Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Nggak Perlu Antre, Pemudik Tukar Uang di Pinggir Jalan

Ngintip Jasa Penukaran Receh

Selasa, 30 Agustus 2011, 04:56 WIB
Nggak Perlu Antre, Pemudik Tukar Uang di Pinggir Jalan
ilustrasi, Penukaran uang Receh
RMOL. Gian (45) duduk di kursi plastik di pinggir Jalan Raya RA Kartini depan Terminal Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Panas matahari siang itu, tidak membuat pria yang rambutnya sudah mulai memutih ini beranjak.

Kedua tangannya memegang gepokan uang. Ia tak berhenti me­nawarkan uang itu kepada pe­ngen­dara yang melintas di jalan itu.

Pria asal Medan, Sumatera Uta­ra ini sudah melakoni usaha jasa penukaran uang sejak enam tahun lalu dan terus dijalaninya hing­ga kini karena keuntu­ngan­nya sangat menggiurkan ter­utama menjelang Hari Raya Idul Fitri.

“Hari biasa saya jualan baju di Pasar Tanah Abang. Mendekati Le­baran ini saya lebih senang membuka usaha penukaran uang karena untungnya lumayan banyak,” katanya.

Setiap hari Gian selalu me­nye­dia­kan uang sebesar Rp 3 juta ru­piah dalam bentuk uang pecahan Rp 1.000, Rp 2.000, Rp 5.000, dan Rp 10.000. “Pecahan uang itu sa­ngat dicari masyarakat men­je­lang Lebaran,” katanya.

Uang pecahan tersebut, kata Gian diperolehnya dari seorang temannya yang sebelumnya telah menukarkan uang dalam jumlah besar ke Bank Indonesia (BI).

“Kalau butuh pecahan uang kecil, saya tinggal minta dan dia langsung menyediakan berapa­pun jumlahnya,” katanya.

Uang yang berasal dari te­man­nya, kata Gian dibelinya dengan harga lima persen lebih mahal dari nilai uang yang ditukarkan. “Kalau mau tukar satu juta, ya harus bayar satu juta lima puluh ribu,” contoh Gian.

Selama menjalankan usaha pe­nukaran uang, Gian mengambil un­tung sebesar 10 persen dari jum­lah nominal uang yang di­tu­karkan. “Kalau mau beli uang pe­cahan satu juta, ya harus mem­bayar Rp 1 juta dan 100 ribu,” katanya.

Menurutnya, keuntungan ter­se­but sangat wajar dalam melakoni usaha. Yang penting, tidak unsur paksaan dalam menawarkan jasa penukaran uang.

Pria yang membawa tas ber­ukuran besar di pinggangnya ini menuturkan, dalam menjalankan usaha ini tidak mengenal waktu libur. Mulai 09.00 hingga 18.00 WIB setiap hari.

Seperti usaha lainnya, Gian me­ngaku tidak selalu men­da­pat­kan untung besar. Seringkali da­lam sehari hanya mendapat ke­un­tungan bersih Rp 10 ribu. Bah­kan, pernah dia tak mengeruk untung sama sekali karena tak ada ‘nasabah” yang ­uang receh..

“Kalau nggak ada yang beli malah rugi, karena dalam sehari paling tidak saya mengeluarkan uang Rp 20 ribu untuk makan dan minum,” katanya.

Gian tidak ambil pusing de­ngan fatwa sebagian ulama yang mengharamkan jasa penukaran uang. “Yang penting saya laku­kan usaha ini atas dasar suka sama suka dan tidak ada pak­saan,” ujarnya cuek.

Malah Gian merasa heran de­ngan fatwa tersebut. Seha­rus­nya yang difatwa haram itu koruptor yang mengambil uang negara dalam jumlah miliaran. “Jangan kayak usaha yang kita jalankan ini yang terus dikejar-kejar,” katanya.

Jasa penukaran uang men­je­lang Idul Fitri banyak ditemui di­tempat keramaian seperti ter­mi­nal bus, stasiun kereta dan di se­panjang jalan di depan Ter­minal Lebak Bulus, Jakarta Selatan.

Di sini sedikitnya ada lima orang yang menawarkan usaha penukaran uang dengan duduk di atas kursi plastik untuk mengu­rangi rasa pegal akibat berdiri.

Selain itu, jasa penukaran uang ini bisa ditemui  di kanan dan kiri Jalan Metro Pondok In­dah, Ja­kar­ta Selatan. Mereka yang me­na­warkan gepokan uang receh lebih banyak. Jum­lahnya sampai pu­luhan orang. Mereka duduk di kursi plastik me­nunggu orang yang meng­gu­nakan jasa mereka.

Keberadaan jasa penukaran ini mudah dikenal karena umumnya mereka membawa gepokan uang di kedua tangannya. Ciri lainnya, membawa tas yang lumayan be­sar yang dililitkan di atas perut.

Walaupun untuk menukar re­ceh perlu mengeluarkan uang le­bih besar, Rusmini, warga Pon­dok Labu, Jakarta Selatan, tak mempersoalkannya. Sebab, dia butuh uang receh untuk dibagi-bagikan kepada sanak saudaranya di kampung. Ia berencana mudik ke Kudus, Jawa Tengah.

Tidak hanya itu, kata perem­puan yang mengenakan jilbab ini, menukar uang receh di pinggir jalan lebih mudah karena tak perlu antre berlama-lama. “Kalau mau tukar di bank biasanya antrenya bisa berjam-jam dan capek,” katanya.

Selain itu, kata perempuan ber­umur 40 tahun ini, jumlah uang yang hendak dia tukar juga tidak terlalu besar. Hanya Rp 1 juta.

Di jantung Jakarta, Siska ber­diri di tengah-tengah antrean. Sesekali perempuan asal Tapanuli menggoyang-goyangkan kedua kakinya untuk mengusir pegal.

Ia tengah antre penukaran uang di Lapangan IRTI Monas, Jakarta Pusat. Bank Indonesia (BI) dan bebe­rapa bank membuat layanan pe­nukaran uang di tempat ini.

 â€œSaya sudah mengantre sejak dua jam lalu dan baru sekarang ini mendapat giliran menukarkan uang,” keluhnya.

Wanita yang mengenakan topi di kepalanya ini mengaku akan menukarkan uang Rp 1 juta dengan pecahan uang Rp 5 ribu. “Uang itu akan saya bagikan ke ponakan di kampung saat lebaran nanti,” katanya.

Siska memilih menukarkan uang di bank karena gratis alias tidak dikenakan biaya. Jumlah uang yang ditukar pun utuh. Uang Rp 1 juta ditukar dengan dengan nilai yang sama walaupun peca­hannya berbeda. Selain itu, uang yang ditu­kar­kan bisa dijamin keasliannya.

“Tapi kalau menukar di jalanan bayarnya lebih mahal dan keas­liannya diragukan. Sementara kalau tukar di bank harus sabar antre sajakatanya.

Di lapangan parkir IRTI Monas beberapa bank membuka layanan penukaran uang. Yakni PT Bank DKI, Bank Indonesia, PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Negara In­donesia Tbk, PT Bank Jabar dan Banten, dan PT Bank Rakyat In­do­nesia Tbk. Masing-masing bank menyiapkan satu sampai dua mobil penukaran dengan nilai penukaran bervariasi.

Di dalam mobil yang disulap menjadi bank itu, pada bagian atas­­nya dilengkapi dengan kain pan­jang untuk melindungi nasa­bah yang ingin menukarkan agar tidak terkena sinar matahari.

Setiap nasabah yang akan me­la­kukan transaksi memasuki mo­bil dari pintu samping kendaraan minibus itu. Di dalam kendaraan ditempatkan meja dengan ukuran tidak terlalu besar dengan dua petugas yang bertugas melayani nasabah.

Di depan mobil ada beberapa antrean yang sudah dipanggil oleh petugas bank. Sedangkan yang belum dipanggil disediakan tenda di samping kanan minibus.

Tenda semi permanen warna pu­tih berukuran 4x5 meter ber­fungsi untuk menaungi pengantre dari sengatan matahari. Di bawah tenda ditempatkan masing-ma­singnya 30 kursi lipat untuk tem­pat duduk pengantre. Kursi-kursi itu penuh.

Layani Penukaran Sampai Rp 40 Juta

Kepala Biro Hubungan Ma­syarakat Bank Indonesia (BI) Difi Ahmad Johansyah menga­ta­kan, BI membuka ja­sa penu­ka­ran uang di parkir IRTI Monas sejak 1 Agustus lalu.

Difi mengatakan, layanan pe­nukaran uang dibuka dari pukul sampai pukul 13.00 WIB. “Bila masih ada antrean melebihi ba­tas wak­tu yang telah ditentukan, kami akan memintanya untuk kem­bali esok hari,” katanya.

Dalam melayani masyarakat, kata Difi, BI telah menyiapkan empat petugas menjaga loket penukaran uang setiap hari. Selain BI, telah ada enam bank yang juga melayani penukaran uang di tempat ini..

“Seluruh bank tersebut be­ra­da dibawah koordinasi BI. Masyarakat bisa memilih bank mana berdasarkan jum­lah uang yang akan ditu­karkan,” kata Difi di Jakarta, kemarin.

Difi menjelaskan, semua bank melayani penukaran uang dengan jumlah minimal sebe­sar Rp 1 juta sampai dengan pa­ling besar Rp 20 juta. “Setiap hari kami gilir mana bank yang m­e­layani penukaran maksimal Rp 1 juta, dan bank yang mela­yani Rp 3 juta,” jelasnya.

Untuk BI sen­diri, kata Difi, maksimal pe­nu­karan setiap transaksinya ada­lah Rp 20 juta. “Kalau ada orang mau nukar 40 juta kami tetap me­layani. Tapi 20 juta dulu di­tukar, se­telah itu kem­bali ikut antre di barisan paling belakang untuk menukar 20 juta lagi,” terang Difi.

Nilai uang pecahan yang di­siapkan BI, kata Difi, ber­va­riasi dari mulai pecahan uang logam dari Rp 100 sampai de­ngan Rp 1.000. Sedangkan uang kertas nilai pecahannya, mulai dari Rp 1.000, Rp 2.000, Rp 5.000, Rp 10 ribu dan pa­ling besar Rp 20 ribu.

Jasa penukaran uang yang di­lakukan BI dan juga bank lain­nya, lanjut Difi, tidak dipu­ngut ba­yaran alias gratis. “Jadi mereka menukar sesuai de­ngan nominal yang ditu­kar­kan,” katanya.

Tidak hanya itu, lanjutnya, uang yang ditukar melalui BI juga dijamin keasliannya se­hingga masyarakat tidak perlu ragu dan khawatir atas uang yang didapatnya itu.

Mendekat Lebaran, kata Difi, setiap harinya bank sentral me­layani 1.000 orang. Namun, dia menolak menjelaskan be­rapa ba­nyak jumlah uang yang di­traksaksikan setiap harinya.

“Wah itu rahasia bank, demi ke­amanan dalam proses tran­saksi,” katanya. Menurut Difi, BI­ akan me­nyiapkan semua kebutuhan ma­syarakat berapa­pun banyaknya uang pecahan yang ditukar.

Kebutuhan Uang Pecahan Mencapai Rp 77 Triliun

Deputi Direktur Direktorat Pengedaran Uang Bank Indo­nesia (BI), Adnan Djuada me­ngatakan dalam waktu empat pekan, permintaan uang receh jelang lebaran di Indoneisa men­capai Rp 77 triliun atau di atas target yang ditetapkan Bank Indonesia (BI) sebesar Rp 61,36 triliun.  

“Update terakhir sampai Jumat (26 Agustus 2011), penukaran uang receh mencapai Rp 77 triliun,” kata Adnan.

Meskipun permintaan uang receh ini sangat banyak, kata Adnan namun BI masih sang­gup untuk melayani permintaan masyarakat karena stok uang BI masih mencukupi.

“Stok uang masih banyak. Jadi memang melampaui target tidak masalah. Karena perse­diaan BI mencapai Rp 120 tri­liun. Ini termasuk kas-kas di Kantor BI daerah,” ujarnya.

Sebelumnya, Bank sentral te­lah menyiapkan stok uang se­besar Rp 61,36 triliun selama bulan Ramadan 2011. Jumlah ter­sebut meningkat 12 persen dibanding bulan Ramadan tahun 2010 sebesar Rp 54,78 triliun.   [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA