Mekanisme perlindungan ini, akan menjadi substansi pembahasan dalam Rancangan UU Perkoperasian yang akan segera dilakukan oleh pemerintah dan DPR.
“Perlu membangun satu sistem pelindungan dan pengawasan anggota untukmencegah potensi kerugian yang terjadi di koperasi sektor keuangan. Jadi, bagaimana affirmasi ini, substansinya tertuang dalam RUU Perkoperasian,” kata Sekretaris Kementerian Koperasi Ahmad Zabadi, lewat keterangan resminya dikutip Minggu, 14 Desember 2025.
Zabadi mengatakan seiring dengan disepakatinya RUU Perkoperasian dalam Rapat Paripurna DPR pada 18 November 2025 sebagai Inisiatif DPR, maka sangat memungkinkan bagi pemerintah menambahkan beberapa affirmasi dalam draf RUU yang sudah ada.
Salah satu usulan perubahan adalah judul dari RUU Perkoperasian menjadi RUU Sistem Perkoperasian Nasional. Ia menegaskan,usulan nama ini merupakan kebutuhan untuk mengafirmasi program Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih yang menjadi program prioritas nasional.
“Program ini ada sebuah reorientasi, proses perubahan yang begitu luar biasa. Presiden bahkan menggunakan kata-kata “Revolusi” pada saat peresmian pembentukan 80.000 badan hukum Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih di Klaten," jelasnya.
"Karena memang ini perubahan secara radikal dari orientasi pembangunan yang lebih diarahkan kepada mewujudkan pemerataan ekonomi. Saya bilang ini adalah distribusi pemerataan kesejahteraan dalam rangka mewujudkan keadaan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” Sambung Zabadi.
Tidak hanya kehadiran Kopdes dalam rantai pasok, memotong rantai distribusi, namun juga akan mendorong peningkatan produktivitas di daerah. Setiap desa akan mampu menghasilkan produk-produk yang sesuai potensinya. Bahkan, Kopdes diperkirakan akan menciptakan lapangan kerja baru hingga 2 juta orang.
“Keanggotaan koperasi juga akan meningkat drastis. Presiden menargetkan seluruh masyarakat desa menjadi anggota koperasi, maka kita hitung rata-rata 1000 per desa, maka minimal 80 juta anggota baru koperasi bertambah. Ini jumlah yang sangat signifikan, tentu harus dipikirkan bagaimana memberikan perlindungannya,” lanjut Zabadi.
Oleh sebab itu, perlindungan anggota wajib menjadi prioritas utama. Tanpa sistem pengawasan yang kuat, tanpa standar perlindungan yang jelas, risiko kerugian anggota dapat meningkat seiring dengan perluasan skala usaha.
BERITA TERKAIT: