Tiga belas hari lalu warga Jalan Lapangan Tembak RT 002/02, Kelurahan Cibubur Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur itu masih segar bugar. Kini kondisinya berbalik 180 derajat.
Ketika ditemui Rakyat MerÂdeÂka, kemarin, kondisi Ratna sangat mengenaskan. Di tangan kirinya dipasang infus. Sekujur tubuhnya juga berwarna keputihan karena dibaluri salep. Suaminya, Willy Rahmat (29) dan ibunya, Sima setia menunggui.
Kulit wajah seluruh tubuh RatÂna tampak bersisik dengan luka-luka benjolan kecil yang meÂngumpal dan menghitam. Noda bercak hitam dan membiru itu tampak jelas menyertai sisik-sisik dan luka di sekujur badannya. Bau anyir dari kulitnya yang terÂluka sudah tercium dari jarak beÂberapa meter.
Bukan itu saja, kedua bola mata Ratna memerah seperti berÂdarah. Kelopak matanya terlihat menebal dan berwarna merah hati seperti terbakar. Bahkan sebelum mendapat perawatan di rumah sakit, kelopak matanya tertutup rapat. Kedua bibirnya menghitam seperti melepuh.
“Namun setelah dirawat di sini, beberapa hari lalu kelopak maÂtanya perlahan bisa terbuka,†kata Willy saat ditemui di RS UKI.
Berdasarkan penuturan Willy, lima hari lalu lidah dan gusi RatÂna berdarah. Jika berusaha memÂbuka mulut, darah segar langsung keluar. “Mungkin karena panas di dalÂam tubuhnya, tenggorokan, lidah, dan gusinya terluka seÂhingÂga berdarah,†ujarnya.
Wajah Ratna yang dulunya ayu kini tampak layu dipenuhi bercak hitam di hampir seluruh muka, mulai dari kening hingga pipinya. Kulit wajahnya juga bersisik dan dipenuhi benjolan kecil hitam yang menumpuk.
Untuk mengurangi rasa panas di tubuhnya, Ratna tidur beralas daun pisang. Meski sedikit terÂbantu, Ratna tetap tak bisa meÂnaÂhan rasa sakit di sekujur tubuhnya.
Peristiwa itu bermula ketika sang suami membawa Ratna berÂobat istrinya ke Puskesmas CiÂracas tidak jauh dari tempat tinggal mereka, Jumat (22/7). Ketika itu Ratna mengeluh tak enak badan dan matanya gatal.
Di puskesmas, dokter hanya menanyakan keluhan Ratna. Tanpa melakukan pemeriksaan tensi darah dan lainnya, dokter langsung memberikan resep obat. Resep ditebus dengan biaya Rp 10 ribu.
“Ada empat macam obat yang diberikan, seperti Amoxylin, obat penurun panas, vitamin, dan krim untuk obat mata,†ujar Willy.
Malam harinya, setelah meÂminum obat kondisi Ratna justru memburuk. Panas tubuhnya maÂkin tinggi serta muncul bintik-bintik hitam memerah di kedua tangannya. “Saya pikir demam berdarah,†ujar Willy yang baru seÂtahun membina rumah tangga dengan Ratna dan dikaruniai seÂorang anak berusia dua bulan.
Bukan itu saja, gatal pada mata Ratna juga makin menjadi-jadi. Khawatir dengan kondisi itu, Willy segera membawa istrinya ke Klinik Permata Bunda di kaÂwasan Ciracas, Sabtu (23/7). Willy kembali diminta menebus sejumlah obat.
Sepulang dari klinik Permata Bunda dan meminum obat yang dianjurkan, kondisi Ratna malah semakin parah. Pada wajah dan sÂelÂÂuruh tubuhnya timbul geÂlemÂbung-gelembung kecil seperti caÂcar. Awalnya gelembungnya keÂcil. Namun, makin lama semakin membesar hingga sebesar biji kelereng.
Karena kondisi istrinya tak berubah, Willy yang menganÂtoÂngi surat keterangan tidak mampu (SKTM), membawa istrinya ke Rumah Sakit Pusdikkes TNI AD di Kramat Jati, Minggu (24/7). “Tapi di sana enggak ada dokter kulit, dan kami disarankan ke RSCM atau ke Fatmawati,†ujarnya.
Hari itu juga, pria yang sehari-hari bekerja mendekorasi pesta dan hajatan itu membawa istrinya ke RSUD Pasar Rebo. Namun, di tempat ini Ratna juga tak menÂdapat perawatan yang memuaskan.
“Kami cuma dilayani saat di IGD saja. Alasan di rumah sakit Pasar Rebo juga sama, enggak ada dokter kulitnya yang bisa menangani,†kata Willy.
Karena tidak mampu menangaÂni, RSUD Pasar Rebo merujuk Ratna ke Rumah Sakit Cipto Mangkusumo (RSCM). Dua kali mengalami penolakan, saat itu Willy sudah pasrah.
Sekitar pukul 01.00, Senin diÂnihari (25/7), Willy memuÂtuskan membawa istrinya ke RSCM. Namun, ketika kendaraan yang diÂtumpanginya melintas di depan RS UKI, akhirnya Willy memuÂtuskan untuk membawa istrinya itu ke rumah sakit.
“Di perjalanan, gelembung di wajah istri saya semakin besar, seÂhingga saya membawanya ke RS UKI,†kata Willy mengungÂkapkan alasan tak jadi membawa Ratna ke RSCM.
Di RS UKI Cawang, Ratna langÂsung diterima dan dirawat di Ruang Edelwis Kamar Nomor 3. NaÂmun, karena kondisi Ratna yang memprihatinkan, pihak ruÂmah sakit memindahkannya ke ruang khusus ke Kamar Nomor 8.
Dr Rizkie Prasetyo dari Bagian Penyakit Dalam RS UKI meÂngatakan, hasil diagnosa saat maÂsuk dan dirawat, Ratna menderita Steven Johnson Syndrome tingkat berat atau alergi karena obat dengan tingkat paling berat.
Selain itu Ratna juga didiaÂgnosa menderita Systemic Lupus Erythematosus atau penyakit alergi terhadap zat di dirinya senÂdiri karena pengaruh obat yang dikonsumsi. “Karenanya kulitnya penuh dengan benjolan yang seÂperti melepuh,†katanya.
Ditambahkannya, alergi terhaÂdap obat golongan penicillin yang dialami Ratna termasuk alergi kaÂtegori berat. “Penyakit ini adalah alergi terhadap obat-obatan. Kami akan berupaya maksimal,†kata Rizkie.
Rizkie juga akan menguÂpaÂyakan luka yang muncul di wajah dan tubuh tidak infeksi. “Kami akan jaga obat-obatan yang maÂsuk ke dalam tubuhnya dan memilih dengan cermat agar tidak menimbulkan alergi baru,†ujarnya.
Ingin Punya Anak, Keluar Kerja
Lantaran harus menjalani perawatan di rumah sakit, Ratna harus berpisah dengan anaknya masih berusia dua bulan hasil perÂkawinan dengan Willy Rahmat pada Mei 2010.
Pengorbanan Ratna untuk mengurus bayinya cukup besar. Ia rela mengorbankan peÂkerÂjaanÂnya di pabrik Khong Guan di CiÂracas. Padahal ia baru tiga bulan di situ. Sebelumnya, dia bekerja bagian packing di pabrik Monde.
Menurut Sima, anaknya terÂgoÂlong beruntung dapat bekerja di pabrik Khong Guan karena hanya lulusan SMP. Ratna tak bisa meÂlanjutkan ke bangku SMA karena ketiadaan biaya.
Keputusan Ratna berhenti beÂkerja tergolong berani, lantaran sang suami tak memiliki peÂkerÂjaan tetap. Willy bekerja memÂbanÂtu temannya mendekorasi panggung pengantin. PengÂhaÂsiÂlanÂnya yang menentu.
“Dia (Ratna) sudah ingin puÂnya anak banget soalnya. Saat bekerja itu dia sempat tidak bisa hamil. Begitu berhenti kerja, baru akhirnya bisa hamil,†kata Sima. Malang memang tak bisa ditamÂpik, selepas melahirkan dua bulan lalu, Ratna justru terkena sakit parah.
Akibatnya, masa menyusui anak harus terpotong. Kini, anakÂnya terÂpaksa diberi susu formula. “AnakÂnya sekarang dirawat oleh orangtua suaminya dulu,†kata Sima dengan nada haru.
Usut Dugaan Malpraktik, Rekam Medik Dibuka
Pemerintah DKI Jakarta menanggung semua biaya pengobatan Ratna Ningsih, pasien yang didiagnosa menÂderita Steven Johnson Syndrome.
Hal itu dikatakan Kepala Dinkes DKI Jakarta, Dien EmaÂwati, kepada wartawan di Jakarta, Jumat (5/7). PengoÂbatan Ratna dibiayai dari dana Program Jaminan PemeliÂhaÂraan Kesehatan.
“Kondisi Ratna Ningsih saat ini sudah mulai membaik, tekanan darah berangsur norÂmal dan kulit melepuh serta pembengkakan matanya muÂlai berkurang. Kini yang berÂsangkutan juga sudah dapat melihat kembali,†katanya.
Dikatakannya, Ratna NingÂsih menderita alergi terÂhadap obat. “Ini dapat diÂsemÂbuhkan dengan penanganan yang cepat.â€
Dien menjelaskan, Ratna Ningsih mulai mengalami saÂkit pasca mengonsumsi obat kedua kali selang waktu dua jam. Ditandai di sekujur tubuhÂnya bermunculan bintik merah.
Dia menambahkan, pasien telah dipindahkan ke ruangan tersendiri dengan kondisi kooperatif sejak Jumat pagi.
“Keesokan pagi Ratna berÂobat di salah satu klinik diberikan obat anti alergi, tapi bintik keÂmerahan malah bertambah baÂnyak. Pasien kemudian dibawa ke RS Pusat Pendidikan KeseÂhatan Kramat Jati untuk kemuÂdian dirujuk untuk berobat di RSCM,†katanya.
Hal itu dibenarkan Kepala HuÂmas RS UKI, Astina Nainggolan. Beberapa hari setelah Ratna maÂsuk dan dirawat di RS UKI, perwakilan dari Dinas Kesehatan DKI datang dan bertemu keÂluarga Ratna.
Dinas Kesehatan mengÂinsÂtruksikan agar tidak menarik biaya perawatan dan pengobatan dari keluarga Ratnam “Semua biaya akan ditanggung oleh DiÂnas Kesehatan,†kata Astina.
Di tempat terpisah, Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta TiÂmur, Yenuarti Suaizi meÂngaÂtaÂkan pihaknya menanggung seluruh biaya perawatan dan pengobatan Ratna. “Sampai sembuh kami tanggung biayanya.â€
Yenuarti juga membantah Ratna jadi korban malpraktik. Menurut dia, untuk menentukan malpraktik atau bukan, pihaknya akan melihat kembali rekam medik dan diagnosa dokter. “Kami akan lihat dulu rekam medik dan diagnosa ulangnya,†katanya. [rm]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.