RMOL. Mahkamah Agung (MA) hendak mengganti mebel di dua ruang rapat dan ruang pimpinan. Pembelian furnitur baru ini menghabiskan dana Rp 11,4 miliar.
Informasi mengenai pengaÂdaan mebel ini termuat di website MA. Dalam pengumuman lelang bernomor 023/PPU-BUA/IX/2011 disebutkan rencana peÂngaÂdaan mebel untuk dua ruang rapat dan sembilan ruang pimpinan.
Untuk pengadaan mebel di ruang rapat Wirjono Projodikoro dan Murdjono dianggarkan dana Rp 1,8 miliar. Sisa dananya untuk mebel ruang pimpinan. Seperti apa furnitur yang mengÂhabiskan dana sampai belasan miliar itu? Yuk, kita intip.
Rakyat Merdeka mendatangi gedung MA yang terletak di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis lalu (27/1). Gedung ini menghadap Monumen NaÂsional (Monas).
Gedung utama MA memiliki empat pilar tinggi. Dinding baÂgian depan ditutupi kaca hitam. Logo MA dipasang di bagian teÂngah. Pintu masuk utama terletak di sini. Untuk masuk perlu meÂnaiki beberapa anak tangga. Tapi Rakyat Merdeka tak masuk dari pintu ini.
Untuk sampai ke ruang rapat Wirjono dan Murdjono yang terÂletak di lantai dua gedung utama, lebih cepat lewat pintu utara.
Sama seperti pintu masuk utaÂmÂa yang menghadap selatan, unÂtuk sampai ke pintu masuk utara juga perlu menaiki anak tangga yang dilapisi marmer warna putih.
Pintu masuk ini terbuat dari kaca. Membuka dan menutup secara otomatis bila ada orang mendekat.
Melewati pintu masuk langÂsung berhadapan dengan pintu metal detector. Dua petugas keamanan berjaga di sini. Setiap tamu diminta melewati pintu ini sebelum masuk ke dalam gedung. Bila dianggap tidak membawa benda-benda yang berbahaya, tamu dipersilakan menuju ke meja resepsionis.
Meja terlekta di sebelah kiri di belakang metal detector. Meja ini diÂtunggui seorang staf peremÂpuÂan. Saat Rakyat Merdeka meÂnyampaikan hendak melihat-lihat ruang Widjono maupun MurdjoÂno, petugas keamanan yang berÂjaga di sini tak mengizinkannya.
“Kecuali kalau dapat izin dari pihak Humas, siapa pun berhak untuk masuk. Sebaiknya temui saja Pak Andri di Humas untuk minta izin,†saran petugas keÂamanan itu.
Rakyat Merdeka lalu beranjak ke ruang Humas yang terletak di seberang gedung utama. Pintunya yang terbuat dari kaca selalu terÂbuka. Tak jauh dari pintu ini terÂdapat meja resepsionis yang diÂtunggui seorang petugas keÂamaÂnan dan staf perempuan.
Sama seperti di pintu utara, setiap tamu selalu ditanya hendak kemana dan apa keperluannya keÂtika masuk ke sini. Setelah diberitahu tujuan kedatangan, staf resepsioni mencoba menghuÂbuÂngi seseorang lewat telepon.
Setelah menunggu sekitar 30 menit, akhirnya Rakyat Merdeka diperbolehkan masuk ke ruang Humas. Di sini, seorang staf HuÂmas yang mengaku bernama Friska juga menanyakan apa tuÂjuan datang ke MA.
“Lebih baik, temui Pak Andri saja untuk minta izin. Biar nanti saya anter ketemu beliau,†jelasÂnya sambil mempersilakan meÂnuju ruangan yang tidak jauh dari tempatnya bekerja. Andri yang dimaksudnya adalah Andri TriÂsÂtianto, Kepala Sub Bagian Humas MA.
“Mau apa Mas,†tanya Andri tanpa beranjak dari tempat duÂdukÂnya saat ditemui Rakyat MerÂdeka. Setelah menyampakan tujuan kedatangan ke sini, dengan nada tinggi Andri menolak memÂberikan izin bagi Rakyat Merdeka untuk melihat ruang Widjono dan Murdjono. Ia tak menjelaskan alaÂsan pelarangan itu.
Saat melewati pintu utara, Rakyat Merdeka sempat melihat puluhan kursi yang diletakkan berjejer. Terbungkus plastik, kurÂsi-kursi yang terbuat dari besi itu tampak masih baru.
Bentuk kursi ini tinggi dengan bantalan sampai kepala. Bantalan ini dilapisi kulit warna hitam.
Di sini juga diletakkan bebeÂrapa meja yang bisa dilipat. BenÂtukÂnya seperti meja kerja. KonÂdisinya juga terlihat baru. Agar tidak terjatuh, puluhan kursi dan meja tersebut di ikat dengan tali.
Di sudut ruangan tak jauh dari sini juga diletakkan beberapa kursi dengan model sama. KeÂbeÂradaan kursi-kursi bisa terÂlihat dari ruang gedung karena diletakÂkan menempel dengan pintu kaca.
Inikah mebel baru untuk ruang rapat dan pimpinan MA? Petugas keamanan yang berjaga di situ mengaku tak tahu. Tapi dia meÂnyebutkan mebel-mebel itu beÂlum lama ada di situ.
Saat ditanya mengenai mebel-mebel ini, Andri menolak menÂjeÂlaskannya. “Berbeda dengan DPR, kami di MA sangat transÂparan. Lihat saja di website kami, semua sudah dijelaskan,†kata dia.
Sebelumnya, Kepala Biro Umum MA Dudung Ramdani mengatakan, mebel di ruang rapat dan ruang pimpinan perlu diganti karena sudah berusia lebih dari 10 tahun.
“Mebel yang sekarang dari tahun 2000-an. Itu sudah kita tambal-tambal,†ujarnya.
Pengadaan mebel, sambung dia, juga untuk memenuhi kebuÂtuhan ruang kerja enam hakim agung yang baru dilantik. [Harian Rakyat Merdeka]
MA: Kami Tidak Bermewah-mewah
Ketua Mahkamah Agung Harifin A Tumpa mengatakan pihaknya tak bermewah-mewah dalam pengadaan mebel untuk ruang rapat dan pimpinan.
“Kalau Anda melihat mebel MA, hanya Rp 12,5 miliar unÂtuk beberapa unit. Itu (angÂgaÂran) sangat kecil,†ujarnya beÂbeÂrapa waktu lalu.
Menurut dia, mebel di MA tak pernah diganti sejak 20 tahun lalu. “Banyak yang rusak dan tidak layak pakai lagi,†klaim Tumpa.
Namun hakim agung yang bakal pensiun Maret mendatang ini mengatakan, mebel di ruang kerjanya tak ikut diganti. Sebab, masih layak pakai. “Kalau ruaÂngan saya tidak ada yang rusak, karena memang jarang diguÂnaÂkan. Jadi tidak ada yang diÂganti,†kata Tumpa.
Penegasan sama disampai Sekretaris MA Nurhadi. “(PeÂngadaan mebel) ini sesuai keÂbuÂtuhan karena sudah banyak yang rusak dan tidak bisa diÂguÂnakan lagi. Kami tidak berÂmeÂwah-mewah,†kata dia.
“Jadi jangan dinilai angkanya yang Rp 11,4 miliar ya. Tapi dilihat peruntukannya. Nominal sebesar itu digunakan untuk peÂngembangan ruangan, relokasi ruangan seiring dengan penamÂbahan jumlah hakim agung, jumlah staf, dan jumlah berkas yang masuk. Perlu ada pengemÂbangan ruangan yang dalam hal ini adalah penggantian lemari, meja-meja, dan kursi,†terang Nurhadi.
“Bayangkan saja, sebagian besar mebel di MA itu meruÂpakan inventaris lama, peÂngaÂdaannya di bawah tahun 1990,†kata Nurhadi sambil menunjuk meja yang bertuliskan daftar inventaris tahun 1988.
Nantinya, mebel lama yang masih layak pakai dikirim ke pengadilan di daerah. Sebab, banyak pengadilan yang masih kekurangan mebel. Sementara anggaran untuk pembelian meÂbel pengadilan belum disetujui.
“Pengadilan Tata Usaha NeÂgara Serang sudah mulai berÂopeÂrasi namun belum memiliki mebel. Nah, hal itu menjadi prioritas kami. Jadi apa hal terÂseÂbut disebut bermewah-meÂwah?†katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua Yayasan LemÂbaga Bantuan HuÂkum IndoÂnesia Alvon Kurnia berpenÂdapat MA lebih baik meÂnguÂtamaÂkan program bantuan huÂkum bagi masyarakat kecil serta pendidikan dan latihan keÂtimÂbang mengganti mebel.
“Memang sudah ada dana (untuk program bantuan huÂkum), tapi lebih bagus diÂperÂbanyak lagi alokasi dananya daÂripada buat beli mebel pimÂpinan,†ujarnya.
Menurut Alvon, pembelian mebel baru untuk ruang pimÂpinan tak perlu sampai mengÂhabiskan belasan miliar. “AngÂgaplah satu pimpinan dapat anggaran mebel Rp 20 juta. Lalu dikalikan 9 orang. Kan cuma Rp 180 juta,†jelas Alvon.
Menurut Alvon, apa yang dilakukan MA ini sungguh ironis di saat masih banyak geÂdung pengadilan di daerah yang kondisi buruk dan memÂpriÂhatinkan.
“Lihat di pengadilan-pengaÂdilan. Banyak kursi dari kayu yang umurnya sudah puluhan tahun. Sudah reyot, belum diÂganti-ganti. Ini masalah prioÂritas, dan MA tidak bisa memÂbuat prioritas itu,†tandas Alvon. [Harian Rakyat Merdeka]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.