat,” katanya,

Sumirat menjelaskan, aturan yang menaungi pemeriksaan itu adalah surat edaran Direktorat Jenderal (Ditjen) Perhubungan Udara Kementerian Perhu­bu­ngan nomor HK010/1/1/DRJU-2012 tertanggal 12 Januari 2012. Isinya mengenai standar prosedur pencegahan terkait penyalahgunaan narkoba oleh personel operasi pesawat udara.

BNN sudah meneken nota ke­sepahaman dengan Ke­men­terian Perhubungan. Pemerik­saan narkoba tak hanya untuk para pilot, melainkan nakhoda, masinis, maupun juru mudi lainnya. [Harian Rakyat Merdeka]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA