Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Dipenuhi Agenda Kunjungan ke Masjid dan Kampus

Bertamu ke Markas Balon Gubernur DKI, Nono Sampono

Senin, 12 September 2011, 05:01 WIB
Dipenuhi Agenda Kunjungan ke Masjid dan Kampus
Nono Sampono
RMOL. Sejumlah purnawirawan TNI meramaikan bursa calon gubernur DKI Jakarta. Setelah Nachrowi Ramli dan Hendardji Supandji, muncul Nono Sampono, bekas komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres).

Pria yang menyandang pangkat terakhir letnan jenderal dari Korps Marinir ini telah me­nyam­paikan kesiapannya maju dalam pemilihan gubernur (pilgub) tahun depan.

Bekas ketua Badan SAR Na­sio­nal ini pun telah mem­per­siap­kan tim pemenangan. Rakyat Mer­deka pun mengintip aktivitas tim yang bermarkas di gedung Ja­karta Design Center (JDC) Ja­lan Gatot Subroto, Jakarta Pusat ini.

Tak sulit menemukan tem­patnya. Nama Nono cukup di­kenal di sini. Satpam atau peng­huni gedung mewah itu bisa dengan jelas menunjukkan posisi markas tim pemenangan Nono. Letaknya di pojok lantai satu.

Beberapa pria berbadan te­gap tampak berjaga-jaga di se­kitar tem­pat ini. Dari penam­pi­lannya se­pertinya dari kala­ngan militer. Me­ngenakan baju safari dan handy talkie di ta­ngan, mereka menga­wasi ge­rak-gerik setiap orang.

Memasuki pintu kaca yang sengaja dibiarkan terbuka, lang­sung terlihat satu set meja kayu yang didesain berbentuk persegi. Meja ini sepertinya berfungsi se­bagai tempat rapat. Beberapa lem­bar kertas berserakan di atas meja.

Di dinding sisi kanan pintu masuk terdapat foto Nono ketika masih menjabat Komandan Korps Marinir dengan pangkat mayor jenderal. Di bawahnya diletakkan berisi dispenser, kopi dan snack. Di bagian bawah meja tampak beberapa kardus berisi brosur dan profil Nono.

Di sisi kiri pintu tampak satu pa­pan white board. Rencana ke­giatan Nono selama beberapa bu­­lan ke depan tertulis rapi di pa­pan ini. Misalnya, kegiatan sosial berkunjung ke masjid-masjid di Jakarta dan menjadi pem­bicara masalah kebangsaan di kampus-kampus.

Tak jauh dari meja rapat tam­pak foto Nono bersalaman de­ngan Fauzi Bowo, gubernur DKI Jakarta yang bakal habis masa ja­batannya tahun 2012. Keduanya ter­lihat akrab. Di sebelahnya dile­takkan sebuah peta Jakarta yang dibingkai kaca. Peta itu dipenuhi coretan-coretan spidol.

Persis di depan peta duduk se­orang pria. Wajahnya tampak tak asing. Setelah diperhatikan wa­jah­nya sama dengan yang ada di foto. Pria berkumis itu adalah Nono.

Mengetahui kedatangan Rak­yat Merdeka, Nono beranjak dari tempat duduknya. Jabat ta­ngan hangat mengawali perte­mu­an kami. Sikapnya ramah dan ber­sahabat diiringi senyum yang tak henti-henti mengembang.

  Mengenakan kemeja putih garis dan celama abu-abu, Nono mengajak berbincang-bincang di ruangan kerjanya di lantai dua. Memasuki pintu kaca, satu set sofa kulit berwarna hitam me­nyambut. Ia lalu mempersilakan duduk. Lantai ruangan ini di­lapisi karpet abu-abu. Di atas meja dile­tak­kan beberapa toples berisi roti kering.

Sebuah foto Nono berukuran besar dipajang di salah satu sisi ruangan. Me­nge­nakan pakaian dinas upa­cara (PDU) putih de­ngan pangkat bin­tang tiga di ba­hu, Nono ter­lihat ga­gah dan ber­wibawa. Beberapa bin­tang peng­hargaan tersemat di dada kiri.

Kepada Rakyat Merdeka, seca­ra gamblang Nono kemudian me­nuturkan pemikiran-pemiki­ran­nya mengenai Jakarta. Ia terlihat sangat antusias. Hal yang bakal dikedepankannya adalah soal keamanan. “Masalah Jakarta be­ragam. Macet, sampah, trans­por­tasi, pemukiman dan banyak lagi. Tapi yang utama memang ke­ama­nan. Intinya jangan hanya me­nye­lesaikan masalah secara prag­matis untuk Jakarta.”

Pria kelahiran Bangkalan, Ma­dura, Jawa Timur, pada 1 Maret 1953 ini menerangkan, ma­sya­rakat di Jakarta sangat heterogen. Kondisi ini membuat ibu kota rawan konflik kelompok. “Yang tinggal di Jakarta sangat banyak. Kalau tidak aman maka situasi tidak akan kondusif.”

Selain masalah keamanan, ia juga menitikberatkan pada masa­lah budaya dengan budaya Be­ta­wi sebagai intinya sebagai daya tarik pariwisata.

Selanjutnya, Jakarta yang kaya akan sejarah juga cukup ideal di­ba­ngun menjadi kota sejarah. “Mo­dernisasi harus terus ber­lang­sung tapi sejarah yang ada di Jakarta tidak boleh ditinggalkan begitu saja,” tutur Nono.

Ia juga menuturkan, posisi si­lang Jakarta yang efektif men­jadi jalur perdagangan me­ru­pa­kan bagian penting. Sehingga hal ter­sebut ha­rus terus di­kem­bangkan guna pe­ningkatan eko­nomi Jakarta.

“Saya memiliki cita-cita men­jadikan kembali Jakarta sebagai Kota Bandar seperti era kolonial Belanda. Harus ada peningkatan PAD (pendapatan asli daerah) dengan mengembangkan per­dagangan. Caranya dengan me­manfaatkan posisi Jakarta yang strategis,” ucapnya.

Berbicara masalah kemacetan di Jakarta yang semakin hari makin menggila, Nono memiliki strategi tersendiri. Menurut dia, persoalan ini bisa diatasi dengan meningkatkan kualitas dan kuan­titas angkutan umum.

Busway, misalnya. Juga pe­ning­katan kua­litas dan kuantitas infrastruktur transportasi seperti monorel, MRT, dan menambah jalan tol di luar lingkar Jakarta.

“Mengendalikan kendaraan pribadi itu kuncinya. Kita keta­hui, lebih dari 700 ribu kendaraan pribadi mobil dan sepeda motor yang masuk ke DKI. Kalau dila­kukan minimize atau berhenti di luar dan mereka bisa melanjutkan aktifitasnya dengan sarana dan prasarana transportasi yang memadai,” ujarnya.

Mengurangi produksi mobil pribadi, pengaturan mobil warna gelap-terang maupun nomor gan­jil-genap juga bisa jadi solusi me­ngatasi kemacetan di Jakarta. Na­mun, itu kembali kepada ke­di­siplinan masyarakat Jakarta atas program ini bisa berhasil.

“Masyarakat diajak serta untuk di­siplin melalui berbagai media. Ke­­disiplinan itu kunci uta­ma. Tan­pa itu semua program sehebat apa­pun tak akan berjalan efektif,” ucapnya.

Permasalahan banjir yang tak henti-hentinya mendera ibukota juga tak luput dari perhatiannya. Peningkatan infrastruktur, me­nurut Nono, merupakan solusi untuk mengatasi permasalahan klasik tersebut.

“Saluran dan drainase difung­sikan dengan lebih baik. Pengen­dalian sampah hal yang penting. Menambah resapan air dengan cara memperbesar hutan kota, ta­man kota dan pengendalian pe­mukiman. Membangun dam atau bendungan juga penting,” ujar Nono yang tengah menempuh pen­didikan strata tiga di Institusi Pertanian Bogor.

Waspadai Politik Kotor di 2012

Bakal calon (balon) gubernur Nono Sampono meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencermati Pilgub DKI Jakarta tahun depan. Agar pemilihan itu bersih dari politik uang.

 â€œKPK harus mencermati ke­se­imbangan harta para pejabat ne­gara yang menjadi bakal calon gu­bernur dengan biaya penge­lua­ran untuk sosialisasinya. KPK juga harus mengawasi aliran dana calon gubernur. Itu tanggung ja­wab KPK. Jangan sampai guber­nur yang terpilih tersandera kare­na balas budi,” kata dia.

Nono juga meminta Badan Pengawas Pemilu menjadi wasit yang tegas dalam pilgub nanti.  Se­hingga tak terjadi permainan kotor. “Fasilitas pemerintah tidak boleh digunakan untuk kampa­nye, termasuk kampanye terse­lu­bung dengan mengunakan so­sia­lisasi-sosialisasi masyarakat.”

“Yang paling gawat itu money politics. Itu sama saja menukar 5 tahun masa depan masyarakat. Karena itu penting sekali Ba­was­lu untuk bertindak tegas.”


Kayuh Onthel, Nyaris Ditabrak Metro Mini

Situasi lalu lintas di kawasan Ja­lan Tubagus Angke, Jakarta Ba­rat cukup semrawut sore itu. Maklum, waktu berbuka puasa tinggal hitungan jam. Pejalan kaki, pesepeda, tukang ojek, Met­ro Mini dan mobil pribadi saling berebutan di jalan yang me­nyem­pit lantaran sebagian ruasnya digunakan untuk  jalan layang.

Rombongan pesepeda p­e­serta Jelajah Masjid Kampung Tua yang berjumlah hampir se­ratus orang sedikit panik. Tiba-tiba sebuah metro mini menepi mendadak untuk menurunkan penumpang.

“Awas!” teriak seorang p­e­serta jelajah memperingati. Ham­pir saja Nono Sampono yang mengayuh sepeda onthel nyaris terserempet Metro Mini.

Dengan sepeda lawas itu, Nono menelusuri jalan-jalan ke­cil di kawasan Kampung Sa­wah, Tambora dan Jalan Tu­ba­gus Angke dengan tujuan akhir Masjid Al Anwar atau yang le­bih dikenal dengan nama Mas­jid Angke.

“Dengan cara seperti ini saya jadi lebih mengerti persoalan masyarakat dan persoalan Ja­karta sebenarnya,” kata Nono.

Nono tertarik mengikuti ke­gia­tan yang diprakarsai Komu­nitas Jelajah itu karena sesuai de­ngan pemikirannya. Menu­rut­nya, sebagai ibukota negara, Jakarta memang harus diba­ngun secara modern dengan ber­bagai fasilitas dan sarana bertaraf internasional.

“Namun seberapa modern pun kita membangun Jakarta, tidak boleh meninggalkan akar sejarah,” katanya. Itulah sebab­nya ia amat mendukung kegia­tan anak-anak muda yang ber­gabung dalam komunitas ini. Menurut dia, generasi sudah se­ha­rusnya mengenal sejarah kotanya, sejarah negerinya un­tuk bekal membangun di masa mendatang.

Sebagai bekas perwira tinggi militer, Nono selalu ber­se­ma­ngat ketika berbicara soal se­ja­rah dan kebangsaan. S­e­jum­lah universitas mengundangnya un­tuk memberikan kuliah umum seputar kebangsaan. Di an­ta­ra­nya, Universitas Pancasila, Uni­versitas Nasional dan Uni­ver­sitas Trisakti.

“Ya, ini hanya me­neruskan apa yang saya lakukan ketika masih menjadi perwira militer,” kata bekas Gubernur Akademi TNI AL dan Komandan Jen­de­ral Akademi Militer itu.

 Selain itu, Nono rutin meng­hadiri Jumatan di masjid-masjid di Jakarta. Menurutnya, cara itu efektif untuk mengenalkan diri dan menyelami secara langsung kehidupan masyarakat.

“Dari masjid ke masjid setiap Jumatan. Bertemu dan menyapa langsung masyarakat. Ma­sya­ra­kat harus disapa dan diajak ngo­mong. Mereka nanti bisa me­nilai bagaimana karakter saya sesungguhnya,” ujarnya.

Sosok Nono yang berlatar bel­a­kang Korps Marinir me­ngi­ngatkan pada Ali Sadikin. Pria yang akrab disapa Bang Ali oleh warga Jakarta ini juga ber­asal dari korps pasukan elite TNI AL itu.

Ali yang menjadi gubernur Jakarta dari era Soekarno hing­ga Soeharto telah banyak me­la­kukan perubahan di ibu kota. Di bawah tangan dinginnya, wajah Jakarta berubah menjadi kota modern.   [rm]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA