Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kantor Sedang Renovasi, Rapat Pindah ke DPRD

Nengok Markas Jago PPP di Pilgub Jakarta

Sabtu, 17 September 2011, 04:51 WIB
Kantor Sedang Renovasi, Rapat Pindah ke DPRD
Lulung Lunggana
RMOL.Spanduk bertema Ramadhan masih terpasang di pagar Kantor Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DKI Jakarta yang terletak di Jalan I Gusti Ngurah, Jaktim.

“Marhadan Ya Ramadhan. Selamat melaksanakan ibadah pua­sa Ramadhan 1432 H, per­ba­nyak shodaqoh, jauhi maksiat, jaga persatuan, jauhi tawuran, ting­katkan ibadah, jaga keru­ku­nan, Islam rahmatan lil alamin,” demikian tulisan di spanduk war­na hijau yang terlihat mulai kusam.

Foto Ketua PPP Jakarta Lulung Lunggana dan Sekretaris Abdul Aziz dipajang di spanduk. Kedua­nya kompak mengenakan jas hi­jau, kemeja putih dan peci hitam sebagai penutup kepala.

Kantor PPP Jakarta berdiri di atas tanah berukuran 30x30 me­ter. Pagar BRC setinggi 1,5 meter menjadi pembatas halaman kantor ini. Pagar ini bukan hanya ber­fungsi sebagai pembatas tapi juga menjadi tempat mengikatkan tiang-tiang bendera dari bambu. Pu­luhan bendera partai berlam­bang Kabah ini berkibar-kibar tertiup angin.

Untuk bisa masuk ke halaman kantor bisa dari gerbang di bagian kiri maupun kanan pagar. Hanya gerbang kiri yang dibuka. Ken­daraan roda dua dan empat bisa melewati gerbang ini.

Gerbang kanan sedang diper­baiki. Tapi dibuka sedikit agar bisa dilewati orang. Gerbang ma­suk berada di dua sisi. Di sebelah kiri dan kanan.

Di balik gerbang ini terdapat ha­laman parkir yang luas. Agar tak becek, halaman itu ditutupi cone block. Tiga mobil terlihat pa­r­kir berderetan. Para penge­mudi mobil itu sepertinya punya pikiran sama: parkir di tempat yang teduh.

Di depan tempat parkir mobil-mobil itu berdiri pohon angsana. Daunnya yang rindang bisa meng­halangi sinar matahari. Sehingga mobil tak kepanasan.

Bangunan berlantai dua yang menjadi kantor terletak di tengah-tengah. Bentuknya seperti joglo dengan cat hijau warna khas PPP menutupi dindingnya.

Plang nama DPW PPP DKI Ja­karta dipasang di dinding muka. Tulisannya dan lambang partai dibuat cukup besar, sehingga bisa ter­baca jelas pengemudi yang me­lintas di Jalan I Gusti Ngurah Rai.

Sebuah tiang bendera di depan kantor berdiri menjulang setinggi tiang listrik. Bendera merah putih berkibar-kibar di ujung atas. Pin­tu masuk kantor terletak di sebelah.

Saat Rakyat Merdeka da­tang, pin­tu yang terbuat dari kaca ter­buka. Masuk ke dalam terlihat em­pat pekerja tengah mem­per­baiki langit-langit dan mengecat dinding.

Tak ada satupun pengurus yang menunggui kantor. “Semua p­e­ngu­rus diundang rapat di DPRD Ja­karta, jadi di sini tidak ada orang,” kata Rifki. Ia bukan staf sek­­retariat melainkan Ketua Ranting PPP Bukit Duri, Jakarta Selatan.

Rifki juga sedang menunggu kedatangan para pengurus. Ken­dati bukan pengurus sekretariat ini, dia tampaknya cukup tahu kondisi di sini.

Menurut pria berkaca mata ini, se­hari-hari ini sekretariat ini sepi karena tengah direnovasi. Pe­ngurus datang bila ada rapat. Kali ini rapat dipindahkan ke DPRD Ja­karta. “Biasanya kalau pengu­rus diundang rapat di sana mem­bahas masalah pilkada,” katanya.

PPP tak mau ketinggalan mera­maikan pemilihan gubernur DKI Jakarta. Seperti lainnya, partai ini juga mulai mengosok-gosok jago yang akan diusung dalam pe­milihan yang baru berlangsung tahun depan.

Rifki tahu soal ini. “Partai baru merekomendasikan dua nama yang akan diajukan: Pak Djan Faridz dan Pak Lulung.”

Djan Faridz adalah anggota De­wan Perwakilan Daerah (DPD) asal Jakarta. Ia juga men­jabat ketua Nahdlatul Ulama (NU) Jakarta. Selama ini, NU me­rupakan basis massa PPP. Djan dijagokan jadi bakal calon gubernur. Sementara Lulung ba­kal calon wakil gubernur.

Menurut Rifki, Lulung sering menggelar rapat mengenai pilgub di sini. Kendati begitu, Lulung yang juga menjabat sekjen Ba­mus Betawi ini belum me­nyiap­kan strategi khusus menuju pil­gub. “Paling Pak Lulung hanya menyebar beberapa spanduk di tempat-tempat strategis di Ja­karta,” katanya.

Dalam penentuan cagub yang akan diusung PPP, pengurus di tingkat bawah ingin agar digelar polling. Tujuannya untuk me­nge­tahui siapa calon yang benar-be­nar-benar didukung rakyat. “Jangan sampai memilih kucing dalam karung,” kata Rifki. Hingga kini belum jelas kapan polling digelar.

Rifki berharap cagub yang akan diusung partainya me­rup­a­kan figur yang tepat, amanah, dan istiqomah. Sehingga, jika terpilih nanti dapat membawa manfaat bagi seluruh masyarakat DKI, tidak semata-mata untuk partai.

Selain itu, calon itu harus mam­pu mengatasi masalah klasik Ja­karta: macet dan banjir. Juga me­miliki kemampuan managerial dan kepemimpinan yang kuat di mata masyarakat.

Ingin Walikota Dipilih Langsung

Diusung sebagai calon wakil gubernur Jakarta oleh partainya, Lulung Lunggana langsung membuat jargon. “Jakarta untuk semua,” demikian jargonnya.

Sekretaris PPP Jakarta Abdul Azis menjelaskan, jargon itu mengandung maksud bahwa Jakarta harus menjadi kota yang aman dan nyaman bagi semua penduduk dari berbagai suku, latar belakang dan agama.

Menurut dia, sebagai calon wakil gubernur, Lulung akan mem­prioritas perbaikan sosial-ke­masyarakatan. Masalah keluar­ga miskin, pendidikan dan ke­se­hatan bakal jadi perhatian utama.

Dalam kesempatan terpisah, Lulung mengusulkan agar jaba­tan walikota di DKI Jakarta di­pilih langsung oleh rakyat. “Kami akan memperjuangkan agar hak politik rakyat DKI Jakarta untuk memilih walikota secara lang­sung bisa dipulihkan,” katanya.

Lulung mengaku pernah me­ngajukan uji materi terhadap Un­dang-undang Nomor 29 tahun 2007 tentang  Pemerintahan Pro­vinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, tetapi kalah. “Namun de­mikian kami akan terus mem­perjuangkan hal itu,” jelasnya.

Seperti diketahui, dalam ayat 2 Pasal 19 Undang-Undang Nomor 29 tahun 2007 tersebut, dise­but­kan bahwa walikota/bupati di kota/kabupaten administrasi di DKI diangkat oleh gubernur atas pertimbangan DPRD DKI Ja­kar­ta dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan.

Mekanisme ini, menurut Lu­lung, membunuh hak politik war­ga DKI Jakarta untuk memilih dan dipilih sebagai walikota. “Itu juga bertentangan dengan UUD 1945,” katanya.

Lulung mengingatkan, kons­ti­tusi Indonesia, UUD 1945 telah me­netapkan bentuk negara ada­lah re­public. Konsekuensi negara re­pub­lik, kedaulatan di tangan rakyat. Sehingga, pengisian ja­ba­tan po­li­tik-kenegaraan dilakukan secara langsung oleh rakyat me­lalui pemilu.

Dalam Pasal 18 Ayat (4) UUD ditentukan bahwa gubernur dan bupati/wali kota dipilih secara demokratis, kata ”demokratis” di sini harus dimaknai bahwa kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat-pemilih.

“Jadi, sekali lagi, ini konse­kuensi bentuk negara republik. Ke­­daulatan di tangan rakyat dan rak­­yatlah yang berhak menen­tu­kan kepala daerahnya,” tegas Lulung.

Selain itu, jelasnya, ketentuan bah­wa hanya pengawai negeri sipil (PNS) yang punya hak jadi wa­likota jelas sangat berten­ta­ngan dengan hak asasi manusia. Se­hingga di luar PNS tak bisa menduduki jabatan itu.

Menurut Lulung, Jakarta se­ba­gai ibu kota negara, seharusnya menjadi barometer dalam ber­de­mokrasi bagi daerah lain. Sudah seharusnya walikota juga dipilih langsung oleh rakyat.

“Daerah lain saja, walikota dan bupati sudah dipilih langsung oleh rakyat, maka Jakarta sebagai ibukota masih dipilih oleh gu­bernur,” tandasnya.

Jago Sebenarnya Muncul Tiga Bulan Sebelum Pilgub

PPP telah resmi mengusung dua nama dalam bursa calon gu­bernur dan wakil gubernur Ja­karta. Mereka adalah Djan Faridz dan Lulung Lunggana.

Djan diplot jadi gubernur. Se­dangkan Lulung wakil gu­ber­nur. Rekomendasi ini dibuat da­lam musyawarah kerja wilayah (mukerwil) PPP Jakarta.

Selanjutnya, rekomendasi ini disampaikan ke Dewan Pim­pi­nan Pusat (DPP) PPP. “Ke­pu­tusan ini sudah disetujui DPP PPP dan akan dikomunikasi dengan partai lain,” kata Abdul Azis, sekretaris PPP Jakarta.

Kenapa perlu diko­mu­ni­ka­si­kan ke partai lain? Menurut Azis, perolehan suara PPP tak cukup untuk mengusung calon sendiri.

Partai berlambang Kabah ha­nya punya tujuh kursi di DPRD Jakarta. Syarat bisa mengusung calon sendiri minimal punya 15 kursi. Mau tak mau, kata dia, PPP harus berkoalisi dengan partai lain.

Azis memiliki tiga strategi da­lam membangun koalisi de­ngan partai lain. Pertama, me­ngajukan Djan Faridz sebagai calon gubernur. “Bila disetujui par­tai lain, kita jalan terus me­ngusungnya.”

Bila nama Djan ditolak, PPP akan mengusulkan Lulung se­bagai calon wakil gubernur. Lu­lung akan didorong untuk men­damping calon gubernur yang disetujui koalisi.

Bagaimana bila keduanya ditolak? Menurut Azis, strategi ter­akhir hanya mencari kese­pa­katan bersama. “Yang penting kita akan jalan bareng demi me­ngusung calon.”

Keputusan ini baru akan di­ambil tiga bulan sebelum pe­mi­lihan gubernur dan wakil gu­bernur. Sebelum itu, PPP terus melakukan lobi dengan partai lain. Hasil lobi-lobi akan di­eva­luasi lagi. “Evaluasi ini untuk menentukan satu pilihan yang akan diambil partai.”

PPP Jakarta merasa tak perlu menggelar survei untuk me­mu­tuskan jago yang bakal diusung, seperti keinginan arus bawah. Kata Aizi, keputusan mengenai siapa yang bakal diusung bisa diselesaikan dalam mu­sya­wa­rah kerja wilayah (muskerwil).

Muskerwil telah me­re­ko­men­dasi nama Djan sebagai calon gubernur dan Lulung sebagai ca­lon wakil gubernur. “Pak Lulung legowo dengan kepu­tusan ini,” kata Azis.

Namun bila ada partai lain yang ingin Lulung Lunggana sebagai cagub DKI Jakarta, PPP tak akan keberatan. Tapi hingga kini belum ada yang minta. Azis berharap, strategi yang di­ran­cang untuk meloloskan Djan dan Lulung ke Pilgub Ja­kar­ta ber­jalan sesuai rencana. [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA