RMOL. Kemeriahan Imlek tahun 2012 segera berakhir. Perayaan tahun baru Cina ini ditutup dengan Cap Go Meh yang merupakan puncak dari semua ritual yang sudah berlangsung sejak dua pekan lalu.
Di Vihara Dharma Bakti yang terÂletak di Petak IX, Glodok, Jakarta Barat, keramaian sudah terlihat beberapa hari terakhir. Saat Cap Go Meh kemarin, warga etnis Tionghoa yang berasal dari sejumlah wilayah di Jabodetabek terus memadati vihara tertua di Jakarta ini .
Mereka yang datang umumnya untuk bersembahyang di dalam vihara, demi memohon kelanÂcaran rizki sepanjang tahun 2012. Sambil membakar hio, satu per satu ruangan vihara akan didataÂngi pengunjung yang datang untuk memanjatkan doa-doa.
Karena vihara ini selalu ramai dikunjungi sejak sebelum Imlek, tak heran menjadi tempat untuk mengais rezeki bagi orang-orang tak mampu. Mereka datang ke sini berharap mendapat angpao dari pengunjung vihara.
Bahkan pemburu angpao ini tak hanya berasal dari Jakarta teÂtapi juga dari sejumlah daerah di Jawa Barat maupun Jawa Tengah. Ada yang sudah berada di sini seÂjak sepekan lalu. Bahkan ada yang telah bertahan selama sebulan.
“Saya sudah hampir sebulan berada disini. Rencananya besok malam setelah perayaan puncak, saya mau pulang kampung ke Purwakarta,†kata Sutinah 61 tahun saat ditemui Rakyat MerÂdeka kemarin.
Sutinah merupakan bersama beberapa orang yang berharap menÂdapat angpao terlihat memeÂnuhi pekarangan vihara. Sambil mengempit kantong plastik yang sudah lusuh di ketiaknya, Sutinah terus menengadahkan tangan kaÂnannya ke arah pengunjung yang datang maupun baru saja keluar dari vihara.
Selama sebulan Sutinah tidur di sekitar Vihara bersama semÂbilan orang satu kampungnya. “Daripada di kampung tidak ada kerjaan, mendingan di sini bisa kumpulin uang sedikit demi seÂdikit. Lumayan buat hidup berapa bulan kedepan,â€kata perempuan yang rambutnya sudah banyak dipenuhi uban ini.
Sudah dapat uang berapa? “LuÂmayan Pak. Sudah ada ratusan ribu. Itu juga kepotong untuk biaÂya hidup di sini. Mudah-mudahan besok dapat tambahan lagi,†katanya sambil senyum-senyum.
Para pemburu angpao juga berÂasal dari kawasan Jakarta Barat dan Jakarta Utara. Mereka datang ke Petak IX, Glodok sengaja memÂbawa anak-anak. Bocah-boÂcah itu juga diajak memburu angpao dari pengunjung vihara.
“Awalnya dulu kami datang ke sini cuma main-main aja. Mau lihat perayaan lebaran Cina. Tapi namanya anak-anak diajak ke sini untuk main malah ikut rebutan saat ada pengunjung yang memÂbagikan angpao. Akhirnya malah jadi keterusan,â€kata Siti yang datang di vihara bersama dua orang anaknya.
Sutinah dan Siti duduk berjejer berÂsama puluhan orang lain yang didominasi oleh kalangan peremÂpuan dekat pintu masuk vihara. Setiap ada pengunjung yang daÂtang, vihara, para pengemis muÂsiman ini tak segan-segan untuk teriak meminta angpao.
Tak jauh dari rombongan terÂsebut, beberapa anak-anak kecil yang diajak orang tuanya ke sini terlihat asyik bermain karet.
Aris, 11 tahun tahun langsung berhenti bermain ketika melihat seorang petugas vihara membawa kantong plastik warna merah. Isinya uang logam Rp 500. Anak-anak lainnya juga langsung menghentikan permainan.
Bergabung bersama puluhan orang lainnya, rombongan Aris segera berdesak-desakan menÂdeÂkaÂti pria dengan berewok leÂbat yang membawa kantong plastik itu.
“Kalau berebut tidak akan saya kasih. Silakan bikin antrean seÂperti biasa kalau mau dapat uang logam ini,†ujar pria itu dengan suara lantang.
Para pengharap sedekah meÂnuÂruti perintah itu. Tak menunggu lama, antrean panjang yang terÂdiri dari tiga baris terbentuk. Aris bersama teman seusianya berada pada barisan pertama. Sedangkan ibu-ibu dan nenek-nenek berada di barisan kedua dan ketiga.
Satu per satu orang yang memÂbuat barisan itu menghampiri petugas vihara yang membagi-baÂgikan recehan. Setiap orang mendapat dua koin Rp 500.
Semua pengantre telah kebaÂgian koin. Ternyatan masih ada koin di tangan petugas vihara. Pria itu lalu menyebar koin yang tersisa. Orang-orang yang tadi antre pun berebut memuÂnguÂti koin yang tercecer di ha laÂmÂan vihara.
Setelah koin habis, semua orang kembali ke posisi semula. Ibu-ibu dan nenek memilih duÂduk berjejer di pintu masuk viÂhara. Sementara Aris dan kawan-kawannya melanjutkan bermain†karet tidak jauh dari barisan ibu-ibu tadi berdiri.
Siapkan 5 Ribu Burung Untuk Cap Go Meh
Pencari berkah dari perayaan Imlek tidak cuma para warga miskin yang berkumpul di depan vihara untuk mendapat angpao. Para pedagang burung pun keÂbagian rezeki.
Jangkung, salah seorang pedaÂgang burung gereja yang ada di sekitar vihara Dhama Bakti di JaÂlan Petak IX, Glodok, Jakarta BaÂrat mengaku kebanjiran rezeki saat perayaan Imlek.
Ia juga berharap bakal menÂdapat keuntungan saat perayaan Cap Go Meh yang merupakan peÂnutupan dari perayaan Imlek. Kata dia, biasanya warga TiongÂhoa yang datang vihara akan meÂmesan burung gereja padanya.
“Sebelum mereka bersembahÂyang, biasanya salah satu keluarÂga datang ke sini untuk pesan buÂrung. Agar setelah selesai semÂbahyang, burung sudah siap daÂlam keranjang untuk dilepasÂkan,†jelasnya saat ditemui RakÂyat Merdeka kemarin.
Jumlah burung yang dipesan, kata Jangkung, berbeda-beda. Sebab, burung yang akan dilepas disesuaikan dengan jumlah umur orang yang membelinya.
Pria berkulit hitam ini memberi contoh, kalau orangnyaberusia 56 tahun, burung yang harus dilepas paling sedikit berjumlah 56 ekor.
“Tapi biasanya yang memesan pada saya itu merupakan romboÂngan keluarga. Jadi jumlah buÂrung yang akan mereka sebar nanti merupakan jumlah umur dari keÂluarga tersebut. Makanya rata-rata burung yang dipesan di atas seÂraÂtus ekor,†katanya sambil memÂbeÂtulÂkan topi hitam miliknya.
Jangkung menghargai satu ekor burung gereja Rp 1.000. SeÂlain menÂÂjual burung, ia juga meÂnyeÂdiakan keranjang plastik unÂtuk meÂnampung burung-burung yang hendak dilepas. Keranjang ini dia pinjamkan kepada pembelinya.
“Saya mengantarkan jumlah burung yang mereka pesan lengÂkap dengan keranjangnya. SeteÂlah burung dilepas, keranjang itu akan dikembalikan,†kata dia.
Sejak sebelum Imlek hingga keÂmarin, Jangkung mengaku suÂdah mengantong uang lebih dari Rp 1 juta dari menjual burung gereja.
“Besok (hari ini-red) biasaya akan lebih ramai dari sekarang. Biasanya burung yang terjual akan jauh lebih banyak. Dan saya pun sudah stok burung hingga ribuan di rumah,†katanya.
Sekadar informasi, pada saat Cap Go Meh, orang Tionghoa meÂyakini Sang Yan, dewa pemÂbawa rezeki akan turun. Untuk menyamÂbut rezeki yang baru, meÂreka harus melepaskan kesiaÂlan yang dialamiÂnya selama seÂtahun kemarin.
Salah satu ritual yang bisa dilaÂkukan untuk melakukan buang sial adalah dengan melepaskan burung ke alam terbuka. BiasaÂnya, ritual lepas burung dilakukan setelah beribadah di vihara.
Lontong Raksasa 151 Meter Dipamerkan
Festival Kuliner Ceban Di Pecenongan
Tak hanya di vihara kemeÂriahan perayaan Cap Go Meh juga berlangsung di kawasan kuliner yang terletak di PeceÂnongan, Jakarta Pusat. Kamis malam (4/2) kawasan ini didaÂtangi ribuan warga yang ingin menyambut Cap Go Meh.
Selain berburu kuliner khas Imlek, warga yang umumnya berasal dari etnis Tionghoa ingin melihat lontong rakasa. Lontong raksasa yang memiliki panjang 2,75 meter dan berÂdiaÂmeter 34 sentimeter diperÂtunÂjukan kepada pengunjung.
Tak hanya itu, lontong-lonÂtong raksasa lalu disambung-sambungkan. Panjangnya menÂjadi 151 meter. Lontong yang dibuat Ibu-ibu PKK KemaÂyoran ini akhirnya masuk caÂtatan Museum Rekor Indonesia (MURI).
Anisa, salah seorang pemÂbuatÂnya mengungkapkan, pemÂÂÂÂbuatan lontong ini mengÂhaÂbiskan bahan baku beras seÂbaÂnyak 2,5 kuintal, 5 tabung gas, 125 kilogram daun piÂsang, 1 kilogram garam. Ada 50 orang yang terlibat dalam pemÂbuatannya.
“Untuk pembuatannya butuh waktu 12 jam dari tahap awal hingga membentuk ukuran seperti ini,†wanita yang aktif di PKK Kemayoran, Jakarta ini.
Atraksi lontong ini hanya salah satu bagian dari Festival Cap Go Meh di Jakarta yang digelar di kawasan Pecenongan, Jakarta Pusat.
Festival yang penuh aneka saÂjian makanan ini disambut anÂtusias para pengunjung, lokal maupun mancanegara. Salah seÂorang turis asing, Eric meÂngaku seÂnang bisa melihat keÂgiatan ini.
“Ini sangat bagus. Saya coba beberapa jenis makanan. Sangat enak. Saya mau juga lihat baÂrongÂsai yang tentu sangat meÂnarik dilihat,†katanya.
Festival kuliner terkait Cap Go Meh yang digelar untuk perÂtama kalinya ini diberi tema Naga Ceban. Karena diÂadakan di tahun naga dan maÂkanan yang tersedia di sini bisa dibeli dengan harga Rp 10 ribu alias ceban.
Walikota Jakarta Pusat, SaeÂfullah, mengatakan perayaÂan Cap Go Meh ini juga menjadi ajang Festival Kuliner PeceÂnoÂngan. “Ada 68 stand kuliner ikut memeriahkan acara terseÂbut. Kita juga akan membÂaÂgiÂkan 500 santunan kepada warga kurang mampu. Kegiatan ini diharapkan dapat membangun rasa kebersamaan para warga dan meningkatkan kepedulian antar sesama,†ujarnya.
Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo, mengatakan kegiatan ini merupakan suatu cerminan aspirasi masyarakat. Ia berhaÂrap kegiatan ini digelar tahun deÂÂpan dan seterusnya. Tentu saja harus lebih meriah.
Menurutnya, kegiatan ini menjadi suatu bukti orang JaÂkarÂta menghargai keragaman. Fauzi pun mengingatkan agar seluruh elemen masyarakat JaÂkarta dapat menjaga kerukunan yang sudah tercipta baik di ibukota.
“Jaga Jakarta jadi tempat yang aman, damai dan rukun. Karena kerukunan yang ada saat ini adalah kebanggaan warga Jakarta. Jangan acak-acak kota Jakarta, karena akan berhadapan dengan warga JaÂkarta,†tegasnya.
Fauzi menambahkan, peraÂyaan Imlek dan Cap Go Meh saat ini menjadi acara nasional dan kebanggaan kota Jakarta. Oleh karenanya, ia meminta agar keragaman budaya yang ada saat ini tetap dilestarikan dan ditingkatkan kualitasnya. [Harian Rakyat Merdeka]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.