Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Mundur Lewat E-mail Ditolak, Jubir KPK Bikin Surat Resmi

Setelah Gagal Seleksi Calon Pimpinan KPKR

Minggu, 31 Juli 2011, 06:11 WIB
Mundur Lewat E-mail Ditolak, Jubir KPK Bikin Surat Resmi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
RMOL.Awan mendung menggelayut di atas langit Jakarta. Jam digital warna merah di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan pukul 2 siang. Seperti biasa, Johan Budi Sapto Prabowo, Kepala Humas KPK menyapa wartawan yang berkumpul di press room.

Para awak media berharap bakal memperoleh informasi terbaru dari mulut seputar kasus yang ditangani Komisi maupun klarifikasi mengenai tudingan yang dilontarkan Muhammad Nazaruddin, bekas bendahara umum Partai Demokrat terhadap beberapa personil KPK.

Johan justru mengutarakan ke­inginannya mundur dari KPK. “(Ini) berkaitan dengan seleksi pim­pinan KPK. Saya mau meng­aju­kan pengunduran diri kepada pim­pinan,” kata dia.

Ia mengatakan akan mundur per 1 September. Keputusan ini di­buat tanpa ada tekanan dari pihak manapun. “Itu sikap dan ke­putusan saya karena lahan meng­abdi pada bangsa dan ne­gara tidak hanya di KPK.”

Keputusan ini, kata dia,  sudah dipikirkan matang-matang. “Ke­putusan yang saya ambil bukan ke­putusan sesaat dan terburu-buru,” tandasnya.

Usai menyampaikan isi hati­nya, Johan balik badan menuju ruang kerjanya di lantai tiga Ge­dung KPK. Sampai di ruang ker­ja, Johan duduk di depan kom­puter, mengetik surat pengun­dur­an diri.

Dalam bilangan menit, surat selesai dan dikirim ke pimpinan KPK lewat e-mail. Johan me­nyam­paikan dua alasan mundur dalam suratnya. Pertama, ingin fokus mengikuti seleksi pimpinan KPK. Kedua, dia ingin mem­per­mudah tugas Tim Pengawas In­ternal KPK yang hendak me­me­riksanya soal pengakuan bekas bendahara Partai Demokrat, Mu­hammad Nazaruddin.

Menyikapi surat itu, hari itu juga pimpinan Komisi menggelar rapat di lantai tiga. Keputusan pun diambil: pengunduran diri Johan ditolak.”Johan meng­un­dur­kan diri dengan alasan untuk fokus pada seleksi pimpinan KPK. Per­min­taan ini kami per­tim­bangkan, dan kami tidak me­ne­rima pengun­duran dirinya,” kata Ketua KPK Busyro Mu­qod­das.

Menurut dia, alasan ingin mem­persiapkan diri mengikuti sel­eksi pimpinan KPK tak bisa dite­rima. Kata dia, itu bisa dila­kukan di sela-sela menjalankan tugas sebagai juru bicara KPK. “Apalagi kinerja dia cukup baik selama ini,” nilai Busyro.

Seperti diketahui, Nazaruddin menyebut Johan Budi ikut men­dampingi Deputi Penindakan KPK Ade Rahardja saat bertemu dirinya di sebuah restoran di Ca­sablanca pada Januari 2010.  Na­zaruddin kini berstatus tersangka kasus suap pembangunan wisma atlet SEA Games di Palembang, Sumatera Selatan.

Tim Pengawas Internal pun tu­run tangan untuk meminta kla­ri­fikasi personel KPK yang dise­but­kan namanya oleh Nazaruddin.

Kamis lalu (28/7), Panitia Se­lek­si (Pansel) Calon Pimpinan KPK mengumumkan nama-nama yang lolos seleksi penulisan ma­kalah. Johan Budi tak lolos.

Johan menjelaskan pengun­dur­an dirinya sebagai Kahumas KPK sudah bulat, walaupun panitia seleksi pimpinan KPK tidak me­lo­loskannya di tes makalah. “Sa­ya tidak terpengaruh dengan hasil putusan tersebut, keinginan saya sudah bulat, ingin mundur seba­gai pegawai KPK,” katanya.

Walaupun pengunduran diri­nya ditolak, Johan masih me­nung­gu surat resmi dari pimpinan KPK. Wakil Ketua Bibit Samad Ri­anto, kata dia, sempat mem­ba­las surat Johan lewat e-mail pula. Bibit menolak pengunduran diri Johan. “Saya sedang menunggu surat resmi tersebut.”

Rencananya, Senin (1/8) Johan akan mengirim surat pengun­dur­an diri resmi kepada pimpinan KPK. Lantaran hendak mundur per 1 September 2011, surat pe­ngun­duran diri harus diajukan sebulan sebelumnya.

Bagaimana bila ditolak juga? Johan tak bisa apa-apa. “Setahu saya setiap ada permintaan mun­dur pasti diterima tidak pernah ditolak.”

Namun bila dikabulkan, Johan berniat kembali jadi wartawan, profesinya terdahulu. “Sebelum jadi Humas KPK saya 17 tahun jadi wartawan baik di Tempo atau Forum Keadilan. Saya pernah me­megang Kepala Biro Tempo dan Redaktur Desk Investigasi Majalah Tempo.”

Dia belum berpikir lebih jauh di media mana dia akan mela­buh­kan kariernya.

Wakil Ketua KPK Muhammad Jasin mengatakan, belum ada rencana untuk mengganti Kepala Humas. Kalaupun pengunduran diri Johan diterima, KPK bakal me­lakukan rekrutmen. “Pen­du­duk Indonesia kan ada 230 juta. Siapa saja bisa daftar.”

Turut Jadi Sasaran Teror

Sebagai Kepala Humas KPK, Johan Budi SP hanya berurusan dengan wartawan. Salah satu tu­gasnya menginformasi apa yang telah dilakukan Komisi.

“Saya sering diminta pimpinan untuk memberi keterangan ke­pada media bila ada penangkapan koruptor,” ujar Johan.

Lantaran menginformasi itu, Johan pun jadi sasaran ancaman. “Kalau ada koruptor ditangkap, HP saya langsung penuh dengan SMS ancaman,” beber dia.

Bahkan, ungkap Johan, pernah suatu kali selangradiator mobil­nya dipotong. Ia menuturkan, saat itu tempat parkir Gedung KPK se­dang penuh. Johan lalu me­markir mobilnya di jalan raya sam­ping kiri kantornya.

“Ketika saya nyalakan mesin­nya, tiba-tiba keluar asap. Ke­mu­dian mesin mobil mati. Tidak bisa dinyalakan. Saat itu sudah jam setengah 11 malam,” tuturnya.

Mur keempat ban mobilnya juga pernah dikendorkan. Syu­kur­nya, dia belum sempat men­ja­lankannya sehingga tak celaka. “Al­hamdulilah sebelum saya pa­kai mobil itu, saya sempat lihat se­hingga bisa segera diken­cang­kan.”

Pansel Dengarkan Masukan Masyarakat

Panitia Seleksi (Pansel) Ca­lon Pimpinan KPK telah meng­umumkan 17 calon yang lolos tes pembuatan makalah. Tiga pejabat KPK yakni Chandra M Hamzah (Wakil Ketua), Ade Rahardja (Deputi Penindakan) dan Johan Budi SP (Kepala Humas) tak lolos.

Ketua Pansel Patrialis Akbar, men­jelaskan hasil seleksi tahap dua adalah uji kompetensi pem­buatan makalah dan personal. Pe­nilaian seleksi pembuatan ma­kalah dilakukan 15 orang dari berbagai kalangan mulai aka­de­misi sampai tokoh masyarakat.

“Kriteria yang kami ajukan da­lam penilaian berkaitan de­ngan kejelasan, koherensi, ke­cer­matan, keseluruhan, keleng­kapan,” katanya

“Materi lainnya berkaitan juga dengan uji kualitas, integ­ritas, dan memperhatikan ma­sukan masyarakat yang satu bu­lan penuh kita dapatkan,” tam­bahnya.

Patrialis menolak menje­las­kan alasan pihaknya tak me­lo­loskan Chandra, Ade dan Johan. “Tentu saya tidak akan merinci satu-satu faktor yang tidak lolos karena ada banyak pertim­bang­an.”

Yang jelas, kata dia, Pansel mempertimbangkan banyak fak­tor dalam memutuskan calon yang lolos tahap pem­buat­an makalah. Calon yang lolos tahap ini selanjutkan bakal me­ngikuti profile assesment pa­da 2 Agustus 2011.

Dua Kali Bertemu Di Restoran Jepang

Deputi Penindakan KPK Ade Rahardja mengaku pernah dua kali bertemu dengan Muham­mad Nazaruddin. Pertama, pada Januari 2010 di sebuah restoran Jepang di Casablanca, Jakarta Selatan.

Saat bertemu bekas ben­da­hara umum Partai Demokrat itu, Ade ditemani Kepala Humas KPK Jo­han Budi SP. “Setiap per­temuan dengan pihak ketiga harus ada staf dari KPK. Nggak boleh ketemu sendiri,” kata Ade. Biaya pertemuan ditang­gung Ade.

Dalam pertemuan itu, Na­zarud­din menyinggung kasus ko­rupsi pengadaan alat ke­se­hatan di Kementerian Ke­se­hatan tahun 2007. Kasus itu men­jerat Sekjen Kemenkes Sya­fii Ahmad. KPK mene­tap­kannya sebagai tersangka. Menurut Ade, Nazaruddin me­minta agar kasus itu distop. “Sa­ya bilang nggak bisa,” kata Ade.

Pertemuan kedua terjadi di tahun sama. Nazaruddin, kata Ade, menyinggung kasus pe­nga­daan solar home system di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Timas Ginting, salah satu pejabat Keme­na­ker­trans dite­tapkan sebagai ter­sang­ka kasus itu.  

Nazaruddin, menurut Ade, meminta kasus itu dihentikan. “Saya bilang nggak bisa. Saya sudah perintahkan ke penye­lidik­an tetap jalan terus. Seka­rang naik ke penyidikan. Timas Ginting tersangkanya. Masih dalam penyidikan,” tutur Ade.

Dalam pertemuan kedua itu, Ade didampingi Roni Samtana, penyidik KPK. Biaya perte­muan ditanggung Ade. Setelah itu, Ade tak lagi bersedia mene­mui Nazaruddin.

Saat kasus suap pemba­ngun­an wisma atlet SEA Games ter­kuak, kata Ade, Nazaruddin sem­pat berkali-kali meng­hu­bu­nginya. “Sembilan kali telepon, tapi nggak terima. Lalu muncul ­ancaman itu,” ujar Ade.

Tak lama setelah Nazaruddin muncul dalam wawancara di televisi membeberkan perte­mu­an itu, Ade meletakkan jabat­annya sebagai Deputi Penin­dak­an KPK. Ia bukan mengun­durkan diri. Tapi per 31 Juli 2011 ia memasuki masa pen­siun dari kepolisian. Surat ke­putusan pensiun sudah dipe­gang­nya. [rm]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA