Direktur Humas, Media, Pemerintah, dan Internasional Universitas Indonesia, Prof Arie Afriansyah mengatakan, putusan tersebut bukan diambil Rektor UI secara mandiri, melainkan empat organ utama UI, yaitu Rektor, Majelis Wali Amanat (MWA), Senat Akademik (SA), dan Dewan Guru Besar (DGB).
Selain itu, tuntutan agar disertasi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berjudul
Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia dibatalkan dinilai tidak tepat.
"Tuntutan agar disertasi dibatalkan tidak tepat. Saat Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) melakukan promosi doktor, empat organ UI memutuskan mahasiswa yang bersangkutan (Bahlil) harus melakukan revisi disertasi. Artinya, secara eksplisit mahasiswa tersebut belum dapat diterima disertasinya sebagai dokumen pendukung kelulusan," jelas Prof Arie.
"Bila disertasi belum diterima dan dinyatakan sah, bagaimana mungkin disertasi tersebut dibatalkan?" lanjut Prof Arie.
Selain itu, tuntutan tersebut juga tidak tepat karena disertasi sebagai pendukung kelulusan belum diterima empat Organ UI.
"Artinya mahasiswa (Bahlil) belum lulus. Empat Organ UI telah memutuskan bahwa mahasiswa ditunda kelulusannya dengan mekanisme menunda yudisium hingga revisi selesai. Mahasiswa tersebut juga belum mendapatkan ijazahnya," sambung Prof Arie.
UI, kata Prof Arie, punya alasan tersendiri menggunakan terminologi pembinaan sebagai sanksi kepada Bahlil. Bagi UI, tugas utama kampus adalah mengupayakan peningkatan kualitas dan perubahan perilaku, bukan hanya menghukum perilaku yang tidak etis.
"Bagi mahasiswa, pembinaan dilakukan berupa kewajiban peningkatan kualitas disertasi dan tambahan syarat publikasi ilmiah," tandasnya.
BERITA TERKAIT: