Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

MPR Kembali Jadi Lembaga Tertinggi, Demokrasi Makin Berkecukupan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/adityo-nugroho-1'>ADITYO NUGROHO</a>
LAPORAN: ADITYO NUGROHO
  • Kamis, 04 April 2024, 00:57 WIB
MPR Kembali Jadi Lembaga Tertinggi, Demokrasi Makin Berkecukupan
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti/Ist
rmol news logo Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) didorong kembali menjadi lembaga tertinggi negara yang menjalankan kedaulatan rakyat sepenuhnya. Hal itu menjadi muatan dalam gerakan kembali ke UUD 1945 naskah asli.

Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengungkapkan MPR sebagai Lembaga Tertinggi merupakan satu-satunya sistem di dunia yang paling demokratis.

“Sekaligus satu-satunya sistem demokrasi yang sufficient atau berkecukupan. Karena semua pemilik kedaulatan, yaitu rakyat, terwakili di dalam MPR. Oleh karena itu, untuk masuk ke dalam MPR, tidak harus melalui Pemilu saja. Tetapi juga ada jalur melalui utusan. Mengapa? Karena tidak semua elemen-elemen rakyat dapat dan mampu mengikuti kontestasi Pemilu. Karena itu ada jalur lain, yaitu utusan,” jelas LaNyalla kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (3/4).

Adanya utusan daerah dan golongan merupakan amanat Pasal 2 Ayat 1 UUD 1945 naskah asli yang merupakan bukti adanya sistem musyawarah mufakat yang berjenjang dari daerah hingga nasional.
 
“Secara komposisi tentu harus berimbang. Di dalam MPR terdiri dari 1/3 anggota DPR, 1/3 Utusan Daerah, dan 1/3 Utusan Golongan. Siapa mereka? Pertama, anggota DPR terdiri dari peserta pemilu dari unsur partai politik, dan peserta pemilu dari unsur perseorangan yang berbasis provinsi,” bebernya.

Sedangkan Utusan Daerah dan Utusan Golongan, menurut LaNyalla harus dipastikan diisi melalui mekanisme utusan dari bawah. Bukan ditunjuk oleh presiden, atau dipilih DPRD seperti yang terjadi di Era Orde Baru.

“Sehingga MPR itu bukan dihuni all president men, alias penjelmaan rakyat yang palsu. Harus benar-benar penjelmaan rakyat yang asli dan utuh,” tegas dia.
 
Mantan Ketua Umum PSSI itu juga menegaskan bahwa komposisi Utusan Daerah harus berbasis sejarah negara-negara dan bangsa-bangsa lama di kepulauan Nusantara, yaitu pewaris raja dan sultan Nusantara, serta suku dan penduduk asli Nusantara.

“Karena Indonesia ini lahir dari bangsa-bangsa lama dan negara-negara lama yang sudah menghuni kepulauan Nusantara ini,” ungkap dia.
 
Lanjut dia, sedangkan Utusan Golongan bersumber dari Organisasi Sosial Masyarakat, Organisasi Profesi dan Serikat-Serikat yang memiliki sejarah dan bobot kontribusi bagi kemajuan Ideologi, Ekonomi, Sosial, Budaya, Pertahanan Keamanan dan Agama bagi Indonesia.
 
“Nah, untuk memperkuat sistem Public Meaningful Participation dalam penyusunan kebijakan dan pembuatan Undang-Undang, maka Utusan Daerah dan Utusan Golongan diberi hak dan kewenangan untuk melakukan review atas Rancangan Undang-Undang yang akan dibahas oleh DPR RI,” imbuh dia.

“Misalnya, DPR RI akan membahas RUU Kesehatan, maka para tenaga medis, para profesional medis, dan akademisi berlatar Kesehatan yang duduk di dalam Utusan Golongan, berhak dan memiliki kewenangan memberi review yang wajib dipertimbangkan oleh DPR RI. Dengan begitu partisipasi publik benar-benar bermakna (meaningful),” bebernya lagi.
 
Selain itu, tentu tugas MPR sebagai lembaga tertinggi adalah menyusun GBHN sebagai wujud kehendak politik rakyat sebagai pemilik negara.

Kemudian memilih presiden dan wakil presiden sebagai mandataris, dan melakukan evaluasi kinerja presiden di akhir masa jabatan.  
 
“Sehingga Presiden itu benar-benar mandataris rakyat, alias petugas rakyat,” tandasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA