RMOL. Tiga crane bergerak kesana kemari. Setiap gerakannya seakan merobek-robek langit. Besi berbentuk letter L itu bergerak mengangkut bahan-bahan bangunan dari bawah ke lantai 22.
Samar-samar terlihat dari kejauhan, para pekerja sedang melakukan pengecoran. Baru seÂbagian lantai 22 yang sudah seÂlesai dicor. Tampak pekerja masih sibuk memasang papan dan kayu untuk membentuk tiang pondasi di lantai ini.
Jika diperhatikan, ada sekitar empat bangunan menjulang di temÂpat ini. Satu bangunan berlanÂtai 30 tampak sudah 90 persen. BaÂngunan berwarna krem ini suÂdah dipasangi dinding dan jenÂdela. Selain bangunan yang baru mencapai lantai 22, ada satu baÂngunan berukuran sedang yang sudah mencapai lantai 30.
Lantai 30 masih dalam tahap peÂngerjaan pondasi dan pengeÂcoÂran lantai. Baru sekitar 50 persen rampung. Bangunannya masing telanjang tanpa dinding. Tampak dua crane bekerja di bangunan ini.
Bangunan keempat hanya berÂlantai lima. Melekat bersama baÂngunan yang masih berlantai 22. Meski tak tak tinggi, tapi baÂnguÂnan ini dibuat cukup luas. MemÂbentang hingga bagian beÂlakang. Penyelesaiannya baru seÂkitar 60 persen.
Jika dalam pembangunan ini, warga Jakarta akan disuguhi shoÂpping malll baru. Kota KasablanÂka namanya. “Complete Shopping. Enjoy eat in style, fashion, enterÂtainment and funâ€. Begitulah tema mall ini seÂperti tertera di plang di depan loÂkasi. Tak lupa dicantumÂkan noÂmor telepon, bagi yang berÂÂminat membuka bisnis di situ.
Seperti beberapa mall di JakarÂta, Kota Kasablanka juga dibuat meÂnyediakan apartemen dan perÂkantoran. Tujuannya agar konÂsuÂmen bisa tinggal, bekerja, dan berÂsantai di tempat yang sama.
Mulai 2012, DKI Jakarta mulai menerapkan moratorium pemÂbaÂngunan mall. Untuk memperkuat keputusan ini dikeluarkan
Instruksi Gubernur (Ingub) tenÂtang Moratorium Pemberian Izin Pembangunan Pusat PerÂbeÂlanÂjaan, Pertokoan/Mall Dengan Luas Lahan Lebih Dari 5.000 Meter Persegi.
Salah satu alasan dikeluarkan Ingub itu untuk mengurangi keÂmaÂcetan di ibukota akibat menÂjamurnya mall di pinggir jalan-jaÂlan protokol.
Ada tujuh mall yang tertunda pemÂbangunannya dengan pemÂberlakukan moratorium in. Mall-mall itu tersebar di lima wilayah kota administrasi. Di Jakarta BaÂrat dengan dua mall, Jakarta SelaÂtan dua mall dan Jakarta Utara satu mall serta Jakarta Timur dua mall.
Penelusuran Rakyat Merdeka, mulai dari Jalan Casablanka samÂpai Jalan Sudirman ada tiga mall dalam tahap pembangunan. YaÂitu, Kota Kasablanka, Kuningan City, dan Ciputra World.
Jarak antar mall yang satu deÂngan yang lainnya hanya satu kiÂlometer. Jika ketiga mall ini jadi kelak, akan ada empat mall dalam jarak berdekatan. Sebelum di depan Mega Kuningan sudah berdiri Mall Ambassador.
Bergeser ke Kuningan City, baÂngunan fisik di tempat ini 70 perÂsen rampung. Bangunan ini berÂdiri berjarak 50 meter dari Mall AmÂbasador. Kuningan City terÂbagi ke dalam empat bangunan. Bangunan pertama, didesain berbentuk lonjong. Jika dihitung, bangunan ini totalnya terdiri dari 50 lantai. Sekitar setengahnya suÂdah dipasangi dinding kaca berÂwarna hijau. Nantinya bangunan ini berfungsi sebagai gedung perkantoran.
Bangunan kedua di sisi kiri bangunan pertama terdiri dari 10 lantai. Berfungsi sebagai mall. BaÂngunan ini secara tidak langsung akan menjadi pesaing Mall AmÂbasador. Bangunan ini dalam tahap pemasangan dinding kaca.
Bangunan ketiga dan keempat berada di bagian belakang. BaÂngunan ini dijadikan apartemen. Masing-masing terdiri dari 50 lantai. Satu bangunan tampak sudah selesai dipasangi dinding. Satu bangunan lagi masih dalam proses pemasangan dinding di lantai atas.
Aktivitas pembangunan juga terlihat di Ciputra World. Masih tahap pembangunan tiang dari lantai ke lantai. Dari gerbang yang terbuka, terlihat tumpukan besi baja yang memenuhi lahan yang dijadikan mall. Ciputra World memiliki konsep malll reÂtail, restaurant dan cafe, auÂdiÂtoÂrium, perkantoran, residences, aparÂtemen dan museum.
Ciputra World terdiri dari emÂpat bangunan menjulang yang terÂintegrasi dengan mall yang terÂdiri dari 10 lantai di bagian baÂwahÂnya. Pengamatan Rakyat MerÂdeka, sudah sekitar 25 lantai yang sudah dibangun. Tapi jumÂlah lantainya tampaknya tak akan berhenti sampai di situ, peÂngerÂjaan masih terus berlangsung.
Ketiga mall ini tampak berlomÂba untuk merampungkan pemÂbaÂngunannya. Hal itu bia dilihat dari aktivitas pembangunan yang digeber siang dan mallam. Pada mallam hari, puluhan truk peÂngangÂkut semen berdatangan. Lampu sorot dinyalakan untuk memudahkan aktivitas pekerja. Deru-deru mesin terdengar meÂmeÂcah keheningan mallam.
Sehari-hari Jalan Satrio yang mengarah ke Karet Sudirman menjadi langganan macet. KeÂmacetan dimulai sejak underpass (terowongan) Casablanca.
Kemacetan di kawasan ini maÂkin menggila sejak proyek pemÂbangunan fly over Kampung MeÂlayu-Tanah Abang dimulai. Ruas jalan yang bisa dilalui kenÂdaraan menyempit karena proyek ini.
Pelaksana Harian Kepala DiÂnas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B) DKI Jakarta, Wiriyatmoko menuturkan, kebeÂradaan pusat perbelanjaan atau mall kerap menjadi biang kerok keÂmacetan di ibukota.. Hal ini menÂjadi salah satu alasan PemÂprov DKI Jakarta menghentikan sementara penerbitan perizinan (moratorium) mall hingga 2012.
“Dari hasil evaluasi ini, meÂmang kebijakan moratorium ini salah satunya dilihat dari sisi keÂmacetan yang diakibatkan dari puÂsat perbelanjaan tersebut,†kata dia.
Menurutnya moratorium itu saat ini telah mulai diterapkan. PiÂhaknya sudah tidak lagi meÂngeÂluarkan izin pembangunan mall. “Kajiannya kami buat dengan mengÂgandeng Universitas GaÂdjah Mada,†kata Wiriyatmoko yang juga menjabat sebagai KeÂpala Dinas Tata Ruang ini.
Ada beberapa wilayah yang maÂsih diperbolehkan pembaÂnguÂnan mall. Yakni di Jakarta Timur dan di pinggiran kota (di luar JaÂkarta Outer Ring Road). SeÂmenÂtara di pusat kota hanya diÂizinÂkan di sepanjang Jalan Dr Satrio (Casablanca) yang perÂunÂtuÂkanÂnya memang untuk kawasan bisnis.
Wiriyatmoko tidak menampik jika pertumbuhan pusat belanja di Jakarta cukup pesat. Ia menyebut, setiap tahun bisa tiga hingga empat mall baru berdiri. Tak ayal ini mengukuhkan Jakarta sebagai kota yang memiliki pusat perÂbelanjaan terbanyak di dunia.
Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan DaeÂrah (Bappeda) DKI Jakarta SarÂwo Handayani menyambut baik moratorium pembangunan mall ini. Menurut dia, kondisi Jakarta sudah tak memungkinkan lagi ada penambahan mall.
“Kebijakan moratorium ini tidak berlaku surut. Jadi, bagi yang sudah dapat izin sebelum ucapan lisan Gubernur mengenai moÂratorium muncul, silakan teÂruskan pembangunannya. NaÂmun, bagi yang sedang meÂminta izin setelah ucapan moÂratorium keluar, izin tak akan tuÂrun,†ujar Yani.
Menurut dia, pembangunan mall atau pusat perbelanjaan ditemÂpatkan di kawasan terpadu, misalnya di Sentra Primer Barat atau Sentra Primer Timur. Sebab, sebenarnya, keberadaan pusat perbelanjaan tidak mengganggu selama letak lokasinya tersebar.
Untuk menunjang penyebaran pusat perbelanjaan, Pemprov DKI Jakarta juga melengkapinya dengan sarana dan fasilitas, miÂsalnya jalan akses Casablanca yang memiliki fungsi mengÂhuÂbungkan pusat perbelanjaan Sentra Primer Barat dan Sentra Primer Timur.
Data yang dihimpun, saat ini terdapat 564 pusat perbelanjaan di wilayah DKI Jakarta. PerÂinÂcianÂnya, 132 pusat perbelanjaan dikategorikan sebagai mall serta 432 sisanya masuk kategori swalayan, hypermarket, pusat groÂsir, pertokoan, dan pasar traÂdisional. Paling banyak di Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan.
2012, Dibuka Lima Mall Baru
Mall baru tetap akan berdiri di Jakarta walaupun sudah diberÂlaÂkukan moratorium. Sebab, izin pemÂbangunannya sudah diÂkanÂtongi sebelum keluar kebijakan penghentian itu.
“Izin yang sudah keluar untuk mall sudah banyak. Jadi yang kena moratorium itu mall yang belum dapat izin. Kalau yang sedang daÂlam proses pembaÂnguÂnan tetap dilanjutkan,†kata Ketua Umum APPBI Stefanus Ridwan saat dihubungi Rakyat Merdeka.
Ia menambahkan moratorium izin pembangunan mall meÂruÂpaÂkan ide bagus. Pengembang saÂngat mendukung keputusan terÂsebut. Tapi ia tak setuju jika JaÂkarÂta sudah jenuh terhadap mall.
“Yang jenuh itu Pusat dan SeÂlatan. Sedangkan Timur dan BaÂrat masih bisa dikembangkan. TerÂutama di Timur,†kata Stefanus.
Pada 2010, empat mall berdiri di Jakarta. Yakni Epicentrum Walk, Grand Paragon Gajah Mada, CiÂbubur Square dan Mall Gandaria.
Empat mall itu memiliki luas 166.000 meter persegi. MemÂberikan tambahan baru 4,4 persen bagi ruang ritel di Jakarta. Saat ini ruang ritel yang di ibu kota sudah mencapai 3,92 juta meter persegi.
Sementara untuk tahun 2011 akan ada tambahan pasokan tiga mall baru yakni MT Haryono SquaÂÂre, Kuningan City dan Kota KasaÂblanka yang diperkirakan memÂberikan tambahan luas sekÂtor ritel 155.000 meter persegi. Angka ini meÂnurun dibanding 2010.
Pada 2012 diperkirakan perÂtumÂbuhan mall di Jakarta meÂngaÂlami kenaikan. Akan ada tamÂbaÂhan suplai sampai 196.000 meter persegi. Beberapa mall yang diÂrenÂcanakan akan berdiri di 2012 yaitu Kemang Village, Ciputra World Jakarta, Green Tebet Food CenÂter dan kemungkinan Galeria Glodok atau Citylofts.
Menumpuk di Tengah Kota
Tujuh mall di Jakarta tidak bisa mendapatkan izin pemÂbangunan. Pasalnya, PemeÂrinÂtah DKI telah mengeluarkan moratorium pusat belanja di atas 5.000 meter persegi.
Penghentian izin ini juga perÂlu diberlakukan untuk miÂni market yang menjamur di peÂmukiman penduduk dan meÂngancam pasar-pasar traÂdisional.
Sekretaris Komisi B (bidang perdagangan) DPRD DKI Jakarta, Thamrin mengatakan Keberadaan mini market juga menimbulkan masalah jika meÂnyalahi peruntukan dan berÂdekatan dengan lokasi pasar tradisional.
“Minimarket dan usaha seÂjenis menjamur. Banyak peÂlangÂgaran, makanya kita PanÂsus-kan,†ujar dia.
Menurut Thamrin, Pansus Minimarket DPRD DKI telah bekerja cukup jauh. Saat ini sudah memasuki pembahasan kata akhir yang akan dijadikan rekomendasi.
Apa rekomendasinya? Kata Thamrin, Pansus akan mereÂkomendasikan agar gubernur menggusur bangunan yang meÂlanggar dan digunakan seÂbagai mini market.
“Terutama mini market yang berjarak 500 meter dari pasar tradisional. Jumlahnya puluhan dan sangat mengganggu pasar tradisional,†tandas pria yang juga anggota Pansus Minimarket DPRD DKI itu.
Apa perlu moratorium izin mini market? Menurut Thamrin, DPRD tengah membahas revisi Perda Perpasaran. “Kita lihat dulu bagaimana hasilnya. Nanti bisa saja kita mengusulkan gubernur memberlakukan moratorium izin mini market.â€.
Wakil Ketua DPRD DKI JaÂkarta Sayogo Hendrosubroto berÂpendapat moratorium izin mall sudah selayaknya diterapkan. Ia menilai, jumlah pusat belanja dan mall di Jakarta sudah berlebihan.
Apalagi, dalam pembaÂnguÂnanÂnya kurang memperhatikan perÂtimbangan faktor lalu lintas. “AmÂdal lalu lintas sering ditoÂleÂransi. Akibatnya timbulkan keÂmacetan,†tuturnya.
Ke depan, sambung Sayogo, pemÂbangunan pusat perbelanjaan dan mall sebaiknya di pinggiran kota. Sehingga arus lalu lintas tiÂdak hanya tertumpu di tengah kota. “Sekarang ini semuanya beÂraÂda di tengah kota,†ucapnya.
Kata Polisi, Mall Ini Biang Macet
Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya mengeluarkan data mengenai pusat perbelanjaan yang jadi penyebab kemacetan. Berikut ini datanya:
ITC Mangga Dua
Mall Kelapa Gading
Mall Sunter
Pluit Village
Pasar Pagi Mangga Dua
WTC Mangga Dua
Mall Artha Gading
Sports Mall Kelapa Gading
Kelapa Gading Trade Center
Mall of Indonesia (MOI)
Emporium Pluit Mall
La Piazza
Koja Trade Mall
Jakarta Timur
Kramat Jati Indah
Cibubur Junction
Tamini Square
Jakarta Barat
Mall Ciputra
Mall Taman Anggrek
Slipi Jaya Plaza
Central Park
Jakarta Pusat
ITC Cempaka Mas
Grand Indonesia Shopping Town Plaza Atrium
ITC Roxy Mas
Blok A Tanah Abang
Jakarta Selatan
Cilandak Town Square
Blok M Plaza
Mall Ambassador
Pasaraya Manggarai
Plaza Semanggi
Pejaten Village
Gandaria City
FX Plaza [rm]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.