Soroti Manuver Agrinas, IAW: Niat Baik Presiden Bisa Hancur di Tangan Anak Buahnya Sendiri

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/agus-dwi-1'>AGUS DWI</a>
LAPORAN: AGUS DWI
  • Kamis, 24 April 2025, 06:33 WIB
Soroti Manuver Agrinas, IAW: Niat Baik Presiden Bisa Hancur di Tangan Anak Buahnya Sendiri
Ilustrasi lahan sawit/Net
rmol news logo Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmennya untuk menata ulang praktik-praktik ilegal dalam industri kelapa sawit, khususnya yang berada di dalam kawasan hutan. Langkah tersebut patut didukung untuk memperbaiki citra Indonesia di mata dunia dan menyelamatkan lingkungan yang selama ini dirusak alih fungsi hutan secara ilegal.

Namun, di tengah semangat pembenahan tersebut, manuver muncul dari PT Agrinas Palma Nusantara, perusahaan baru hasil transformasi BUMN PT Indra Karya. Agrinas secara terbuka memaparkan rencana pengelolaan terhadap 228 ribu hektare lahan sawit yang dulunya dikategorikan ilegal karena berada di kawasan hutan. Dengan menggunakan drone, Agrinas bahkan telah memetakan dan menyusun pengelolaan.

Langkah Agrinas tersebut memicu reaksi keras berbagai pihak, salah satunya datang dari Indonesian Audit Watch (IAW). Sekretaris Pendiri IAW, Iskandar Sitorus menyatakan, rencana pengelolaan justru bisa menjadi "bom waktu" bagi pemerintahan Presiden Prabowo jika dijalankan tanpa landasan hukum yang sah.

"Masalahnya, legalitas lahan itu belum beres. IAW harus bicara, bukan karena benci BUMN, tapi karena cinta keuangan negara. Kalau dibiarkan, ini bisa jadi bom waktu buat Presiden Prabowo dan rakyat Indonesia," ujar Iskandar dalam keterangan tertulisnya, dikutip RMOLJabar, Rabu, 23 April 2025.

Menurutnya, tidak semua lahan sawit otomatis bisa disebut sebagai aset negara, meskipun berada dalam penguasaan BUMN. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menegaskan, suatu aset harus tercatat secara resmi di Kementerian Keuangan sebagai Barang Milik Negara (BMN) untuk dapat diakui sebagai aset negara.

Lebih jauh, status kawasan hutan yang ditempati lahan sawit juga harus terlebih dahulu dilepaskan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Setelah itu, lahan harus dicatat sebagai BMN dan mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

“Kalau tiga langkah ini belum terpenuhi, lahan itu belum sah disebut sebagai aset negara,” tegas pria kelahiran Palembang tersebut.

Iskandar menyoroti klaim Agrinas yang menyebut lahan tersebut telah diserahkan Satuan Tugas Percepatan Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (Satgas PKH). 

Ia menegaskan, Satgas PKH dibentuk melalui Perpres Nomor 88 Tahun 2017 dan diperbarui melalui Perpres Nomor 5 Tahun 2025. Artinya, kekuatan hukumnya di bawah Undang-undang Keuangan Negara dan Kehutanan.

"Satgas PKH hanya bisa mendata dan merekomendasikan, tidak berwenang menyerahkan atau memindahkan pengelolaan aset ke BUMN. Kalau PT Agrinas Palma Nusantara sudah mengelola lahan sawit hanya bermodal rekomendasi Satgas PKH, itu keliru besar secara hukum!" tegas Iskandar lagi.

Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) secara konsisten menemukan praktik sawit ilegal di kawasan hutan selama dua dekade terakhir. Dalam LHP Tahun 2020, BPK mencatat terdapat 2,4 juta hektare sawit ilegal di hutan Indonesia, menyebabkan kerugian miliaran rupiah dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta denda lingkungan yang tidak tertagih.

Iskandar menekankan, kasus sawit ilegal melibatkan Duta Palma Group, yang tercantum dalam LHP BPK Tahun 2017, seharusnya dijadikan pelajaran. Dalam kasus tersebut, BPK merekomendasikan agar lahan dikembalikan dan dipulihkan fungsinya, bukan malah dipindahkan pengelolaannya ke perusahaan negara.

Jika Agrinas tetap mengelola lahan sawit tanpa legalitas sah, lanjut Iskandar, risiko audit dari BPK kembali terbuka. Bahkan, opini audit bisa menjadi disclaimer alias tidak layak dikelola, dan tentunya akan mencoreng reputasi BUMN.

"Ingat, BUMN itu wajah pemerintah di sektor bisnis. Kalau PT Agrinas Palma Nusantara jadi alat cuci sawit ilegal, publik makin sinis. Kepercayaan makin luntur, apalagi kalau Danantara sebagai alat investasi negara yang baru digadang-gadang malah bisa ikut terseret. Kalau dasar asetnya bermasalah, investor bisa kabur, ekonomi makin goyah. Niat baik Presiden Prabowo bisa hancur di tangan anak buahnya sendiri!" paparnya.

Atas dasar itu, IAW menyerukan agar Kementerian Keuangan dan DPR tidak gegabah dalam mengakui lahan sawit bermasalah sebagai aset negara. Verifikasi menyeluruh harus dilakukan, dan BPK harus segera turun tangan untuk mengecek ulang status lahan tersebut.

“Presiden Prabowo sudah di jalur yang benar. Tapi kalau tata kelola keuangan negara berantakan, agenda besar Presiden bisa runtuh oleh manuver anak buahnya sendiri. Sawit Indonesia bisa jadi simbol keberhasilan, asal dikelola dengan aturan,” pungkas Iskandar. rmol news logo article
EDITOR: AGUS DWI

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA