Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Chandra Hamzah kok Milih Menyendiri Sih

Resmi Pensiun dari KPK, Belum Tahu Mau Kerja Apa

Selasa, 20 Desember 2011, 08:44 WIB
Chandra Hamzah kok Milih Menyendiri Sih
Chandra M Hamzah
RMOL.Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2011-2015 mulai bertugas. Kemarin, Abdullah Samad, Bambang Widjojanto, Busyro Muqoddas, Zulkarnain, dan Adnan Pandu Praja bergabung dengan pimpinan periode 2007-2011 untuk acara serah terima jabatan (sertijab) dan pisah sambut.

Acara sertijab berlangsung di gedung KPK pada pagi hari. Se­men­tara acara pisah sambut di­ge­lar di tempat parkir. Letaknya di sebelah kanan gedung KPK. Aca­ra ini digelar setelah makan siang.

Lantaran acaranya pisah sam­but, tentunya bekas pimpinan KPK dan pimpinan yang baru ha­rus hadir. Di bawah tenda ber­war­na putih, sembilan pimpinan lama dan baru berkumpul menjadi satu.

Sekitar pukul 13.00 WIB, acara pisah sambut dimulai setelah pimpinan lama dan baru KPK terlihat berada di dalam tenda. Me­reka menempati kursi “ke­hor­matan” berada di barisan paling depan.

Pimpinan baru KPK me­nem­pati kursi-kursi barisan paling de­pan di sebelah kiri panggung. Pim­pinan lama dikumpulkan dari barisan paling depan di sebelah kanan.

Ada satu pimpinan lama yang memilih memisahkan diri. Ia tak me­nempati kursi di deretan de­pan. Siapa dia? Ia adalah Chandra M Hamzah. Mengenakan jas dan celana hitam, Chandra memilih ber­diri di belakang. Di sebelah penonton acara pisah sambut itu.

Saat acara dibuka, Chandra yang dulu menempati Wakil Ke­tua KPK Bidang Penindakan ini memilih ngobrol dengan staf KPK yang mengenakan pakaian putih.

Chandra tak beranjak dari tem­patnya berdiri sampai pembaca acara (MC) memanggilnya naik ke panggung untuk memberikan sepatah dua patah kata.

Dalam acara itu, empat pim­pinan yang lama memang di­min­ta naik ke panggung untuk mem­berikan sambutan. Chandra pa­ling terakhir kebagian mem­be­rikan sambutan, setelah M Jassin, Haryono Umar dan Bibit Samad Rianto.

Panggung tempat mereka memberikan sambutan setinggi satu meter. Di belakang pang­gung dipasang poster yang dido­minasi warna kuning. Sejumlah kari­katur digambar di poster itu. Panggung menghadap puluhan kursi yang dibentuk menjadi beberapa barisan.

Tak lama setelah namanya dipanggil, Chandra maju ke arah panggung tanpa menoleh ke kanan dan kiri. Sambutannya diawali dengan mengucapkan selamat sekaligus penghormatan kepada pimpinan KPK yang baru.

Chandra lalu menyinggung aset yang dimiliki KPK. Menurut  dia, aset yang paling penting adalah sumber daya manusia (SDM). “KPK ini memiliki aset yang potensial seperti pegawai yang profesional dan berkom­peten. Tentunya untuk mem­be­rantas korupsi di masa depan, aset yang dimiliki ini harus tetap di­manfaatkan oleh pimpinan ter­pilih,” kata Chandra dalam sam­butannya.

Berbeda dengan bekas pim­pinan KPK lainnya, Chandra ha­nya sebentar memberikan sam­butannya. Entah lagi malas ber­bicara atau karena sebab lain, Chandra hanya berdiri lima menit di panggung  untuk memberikan sambutan.

Usai memberikan sambutan, Chandra kembali ke posisinya se­mula. Berdiri di samping kanan pang­gung. Baru pada sesi pemu­ta­ran video tentang refleksi per­jalanan pimpinan KPK periode 2007-2011, Chandra mendekat ke panggung.

Lagi-lagi, ia tak bergabung de­ngan bekas pimpinan KPK di kursi barisan paling depan. Chan­dra memilih duduk di barisan ke­dua di belakang kolega-ko­le­ganya.

Ekspresi wajah Chandra yang da­tar sejak awal acara mulai berubah ketika acara salam-sa­laman. Ia tersenyum ketika ber­sa­laman dengan para pimpinan KPK yang baru.

Acara usai, Chandra memilih bertahan di kursinya. Sebatang ro­kok dinyalakan. Asapnya di­isap da­lam-dalam. Keasyi­kan­nya ter­usik karena dia diminta ber­foto ber­sama pimpinan lama dan staf KPK.

Setelah acara ini, Chandra ma­sih mengikuti rapat dengan pim­pinan KPK yang baru. Namun dia me­nolak menjelaskan agenda rapat itu.

Kepada Rakyat Merdeka, Chan­dra mengaku belum tahu apa yang akan dikerjakan setelah tak lagi di KPK. Yang jelas, kata pria ke­lahiran 25 Februari 1967, dirinya  akan istirahat saja di rumah.

“Saya hanya ingin pensiun dulu dan istirahat di rumah. Ka­renanya saya mau pulang kam­pung ke rumah saya yang di Mang­garai,” katanya. Saat ditanya apa yang dimaksud pen­siun, Chandara hanya tersenyum sambil berlalu.

Apakah dia akan kembali jadi pengacara? “Saya mau pensiun dulu di rumah, mungkin jadi pengangguran dulu. Saya belum terpikir untuk jadi pengacara atau bekerja di tempat lain. Nanti saja saya pikirkan lagi kedepannya,” tegasnya.

Ditolak DPR, Terpental dari Seleksi

Saat terpilih pada Desember 2007, Chandra M Hamzah me­rupakan salah satu pimpinan KPK termuda. Maklum, dirinya baru berumur sekitar 40 tahun untuk dipercaya menjadi Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan dan Informasi Data.

Chandra merupakan jebolan Fakultas Hukum Universitas Indonesia untuk jenjang sarjana pada tahun 1995. Saat menjadi mahasiswa, Chandra dikenal aktif dalam organisasi internal kam­pus. Tercatat dua jabatan pen­ting pernah diembannya saat masih kuliah, yakni komandan Resimen Mahasiswa dan Ketua Senat Mahasiswa Universitas Indonesia.

Tak hanya di internal maha­siswa, aktifis Himpunan Maha­sis­wa Islam ini juga terlibat da­lam beberapa organisasi di masyarakat.

Dia sempat berkutat dalam ke­giatan memberantas korupsi saat menjadi anggota Tim Gabungan Pem­berantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) pada 2000-2001. Pada rentang waku yang sama, Chandra juga ambil bagian dalam Tim Persiapan Pem­bentukan Komisi AntiKorupsi.

Chandra juga disebut-sebut ikut membidani lahirnya Pusat Stu­di Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK). Soalnya, dia memiliki sejumlah lisensi ke­ahlian bidang hukum, yakni li­sensi konsultan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), lisensi kon­sultan hukum pajak, lisensi kon­sultan hukum pasar modal, dan lisensi pengacara/penasihat hukum/advokat.

Meskipun memiliki segudang organisasi, ternyata tidak mem­buat perjalanan Chandra sebagai pim­pinan KPK mulus-mulus saja. Pada Oktober 2009, Chan­dra bersama Bibit Samad Rianto pernah tersandung kasus Cicak-Buaya yang menyebabkan dia menjadi penghuni rutan Markas Korps Brimob, Kelapa Dua, Depok.

Tak hanya itu, Chandra juga sempat menjadi sorotan karena pertemuannya dengan politisi Demokrat Nazaruddin. Bahkan menurut Nazaruddin, dirinya sampai lima kali bertemu dengan Nazaruddin. Dua kali di rumah Na­zaruddin, dua kali di luar ru­mah yang tidak disebutkan lo­ka­sinya, dan satu kali di kantor KPK.

Selain itu, hampir setahun terakhir mengabdi sebagai pimpinan KPK, Chandra bersama Bibit juga sempat ‘perang dingin’ dengan anggota DPR. Bahkan hingga puncaknya, Bibit dan Chandra pernah dilarang untuk ikut rapat kerja bersama DPR di Senayan.

Tak heran, karena rekam jejak tersebut, banyak pihak menilai itu alasan kenapa akhirnya Chandra M Hamzah tidak lolos dalam seleksi pimpinan KPK periode 2011-2015.

Ajudan Ditarik, Pistol Dibalikin, Dapat Rp 150 Juta

Berbagai fasilitas yang se­lama ini dinikmati Bibit Samad Rianto, Chandra M Hamzah, M Jassin dan Haryono Umar akan ditarik setelah masa jabatan mereka berakhir. Apa saja?

Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi SP, fasilitas untuk pimpinan KPK berbeda dengan pimpinan lembaga negara. Pimpinan KPK tak mendapat fa­silitas rumah maupun ken­daraan dinas.

Sehingga saat mereka tak lagi menjabat, tak banyak fasilitas yang harus dikembalikan. Jo­han menerangkan, fasilitas yang diberikan kepada pim­pinan KPK hanyalah ajudan, sopir pribadi dan pistol. Fasili­tas itu yang akan ditarik.

Selain fasilitas ditarik, pem­berian gaji kepada mereka pun distop. Lagi-lagi berbeda de­ngan lembaga negara lainnya, pimpinan KPK tak mendapat pensiun ketika masa jabatannya berakhir.

“Yang perlu dipertegas, pim­pinan KPK itu bukan pegawai pemerintahan yang selesai jabatannya kemudian disebut pensiun. Di KPK itu, tidak ada pen­siun,” kata Johan.

Kepada pimpinan yang telah menyelesaikan masa ja­ba­tannya akan diberikan uang tunjangan hari tua. Uang itu dibayarkan se­kaligus. “Kisa­rannya Rp. 150 jutaan,” beber Johan.

Uang untuk tunjangan hari tua, kata Johan, tak diambil dari ang­garan KPK. Melainkan di­kumpulkan dari pemotongan gaji pimpinan KPK itu sendiri selama menjabat.

“Setiap bulan gaji pimpinan KPK dipotong lima persen selama menjabat. Nah, ketika ja­batannya berakhir, akumulasi dari potongan lima persen itu akan diberikan sebagai tun­jangan hari tua,” jelasnya.

Menurut Johan, uang tak lang­sung diberikan kepada bekas pimpinan KPK begitu masa jabatannya berakhir. Na­mun paling lambat diberikan satu bulan sejak masa jabatan ber­akhir.

Setiap Hari Rumahnya Diawasi Polisi

Saat menjabat pimpinan KPK, rumah Chandra M Ham­zah selalu diawasi polisi. Setiap hari ada polisi dari Polsek Tebet yang menyambangi rumahnya di Kompleks Garuda Nomor 46 RT 1 RW 10 Jalan Manggarai Se­latan,  Bukit Duri, Jakarta Selatan.

Setelah melakukan penga­wa­san, polisi mengisi buku yang disimpan di sebuah kotak di pagar rumah berlantai dua itu.

Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, pimpinan KPK tak mendapat fasilitas penga­ma­nan tempat tinggal. “Yang ada itu hanya ajudan yang akan membantu dan mengawal pim­pinan KPK saat menjalankan tugasnya. Kalau sudah selesai, ajudan itu akan dikembalikan,” tegasnya.

Lalu siapa yang menugaskan pengamanan terhadap rumah Chandra selama ini? Diduga pengamanan tempat tinggal pimpinan KPK merupakan inisiatif dari kepolisian. Sebab, pengamanan yang sama juga diberikan kepada pimpinan lembaga negara lainnya.

Istri Chandra, Ny Isma me­ngatakan,  keluarganya tidak memiliki acara khusus saat Chandra Hamzah melepaskan tugasnya. “Lihat saja, tidak ada acara, biasa-biasa saja,” kata Isma.

Isma mengungkapkan, Chan­dra telah memindahkan seba­gian barang-barang pribadi yang ada di KPK sejak pekan lalu. “Dicicil,” katanya.

Berbeda dengan sang suami, Isma menyebut Chandra akan kembali jadi seorang pengacara. “Ya jadi lawyer (pengacara) lagi,” ujarnya.

Isma mengaku mendukung setiap kerja keras yang dila­kukan Chandra ketika masih men­jadi pimpinan di KPK. Apa­lagi, ketika suaminya terus di­dera persoalan, mulai dari ka­sus cicak versus buaya hingga tudingan “perampok” yang di­lontarkan bekas ben­dahara Par­tai Demokrat Mu­hammad Na­zaruddin, yang kini jadi ter­dak­wa kasus ko­rupsi pembangunan Wisma Atlet SEA Games 2011.

Menurutnya, pekerjaan Chan­dra di KPK belum selesai. Tak pelak membuatnya sedih Chan­dra harus meninggalkan KPK karena tak lolos seleksi untuk dapat memimpin kembali lem­baga penegak hukum tersebut.

“Cuma segitu saja. Kasihan, Bapak merasa belum beres menyelesaikan kasus. Banyak yang melapor kasus-kasus ke Bapak. Tapi sekarang sudah selesai,” katanya.

Ia akhirnya melihat kasus-kasus yang menerpa suaminya sebagai pengalaman melangkah ke depan. “Bapak sudah di­obok-obok kan. Ya itu menjadi pe­nga­laman saja,” tuturnya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA