Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Nenteng Tas Besar, Bingung Mau ke Mana

Ngobrol Dengan Pendatang Baru Ibu Kota

Senin, 05 September 2011, 03:39 WIB
Nenteng Tas Besar, Bingung Mau ke Mana
ilustrasi, pendatang baru yang akan mengadu nasib di ibu kota

RMOL. Sebuah bus antar kota antar provinsi  memasuki Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Tmur kemarin. Beberapa penumpang langsung menenteng tas besar dan beberapa kardus turun dari bus setelah terparkir sempurna. Lainnya antre di samping bus menunggu kru membuka bagasi.

Setelah pintu bagasi dibuka, mereka berlomba mengambil ba­rang bawaan miliknya. Se­orang pria mengambil tas hitam dari ba­gasi lalu disematkan ke bahu. Se­jenak kemudian dia hanya berdiri terpaku tak jauh dari bus sembari memandangi sekeliling. Dahinya tampak mengernyit seakan memikirkan sesuatu.

Sambil menghela nafas, pria muda itu lalu melangkah ke dere­tan kursi tunggu. Setelah me­nyan­darkan punggung di kursi fiber tangannya merogoh saku kiri kemejanya mengeluarkan se­bungkus rokok.     

Arus balik Lebaran 2011 mulai tampak di beberapa terminal dan stasiun  kereta di Jakarta sejak be­be­rapa hari terakhir. Bersamaan dengan itu muncul orang-orang seperti pria tadi yang tampak bi­ngung arah tujuan. Merekalah para pendatang baru yang hendak mengadu nasib di ibu kota. Fenomena ini terjadi setiap kali arus balik.

Tak sulit membedakan wajah pendatang baru. Rahman, salah satu pegawai Terminal Kampung Rambutan menuturkan, para pen­datang baru itu mudah dikenali.

“Biasanya mereka terlihat ke­bingungan ketika turun dari bis. Apalagi yang datangnya sen­di­rian, biasanya rada panik juga mau kemana,” ujarnya.

Pendatang baru kebanyakan da­tang bersama keluarganya. Ada pula yang datang sendirian atau berdua dengan temannya. Me­re­ka tak mengejar pekerjaan mu­luk-muluk di ibu kota. Pe­kerjaan rendahan siap dilakoni agar bisa bertahan hidup.

“Setiap tahun setelah lebaran, pasti banyak pendatang baru. Ka­lau perempuan kebanyakan da­tang dari Banjar untuk jadi pem­bantu di Jakarta. Kalau laki-laki biasanya datang dari Jawa Timur atau Jawa Tengah,” kata lelaki yang telah bekerja di terminal sejak dua dekade terakhir.

Dani (19) tampak kebingungan begitu tiba di Terminal Kampung Rambutan. Pria asal Tulu­nga­gung, Jawa Timur ini datang ke Jakarta untuk mencari pekerjaan. Ia mencoba mengadu nasib di kota besar setelah mendengar cerita dari tetangga di kampung.

“Saya ingin tahu bagaimana ra­sanya kerja di Jakarta. Kalau de­ngar cerita mereka, kayanya enak cari kerjaan di Jakarta,” katanya.

Dani sedikit beruntung. Ia tak perlu kebingungan mencari tem­pat tinggal. Seorang kakaknya lebih dulu tinggal di Jakarta.

“Kakak saya jualan di Jakarta. Jika belum mendapat pekerjaan, saya mungkin akan membantu kakak berjualan,” ujarnya.

Dani mengaku tak memiliki kemampuan khusus untuk ber­kompetisi ke Jakarta. Pen­di­di­kan­nya hanya sekolah menengah umum. Sadar pendidikannya ren­dah, ia bersedia bekerja apa saja.

“Pengennya sih kerja di kan­toran, jadi OB (office boy) juga nggak apa-apa. Tapi kalau nggak dapat kantoran, jadi kuli ba­ngu­nan juga nggak masalah. Yang penting kerja aja dulu, biar nggak ngerepotin kakak,” ucapnya.

Hal senada juga diutarakan Anisa (22), warga Tasikmalaya yang juga coba mencari pe­ker­jaan di Jakarta. “Saya baru ke sini untuk pertama kali,” tuturnya. Ia datang dengan temannya yang juga baru pertama kali datang ke ibu kota.

Mereka tampak kebingungan begitu turun dari bis. Kepada Rakyat Merdeka, mereka me­nga­ku mau ke Cimanggis, dan akan bekerja menjadi baby sitter. “Jan­jinya sih mau di jemput, tapi orang yang jemput belum ke­li­hatan. Kita binggung juga mau naik apa ke Cimanggis, kita kan baru di Jakarta,” katanya.

Beberapa pendatang yang baru menjejakkan kaki di Jakarta tidak tahu mau kemana. Naira (24) con­tohnya. Ia datang dari Pelabu­han Ratu, Sukabumi, Jawa Barat sendirian, dan belum tahu mau bekerja apa di Jakarta. “Datang saja dulu. Soal mau kerja apa, sedapatnya nanti aja. Apa aja mah boleh, yang penting halal dan bisa buat makan,” selorohnya.

Di Terminal Kampung Ram­butan, ditemukan pula keluarga yang baru pertama kali datang ke Jakarta. Keluarga yang datang dari Garut itu terdiri dari ibu, ba­pak, dan satu anak perempuan yang telah dewasa. Mereka da­tang ke Jakarta dengan berbekal pakaian yang dibungkus kardus dan karung.

Ketika turun dari bis, anak pe­rempuannya duduk di pinggir ja­lan. Ia jarang bepergian sehingga menderita mabuk darat. “Mung­kin mau ke rumah saudara dulu di Depok. Kalau udah nyampe di sana, baru nanti dipikirin lagi mau ngapain di Jakarta,” kata si ibu.

Salah satu pendatang baru yang datang ditemani saudara mereka yang sudah dulu bekerja di Ja­karta adalah Eni Kurniatun. Pe­rempuan asal Tulungagung, Jawa Timur ini ikut kakak sepupunya, Hani, ke Jakarta, menumpang kereta Matarmaja yang tiba di Stasiun Senen, siang kemarin.

“Ya dari Juli kemarin sudah mau berangkat ke Jakarta, tapi nunggu kakak saja setelah Lebar­an biar bisa sama-sama,” ujar Eni sambil membawa tas besar dan kardus warna coklat ini, di Sta­siun Senen.

Perempuan berusia 19 tahun ini belum tahu akan bekerja di mana di Jakarta.

Mau Tinggal di Jakarta? Harus Punya Penjamin

Momen arus balik lebaran biasanya digunakan para pen­da­tang baru dari daerah untuk me­ngadu nasib di Jakarta. Supaya ti­dak terkena operasi yustisi, me­reka diharuskan memenuhi sya­rat-syarat yang ditentukan.

“Di sini punya aturan kepen­dudukan yang harus dipenuhi. Apabila mereka tidak memenuhi hal tersebut, tentu pada saatnya akan kita lakukan operasi yus­tisi,” kata Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo usai acara Bersih-ber­sih Pantai Ancol di Kawasan Wisata Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (3/11).

Pria yang biasa disapa Foke ini menambahkan, ia sudah mem­berikan informasi kepada Pemda di luar Jakarta tentang syarat ke­pendudukan bagi pendatang baru di ibu kota. Bila tidak sanggup memenuhi syarat, pendatang baru akan langsung dipulangkan.

Berkat aturan ketat tersebut, Menurut Foke, dalam empat ta­hun belakangan ini terjadi pe­nu­runan arus urbanisasi yang sig­nifikan. Di satu sisi, pem­ba­ngu­nan di daerah juga sudah maju.

Beberapa syarat yang harus dipenuhi para pendatang baru di Jakarta agar tidak terjaring operasi yustisi adalah memiliki surat pindah dari daerah asal, membawa SKCK dari kota asal, surat jaminan kerja di Jakarta, dan jaminan rumah atau tempat tinggal di Jakarta.


Pendatang Baru 50 Ribu Orang

Pemerintah DKI Jakarta akan menggelar Operasi Yustisi Kependudukan (OYK) pada H+14 Lebaran secara serentak di lima wilayah ibu kota. Ini dilakukan untuk membatasi jumlah pendatang baru yang tidak memiliki keahlian, dan tidak memiliki surat resmi dari daerah asal.

Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI Jakarta, Purba Hutapea, mengatakan, operasi OYK dianggap efektif me­nekan jumlah penduduk ile­gal yang tidak memenuhi syarat administrasi kependudukan di Jakarta.

“Pendatang diberikan waktu tinggal 14 hari di Jakarta, sele­bih­nya harus mengurus admi­nistrasi kependudukan untuk tinggal di Jakarta,” kata Purba.

Lokasi yang menjadi kantong pendatang baru yang menjadi pusat razia, adalah di sekitar pab­rik, kos-kosan, pemukiman padat dan apartemen.

Karena itu diimbau bagi se­mua pen­da­tang baru men­daftarkan diri ke RT/RW dan kelurahan setem­pat. Setelah 14 hari tinggal di Jakarta, setiap pen­datang harus mengurus surat izin tinggal di kelurahan.

“Untuk denda yang tentuin hakim, (termasuk) tindak pida­na ringan. Tapi bagi yang nggak ada syarat ya dipulangkan. Apa­lagi terbukti tidak ada surat dan ditemukan di jalan, taman, apa­lagi nggak ada surat sama se­kali,” jelas Purba.

Syaratnya, harus ada surat pe­ngantar dari daerah asal, me­miliki tempat tinggal yang jelas, dan pekerjaan yang jelas. Bagi mereka yang belum memiliki su­rat perizinan atau KTP di­minta segera melengkapi syarat administrasi kependudukan.

Pemda DKI memprediksi terjadi penurunan pendatang baru pada 2011 ini. Jumlahnya diperkirakan hanya sekitar 50 ribu orang saja. Penurunan jum­lah pendatang akan di­up­a­yakan untuk ditekan dari tahun ke tahun.

Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo melihat dalam lima tahun terakhir jum­lah pendatang baru dalam arus balik Lebaran mengalami p­e­nurunan. Pada 2003 terpantau ada 204.830 pendatang. Tahun 2004 sebanyak 190.356 jiwa. Ta­hun 2005 sebanyak 180.767 jiwa. Tahun 2006 sebanyak 124.427 jiwa, 2007 sebanyak 109.617 jiwa, dan 2008 menu­run cukup signifikan mencapai 88.473 jiwa.

Lalu pada tahun 2009 tercatat jumlah pendatang baru 69.554 orang, atau menurun sebesar 21,38 persen atau sebanyak 18.919 orang. Tahun 2010, jum­lah pendatang baru pun kembali menurun menjadi sekitar 60 ribu orang.

“Penurunan ini bukan dik­a­renakan penegakan peraturan yang ketat untuk tinggal di Ja­karta, melainkan karena pe­nye­baran pertumbuhan ekonomi yang baik di daerah. Namun OYK tetap akan dilakukan dua minggu setelah Lebaran. Tu­juan­nya untuk memeriksa ke­lengkapan administrasi ke­pen­dudukan,” tegasnya.   [rm]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA