Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Regulasi IPS Biang Kerok Kemurkaan Peternak Sapi Perah

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/raiza-andini-1'>RAIZA ANDINI</a>
LAPORAN: RAIZA ANDINI
  • Jumat, 15 November 2024, 13:19 WIB
Regulasi IPS Biang Kerok Kemurkaan Peternak Sapi Perah
Anggota Komisi IV DPR RI Daniel Johan/RMOL
rmol news logo Regulasi Industri Pengolahan Susu (IPS) dianggap sebagai biang kerok produksi susu sapi peternak lokal tidak terserap dengan baik. Akibatnya terjadi aksi membuang ribuan ton susu sapi yang dilakukan peternak sapi perah di Boyolali, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu.

Anggota Komisi IV DPR RI, Daniel Johan mengatakan, kebijakan pembatasan IPS yang mempermudah susu impor masuk ke Indonesia menyebabkan serapan susu lokal menurun drastis. 

Sebagai contoh, produksi susu harian di Boyolali mencapai 140.000 liter, tetapi hanya 110.000 liter yang dapat diserap oleh pabrik.

"Pembatasan ini tidak hanya merugikan peternak secara finansial tetapi juga menyebabkan ketidakpastian dalam usaha mereka. Banyak peternak terpaksa membuang susu karena tidak ada tempat untuk menjualnya," jelas Daniel Johan kepada wartawan, Jumat, 15 November 2024.

Menurutnya, para peternak sapi lokal perah murka lantaran mereka keberatan dengan kebijakan tersebut yang dirasa tidak berpihak kepada mereka.

"Aksi mandi susu hingga membuang susu oleh peternak menunjukkan tingginya frustrasi mereka terhadap kebijakan yang dianggap tidak adil dan merugikan,” katanya.

Selama dua pekan terakhir, IPS sedang membatasi jumlah kuota susu dari produk lokal. Hal itu mengakibatkan banyak peternak lokal yang terdampak. Seperti KUD Mojosongo yang memiliki anggota 4.200 orang. 

Dari jumlah itu, hanya 1.700 anggota yang menyuplai susu segar dan memproduksi sebesar 161 ton per pekan. Susu tersebut dialokasikan ke IPS Frisian Flag sebanyak 75 ton/minggu, Freshland 45 ton/minggu, dan Diamond 30 ton/minggu. Masih ada sekitar 5 ton setiap pekan yang tersisa dan harus terbuang.

Ia menilai hal tersebut menciptakan situasi di mana produk lokal tidak mendapatkan prioritas dalam penyerapan oleh industri. Dampak dari hal ini adalah kesejahteraan peternak menurun karena banyak merugi.

“Kebijakan ini berpotensi memperburuk kondisi peternak lokal dan mengancam keberlangsungan usaha mereka. Akhirnya kesejahteraan masyarakat semakin berkurang,” demikian Daniel Johan.rmol news logo article
EDITOR: AGUS DWI

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA