Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Nginap 3 Hari Di Stasiun, Belum Juga Dapat Tiket

Warga Mudik Jelang Libur Natal & Tahun Baru

Sabtu, 24 Desember 2011, 09:25 WIB
Nginap 3 Hari Di Stasiun, Belum Juga Dapat Tiket
ilustrasi, kereta api

RMOL. Ratusan calon penumpang berkumpul di bawah tenda di depan pintu masuk Stasiun Pasar Senen, Jakarta Pusat, Kamis sore. Mereka sedang menanti dibukanya loket penjualan tiket kereta sejumlah jurusan di Pulau Jawa.

Loket penjualan tiket di stasiun ini dibagi menjadi dua. Yakni tiket kereta yang melewati jalur selatan dan tiket kereta jalur utara. Sebuah tenda berukuran besar disediakan di setiap loket penjualan tiket. Di bawah tenda ditempatkan deretan kursi plastik.

Tenda itu tak melindungi calon penumpang dari terik matahari maupun hujan saat menunggu loket dibuka, juga bisa dijadikan tempat ngaso sejenak sebelum masuk ke stasiun.

Bagiyo, 34 tahun duduk di pojok sebelah kanan tenda. Ke­palanya menyender ke bangku plas­tik. Sesekali dia menengok ke sebelah kiri. Pandangannya ter­tuju ke loket tiket kereta jalur uta­ra. Loket itu masih tutup.

Loket ini sempat buka pukul 15.00 WIB. Tak sampai setengah jam, petugas kembali menutup loket dengan papan warna putih.

“Saya berencana ke Surabaya naik kereta Kerta Jaya. Saya su­dah di sini sejak pagi, tapi belum juga dapat tiket,” kata Bagiyo.

Kepergiannya ke Surabaya un­tuk merayakan Natal bersama orang tua, istri maupun anaknya. Di Jakarta Bagiyo bekerja se­ba­gai pegawai toko. Selama tujuh tahun tinggal di ibukota, ia selalu pulang kampung setiap Natal.

Bersama teman-temannya, Bagiyo mengontrak sebuah ru­mah di Kramat Sentiong, Jakarta Pusat. Teman-temannya sudah le­bih dulu pulang ke kampungnya masing-masing pada Selasa lalu.

“Saya menyesal kenapa tidak dari dua minggu lalu ikut pesan tiket bersama teman-teman di ru­mah kontrakan. Sekarang jadi bingung mau naik apa,” tuturnya sambil menaikkan resleting jaket hitam yang dipakainya.

Bagiyo tetap sabar menanti lo­ket dibuka. Ia berharap bisa men­da­p­at tiket kereta ke Surabaya.

Bagaimana bila tak dapat tiket kereta? Bagiyo masih bingung mau naik apa ke Surabaya. Ia ragu beralih ke moda transportasi lain. Misalnya, bus.

“Yang saya tahu, biasanya ka­lau tiket kereta habis, maka di ter­minal juga akan susah dapat tiket. Karena banyak orang langsung berburu tiket bus begitu tahu tiket kereta habis,” katanya.

Hal yang sama juga dialami Yoyo, 35 tahun. Pria berambut gon­drong ini duduk di lantai ke­ramik di depan loket penjualan tiket. Agar pakaiannya tak kotor, dia duduk di lantai beralaskan koran bekas.

“Kami akan tetap berada di sini sampai mendapatkan tiket ke­reta jurusan Surabaya. Kalau perlu, kami akan buka tenda di sini,” kata Yoyo, sambil sesekali me­ninabobokan anak perem­puan­nya yang baru berusia setahun.

Yoyo menuturkan, dia dan ke­luarganya sudah berada di Sta­siun Pasar Senen sejak 3 hari lalu. Tapi hingga Kamis sore belum juga mendapat tiket.

Yoyo dan keluarganya datang dari Palembang. Mereka hendak per­gi ke Surabaya naik kereta. Na­mun transit dulu di Jakarta. Lan­­taran tak memiliki kerabat di ibu­kota, keluarga ini me­mu­tus­kan menginap di Stasiun Pasar Senen.

“Kalau ada saudara tinggal di sekitar sini saja, tentu saya lebih memilih menunggu di rumahnya selama cari tiket. Ada saudara tapi jauh di Tangerang sana,” katanya.

Kendati bersikeras bertahan di stasiun untuk mendapatkan tiket, Yoyo mulai khawatir dengan kondisi kedua anaknya. Menurut dia, anak-anak tak tahan berlama-lama tinggal di ruang terbuka sampai berhari-hari.

“Kalau kami mungkin sudah terbiasa dan bisa bertahan. Tapi saya khawatir anak saya nanti sa­kit karena kebanyakan tidur di lantai,” tuturnya.

Yoyo menuturkan ke Surabaya untuk menengok ibunya. “Ibu saya sakit keras. Tadinya saya ingin tinggal beberapa hari di Ja­karta setelah datang dari Pa­lem­bang. Tapi karena ibu sakit, saya ter­paksa harus segera ke Su­ra­baya,” jelasnya.

Wita, istri Yoyo juga tidak bisa ber­buat banyak selain mengikuti ke­putusan suaminya. Apalagi, uang dimiliki keluarganya minim.

“Kalau kami ada uang lebih, tentunya sudah dari kemarin kami ke Surabaya. Tidak dengan kereta tapi naik pesawat. Tapi uang tran­sport yang kami punya memang pas-pasan,” tutur Wita.

Tiket kereta api di Stasiun Pasar Senen untuk semua kelas dan jurusan sudah habis terjual hingga tanggal keberangkatan tanggal 28 Desember 2011. Ma­syarakat diimbau untuk mencari moda transportasi lain untuk bepergian.

“Berbeda dengan tahun sebe­lumnya, untuk saat ini sistem ke­berangkatan disesuaikan dengan kapasitas rangkaian kereta. Dan hingga tanggal 28 Desember, se­lu­ruh tiket kereta untuk semua ke­las sudah habis,” kata Kepala Sta­siun Senen Yuskal Setiawan ke­pa­da Rakyat Merdeka, Kamis sore.

Tapi masih banyak calon pe­numpang yang masih antre tiket? Yuskal menegaskan bahwa pi­hak­nya tidak mungkin memak­sa­kan seluruh calon penumpang bisa terangkut pada rangkaian ke­reta yang telah disediakan. Setiap rangkaian kereta dari kelas eko­nomi, bisnis dan eksekutif sudah memiliki kapasitas penumpang se­suai dengan tempat duduk.

“Tiket yang kami jual itu su­dah sesuai dengan kapasitas tem­pat duduk untuk masing-masing kelas. Dan kenyataannya me­mang sampai tanggal 28 De­sember, tiket sudah habis dipe­san,” tegasnya.

Karena itu, Yuskal menjamin kalau pihaknya tidak akan lagi menjual tiket kereta untuk me­mak­sakan seluruh calon pe­numpang bisa terangkut. Apalagi, Stasiun Senen sudah memu­tus­kan untuk tidak lagi menambah rangkai kereta pada mudik Natal dan Tahun Baru kali ini.

“Mereka itu kan baru calon penumpang, bukan penumpang ke­reta. Jadi, tidak ada aturan atau perundang-undangan yang me­maksa kami harus bisa me­mak­sakan agar seluruh calon pe­num­pang bisa terangkut.”

“PT KAI sudah berjanji untuk menciptakan kenyamanan saat berpergian dengan kereta. Untuk me­wujudkannya, tentu kebe­rang­katan harus sesuai dengan ka­pa­sitas rangkaian yang disediakan,” tegas Yuskal.

Bila Kereta Kecepetan Berangkat

Sudah biasa bila kereta ter­lam­­bat berangkat. Tapi bila be­rangkat lebih cepat itu baru aneh. Gara-gara berangkat tak sesuai jadwal, sejumlah penumpang ke­tinggalan kereta.

Para penumpang harus meng­hadapi kenyataan pahit: tiket yang sudah dibeli tidak bisa digu­nakan. Seperti yang dialami Wah­yu, 30 tahun. Pria yang tinggal di Kra­mat Jati, Jakarta Timur ini ter­li­hat marah-marah di depan salah satu loket yang berada di lintas uta­ra, Stasiun Senen Jakarta Pusat.

Dia menunjukan empat tiket Ke­reta Kerta Jaya jurusan Ja­karta-Surabaya kepada petugas lo­ket. “Tentu saja saya kesal, di tiket dan jadwal pemberangkatan dijelaskan kalau kereta berangkat pukul 15.55 WIB. Saya sampai sini pukul 15.40 WIB ternyata ke­reta sudah berangkat lima menit yang lalu,” terangnya dengan mi­mik wajah penuh kekesalan.

Bagi Wahyu, protes yang dila­ku­kannya bukan untuk menuntut ganti rugi atas tiket yang sudah di­be­li, tapi dia menuntut tang­gung jawab dan sikap profesional PT Kereta Api Indonesia (KAI). Apa­lagi, dia sudah bersusah pa­yah men­cari tiket menjelang men­jelang libur Natal dan Tahun Baru.

“Dan ternyata bukan saya saja yang bernasib seperti ini. Masih ada banyak orang yang tadi juga melapor karena kereta berangkat tidak sesuai jadwal,” tuturnya.

Apakah tiketnya diganti? Kata Wahyu, tadi pihak stasiun sudah membawa tiket miliknya dan be­berapa penumpang lain untuk di­cek. “Kami disuruh tunggu disini, nanti dikabarkan.”

Selang setengah jam, seorang wanita berbadan gemuk men­da­ta­ngi Wahyu dan tiga orang ke­luar­ganya. Dia menanyakan di­mana Wahyu membeli empat tiket itu.

Wanita berambut panjang se­bahu itu heran kenapa bisa ada ber­beda jadwal keberangkatan ke­reta yang tertera di tiket dengan di stasiun. Wahyu mengaku mem­beli tiket di loket PT KAI yang ada di Tanjung Priok.

“Kami masih cek soal kesala­han jadwal ini. Pokoknya kami berusaha untuk menyelesaikan dan mencari jalan keluar atas ma­salah ini,” janji wanita itu sam­bil kembali ke arah stasiun.

Harga Tiket Ekonomi Tidak Naik

Pihak Stasiun Pasar Senen menegaskan untuk mudik Natal dan Tahun Baru tidak ada ke­naikan harga tiket kereta. Harga tiket kelas ekonomi, bisnis dan eksekutif sejumlah jurusan sama seperti hari biasa.

“Dan menurut laporan, tiket pun sudah habis sejak jauh-jauh hari keberangkatan. Karena dijual sejak jauh hari, tentunya tidak ada yang naik dari harga tiket,” kata Kepala Stasiun Pasar Senen Yus­kal Setiawan saat ditemui Rakyat Merdeka di kantornya, Kamis (22/12).

Kendati demikian, untuk tiket kelas bisnis dan eksekutif, PT KAI menerapkan batas bawah dan batas atas. Untuk hari Jumat, Sabtu, Minggu dan hari besar, har­ga tiket mengacu pada batas atas.

“Ini berlaku umum di segala jenis transportasi massal. Mu­lai dari bus, kereta api, kapal laut hing­ga pesawat udara,” jelas Yuskal.

Untuk tiket kelas ekonomi tidak ada kenaikan harga. Harga ditentukan jarak keberangkatan. Semakin jauh kota tujuan, se­makin mahal harganya.

Bagaimana dengan calo tiket? Yuskal menegaskan, pihak PT KAI sudah menginformasikan pada para calon penumpang agar membeli tiket di loket-loket resmi yang sudah disediakan. Tujuan­nya agar membatasi gerak para calon.

“Kami tidak tahu siapa saja itu calo, karena dia tidak punya loket dan sifatnya pun ilegal. Kalau kami tahu, tentunya aparat yang su­dah disiapkan bisa menin­dak­nya,” ujarnya.

Namun untuk mencegah hal yang tidak diinginkan, pihak st­a­siun mendapatkan tambahan 30 petugas keamanan dari pihak ke­polisian pada musim mudik Natal dan Tahun Baru. Petugas ke­polisian itu bertugas di luar dan di dalam stasiun, serta tempat-tem­pat yang dianggap rawan ter­jadinya kriminalitas.

Tidak hanya itu, petugas ke­amanan di stasiun pun ditambah 17 orang dari jumlah yang ada se­kitar 30-an orang. “Alham­dulil­lah, hingga saat ini kami belum mendapatkan laporan terjadinya tindakan kriminalitas di dalam dan sekitar stasiun yang menimpa para calon penumpang. Semoga ini terus terjaga hingga akhir mu­dik nanti,” imbuhnya. n SIS

Masih Berkubang Di Persoalan Klasik

Tradisi mudik saat hari besar keagamaan bukan hanya iden­tik dengan Indonesia. Ma­sya­ra­kat Cina pun kerap pulang kam­pung untuk merayakan hari be­sar bersama keluarga.

Namun di China, tradisi mu­dik dilakukan bukan menjelang hari raya keagamaan, melain­kan untuk menyambut musim semi atau juga disebut tahun baru imlek. Perayaan musim semi tersebut mengikuti pe­nanggalan China yang meng­gu­nakan sistem lunisolar (per­pa­duan lunar dan solar).

Orang-orang yang bekerja atau belajar di berbagai kota pulang ke tempat asalnya untuk merayakan datangnya musim semi dengan berkumpul ber­sama keluarga.

Sesuai tradisi, para pemudik ter­sebut pulang dengan mem­bawa hadiah yang akan di­ba­gi­kan pada orang tua dan kerabat. Kebiasaan ini secara tidak lang­sung menggambarkan tingkat kemakmuran yang dicapai para pemudik di perantauan.

Tak hanya itu, jumlah pemu­dik yang ada di Indonesia, ter­nyata belum apa-apa jika di­ban­dingkan dengan Cina. Di ne­geri tirai bambu ini, jumlah per­jalanan mudik yang ber­lang­sung selama 40 hari tersebut mencapai miliaran perjalanan dan melibatkan ratusan juta penduduknya. Begitu masif se­hingga disebut sebagai the lar­gest annual migrant travel in the world atau pergerakan ta­hu­nan manusia paling kolosal di kolong langit.

Seperti halnya Indonesia, su­litnya memperoleh tiket ter­ma­suk kereta api tersebut ujung-ujungnya memunculkan prak­tik percaloan yang seringkali me­li­batkan orang dalam. Mo­dus ope­randi para calo tiket ke­reta api di Cina adalah dengan mem­b­orong tiket untuk kemu­dian men­jual­nya dengan harga berlipat.

Nah, untuk mengatasi per­ma­salahan ini, pemerintah Chi­na mencoba menerapkan sistem tiket berdasar nama seperti yang diterapkan pada pesawat udara. Saat membeli tiket, calon penumpang diharuskan menun­juk­kan kartu identitas diri. Be­gitu juga pada saat calon pe­num­pang akan memasuki pe­ron. Petugas akan memeriksa nama yang tercantum di tiket dan mencocokkannya dengan nama pada kartu identitas.

Sebenarnya ini sudah di­terapkan di Indonesia meskipun tampaknya hanya sekadar for­malitas. Berbeda dengan prak­tik di Cina, pembelian tiket di Indonesia tidak mensyaratkan calon penumpang untuk me­nunjukkan kartu identitas.

Ujungnya dapat ditebak. Si­apa­pun dapat membeli tiket dan menjualnya kembali pada calon penumpang sebenarnya dengan harga sampai 2 kali lipat. Pe­num­pang dengan tiket atas nama orang lain bukanlah masalah ka­rena absennya pemeriksaan.

Kebijakan tiket dengan nama diujicoba oleh Kementerian Perhubungan Cina pada pe­rayaan musim semi tahun 2010. Pada tahun 2011, im­plementasi sistem tersebut berlaku untuk seluruh kereta api berkecepatan tinggi yang melaju dengan kecepatan minimal 200 km/jam. Meskipun kebijakan ini belum diterapkan secara menyeluruh, namun upaya tersebut paling tidak memperlihatkan kesung­guhan pemerintah Cina untuk mengurai masalah transportasi tahap demi tahap.

Sayangnya saat Cina telah selangkah demi selangkah memperbaiki sistem trans­por­ta­si­nya, Indonesia masih berku­bang dengan kemacetan mudik yang tidak terpecahkan, aksi calo yang memborong tiket, sam­pai pada jumlah kecelakaan lalu lintas yang cukup tinggi.

Akibatnya banyak orang me­milih untuk mudik dengan meng­­gunakan sepeda motor yang sebenarnya tidak layak un­tuk perjalanan jauh. Sejauh ini nampaknya para pemudik ma­sih hanya sebatas berharap un­tuk mendapatkan layanan tran­sportasi mudik yang nyaman.  [Harian Rakyat Merdeka]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA