Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Dua Yayasan Mubarok Disokong Pengusaha

Dipersilakan Pakai Gedung Tanpa Bayar Sewa

Jumat, 16 Desember 2011, 09:06 WIB
Dua Yayasan Mubarok Disokong Pengusaha
Ahmad Mubarok

RMOL. Bekas bendahara umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin kembali melontarkan tuduhan. Kali ini, Ahmad Mubarok yang jadi sasarannya.

Menurut Nazaruddin, yaya­san yang didirikan anggota De­wan Pembina Partai Demokrat itu didanai dari hasil “main” ang­garan di DPR.

Benarkah? Mubarok menam­pik tuduhan itu. Menurut dia, ke­giatan yayasan yang didirikannya tak pernah berurusan dengan anggaran negara. Kemarin, Rak­yat Merdeka ber­kunjung ke ya­ya­san yang di­di­ri­kan Mubarok. Be­rikut liputannya.

Sari duduk di meja resepsionis gedung berlantai empat di Jalan KH Abdullah Syafei Nomor 12A, Tebet, Jakarta Selatan. Perhatian perempuan berambut panjang yang dicat kemerahan ini tertuju kepada BlackBerry yang dipegangnya.

Pandangannya baru beralih ketika Rakyat Merdeka me­ma­suki gedung itu. “Mau bertemu siapa Mas?” tanya Sari.

Saat ditanyakan apakah Mu­barok Institute berkantor di sini, dia membenarkan. “Kalau Pak Mubarok belum datang,” kata pe­rempuan berparas manis itu.

Menurut dia, biasanya Muba­rok datang ke sini jam 11 sampai tiga sore. Mubarok selalu didam­pingi seorang asisten.

Mubarok Institute menempati lantai dua gedung ini. Tapi per­nak-pernik mengenai yayasan su­dah terlihat di lobby di lantai dasar.

Di belakang meja Sari terdapat le­mari pajang yang menempel di dinding. Semua raknya diisi bu­ku-buku milik Mubarok Institute.

Lemari pajang lainnya terletak di seberang meja Sari. Juga me­nempel di dinding dan diisi buku-buku Mubarok Institute. Buku-buku itu bertema psikologi.

Menjelang tangga naik ter­da­pat ruangan yang disekat de­ngan dinding dari kaca. Di din­ding itu dipasang poster Mu­barok In­s­titute yang dilengkapi foto pendirinya.

Menurut Sari, gedung ini milik pengusaha Syam Prajoko. Mu­barok Institute ber­kantor di sini se­jak dua tahun lalu. “Se­pe­nge­tahuan saya, Pak Mu­ba­rok nggak membayar sewa ge­dung karena beliau teman dekat Pak Syam,” katanya.

Masih menurut dia, kantor Mu­barok Institute ramai dikunjungi orang. Orang-orang itu datang un­tuk berkonsultasi dengan Mubarok. Sari tak pernah melihat ada petinggi Partai Demokrat yang datang ke sini. “Pak Mu­barok saja yang selalu datang ke sini,” katanya.

“Sekarang kantornya lagi kosong, nggak ada orang sama sekali. Karyawannya cuma satu. Itu pun sedang tidak masuk ka­rena cuti nikah,” kata Sari.

Mubarok Institute harus ber­bagi ruang di lantai dua dengan PT Tunas Kharisma Indonesia. Pe­rusahaan yang bergerak di bi­dang pelatihan budidaya sidat dan pertanian organik ini juga menempati lantai empat.

Di depan gedung terlihat mo­bil-mobil yang parkir rapat kare­na halamannya sempit. Itu pun masih ada beberapa mobil terpak­sa parkir di trotoar karena tak ke­bagian tempat.

Di dinding lantai dua muka ge­dung dipasang papan nama. “Mu­barok Institute. Mubinst. Center for Indigenous Psychology, Pusat Pengembangan Psikologi Islam.” Demikian tulisan di plang.

Gambar sketsa Mubarok yang mengenakan toga juga menghiasi papan nama itu. Tepat di bawah papan nama ini terdapat plang lainnya. Tapi milik PT Tunas Kharisma Indonesia.

Memasuki gedung terlihat lobby yang ditunggui Sari. Ruang di lantai dasar yang memiliki lebar 10 meter di bagi jadi dua. Satu untuk lobby. Sisanya untuk kantor hukum Djoko Anggono dan Rudi Astiadjaja.

Melewati pintu kaca berukuran 1,5 meter lalu lurus ke belakang terlihat tangga di sebelah kanan. Tiba di lantai dua, terlihat sebuah ruangan. Pintunya selebar 1,5 meter dalam kondisi terkunci.

Sari, staf resepsionis mem­bu­ka­kan pintu ruangan setelah me­minta izin asisten Mubarok. Di belakang pintu terdapat ruangan tamu. Ukuran 4x5 meter. Di se­belah kiri pintu diletakkan dua sofa warna merah muda.

Di tengah ruangan diletakkan satu meja kerja lengkap dengan satu set komputer. Menurut Sari, inilah meja kerja staf yayasan yang kini tengah cuti.

Persis di depan meja kerja di­le­takkan meja panjang warna co­kelat yang dilengkapi dua kursi.

Di dinding ruang tamu ditem­pel beberapa foto Ahmad Mu­barok dan foto yang menam­pil­kan keindahan alam.

Untuk masuk ke ruang kerja Mubarok lebih dulu melewati pintu kaca. Pintu dikunci. Rakyat Merdeka diizinkan mengintip isi di dalamnya.

Ruangan itu berukuran 3x5 meter. Di dalamnya terdapat meja kerja besar berbentuk L. Meja warna hitam ini dilengkapi dua kursi untuk tamu dan satu kursi Mubarok.

Di atas meja dipenuhi tum­pu­kan buku dan dokumen. Di atas meja yang terletak dekat kaca di­letakkan monitor komputer layar datar. Di sebelah kanan meja ker­ja terdapat lemari kaca setinggi dua meter. Isinya beberapa cin­de­ra mata yang diterima Mubarok.

Tepat di belakang meja kerja terdapat dinding kaca. Di kaca itu ditempel stiker yang bertuliskan “Mubarok Institute. Mubinst” warna biru.

Numpang Di Kantor Konglomerat

Ahmad Mubarok juga mem­punyai yayasan yang diberi nama Mubarok Foundation. Yayasan ini berkantor di Jalan Teluk Be­tung Nomor 37, Jakarta Pusat.

Di sini Mubarok Foundation ber­bagi tempat dengan Gus Dur School of Philosophy. Sekolah ini juga didirikan Mubarok.

Bangunan yang menjadi kantor Mubarok Foundation tak terlihat dari jalan karena tertutup pagar se­tinggi dua meter. Pagar itu juga di­lapisi polycarbonate putih un­tuk menghalangi pandangan ke dalam.

Pintu masuk ke sekolah ini melewati gerbang selebar empat meter. Pos jaga ditempatkan di dekat gerbang. Memasuki area itu tampak beberapa bangunan.

Di belakang pos jaga berdiri gedung berlantai satu yang dicat warna krem. Walaupun tak ada plang namanya, dari wujudnya kita bisa memastikan bahwa ge­dung berukuran 10 x 20 meter itu untuk perkantoran.

Di sebelah kiri terdapat gedung berlantai dua. Juga tak ada plang nama perusahaan yang berkantor di gedung berwarna abu-abu ini. Di pojok kompleks itu berdiri sebuah bangunan berlantai satu. Letaknya di sebelah gedung berlantai dua.

Model bangunan berukuran 15x20 meter itu berbeda dengan dua gedung lainnya. Atapnya berbentuk kerucut dari kayu.  Me­ma­suki area kantor Mubarok Foun­dation terlihat teras yang lantai dilapisi keramik warna hitam.

Pintu masuk dari kaca selebar 1,5 meter terkunci rapat. Tapi, dari luar bisa terlihat ruang di ba­lik pintu yang dijadikan lobby. Ruangannya berukuran 6.5 meter yang dilengkapi meja resepsionis setinggi pinggang orang dewasa. Bentuknya letter L.

Sebuah kursi diletakkan di be­la­kang meja untuk petugas re­sep­sio­nis. Di sebelah kanan meja resep­sionis diletakkan lemari kayu se­ting­gi dua meter. Lemari itu terkunci.

Ruangan ini juga digunakan untuk tempat tunggu. Dua sofa panjang warna disediakan untuk tamu yang menunggu. Sebuah pintu kaca menjadi penghubung ruang lobby dengan di bagian da­lam. Pintu itu dikunci.

Kavling yang terletak di Jalan Teluk Betung 37 Jakarta ini milik mendiang William Soeryadjaya. Dari sinilah, taipan yang akrab di­sapa Om Willem itu mem­ba­ngun kerajaan bisnisnya.

Ada 20 perusahaannya yang berkantor di sini. Om Willem pun menjadi salah satu konglomerat di negeri ini. Setelah wafat, pe­rusahaannya diwariskan ke anak-anaknya. Ahmad Mubarok me­ngaku, yayasan Mubarok Foun­da­tion masih menumpang di kom­pleks perkantoran milik Ed­ward Soerjadjaya.

“Saya Nggak Keluar Duit Sepeser Pun”

Ahmad Mubarok mengaku tidak terganggu dengan tu­di­ngan Muhammad Nazaruddin yang menyebut salah satu ya­yasannya didanai APBN.

“Orangnya (Nazaruddin) di­ke­nal suka membolak-balikkan informasi. Jadi apa yang di­ka­ta­kan sulit untuk dipercaya,” katanya Mubarok menduga Nazaruddin marah kepadanya lantaran bersikap keras kepada bekas bendahara umum Partai Demokrat itu.

“Saya tegas dan keras waktu memberikan pernyataan di ko­ran, televisi. Di partai pun saya keras, termasuk soal usul pe­me­catannya dulu waktu kasus suap Sekjen MK,” katanya.

Mubarok mengaku selama ini memiliki beberapa yayasan yakni Mubarok Institute dan Mubarok Foundation. Kedua yayasan itu bergerak di bidang sosial. Dari mana dana mem­biayai yayasan itu? Kata Mu­barok, dari sumbangan pengu­sa­ha dan masyarakat.

“Tidak ada satupun yang di­biayai oleh dana-dana seperti itu. Saya persilakan siapapun mam­pir ke yayasannya,” katanya.

Mubarok menjelaskan, Mu­ba­rok Foundation yang ber­alamat di Jalan Teluk Betung, Jakarta Pusat bergerak di bi­dang pengembangan filsafat.

“Yayasan ini didanai semua­nya oleh Pak Edward Surya­djaja. Jadi saya nggak keluar uang sama sekali,” katanya.  Sedangkan Mubarok Institute yang berkantor di Casablanca bergerak di bidang pengem­ba­ngan ilmu psikologi.

Yayasan ini didirikan tahun 2006. Lantaran dananya cekak, Mubarok Institute mempopuler visi dan misinya lewat blog di internet. Namanya mubarok-institute.blogspot.com.

Blog ini juga gratisan. “Blog tersebut sudah dikunjungi 800 ribu pengunjung. Jadi tak perlu ruangan banyak untuk kantor yayasannya,” katanya. Mu­ba­rok menambahkan, yayasannya menempati lantai dua bersama dengan peru­sa­ha­an lain. Kantor itu sendiri ting­ginya empat lantai.

“Kami me­nempati tempat itu secara gratis. Sebelumnya juga pernah di Balai Pustaka, terus pernah di daerah Kebayoran. Itu gratis juga,” ungkapnya.

Untuk mengelola blog ini, Mu­barok mempekerjakan se­orang karyawan. “Karyawan itu mahasiswa saya. Dia hanya di­gaji 1,5 juta,” katanya.

Pemasukan yayasan, kata Mu­barok, diperoleh dari mener­bitkan beberapa buku psikologi. Juga dari melayani masyarakat yang konsultasi psikologi. “Se­tiap harinya selalu ramai pe­ngunjung yang ingin ber­kon­sul­tasi,” katanya.

Nazaruddin menyebutkan ya­yasan Mubarok menerima dana dari Ketua Divisi Pem­binaan Anggota Partai Demokrat Yosef Tahir Maaruf.  Mubarok me­nga­ku bingung dengan tuduhan ini. “Saya tidak tahu urusan Yosef,” kata dia. Ken­dati menilai tu­du­han Na­zaruddin tak berdasar, Mubarok tak berniat melaporkan ke polisi.   [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA