Selain beberapa aktivis dan termasuk Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri, Direktur Eksekutif Saiful Mudjani Reasearh and Consulting (SMRC), Sirojudin Abbas, juga memandang penting adanya perubahan ambang batas pencalonan presiden.
Pasalnya, ia juga memandang
presidential threshold 20 persen yang diatur di dalam Pasal 222 UU 7/2017 tentang Pemilu merupakan salah satu akar permasalahan dari mahalnya biaya politik pencapresan selama ini.
"Bebannya tidak hanya dipikul saat kompetisi pada masa pemilihan. Tetapi bisa merembet hingga pilkada selesai," ujar Sirojudin kepada
Kantor Berita Politik RMOL Rabu malam (15/12).
Dengan ambang batas yang cukup tinggi, Sirojudin melihat partai politik (parpol) justru akan merasa terbebani karena harus memenuhi Preshold 20 persen tersebut untuk berkoalisi.
"Hal ini membuat biaya kompetisi politik menjadi lebih mahal," tuturnya.
Karena itu, Sirojudin melihat kunci dari perbaikan sistem demokrasi di Indonesia kini berada di tangan MK, mengingat sejumlah aktivis seperti Ferry Juliantono, hingga mantan Panglima TNI Jendral (Purn) Gatot Nurmantyo, tengah mengajukan permohonan gugatan uji materiil Pasal 222 UU Pemilu.
Jika MK tidak memutuskan adanya perubahan
presidential threshold, maka Sirojudin memprediksi tidak akan ada perubahan angka ambang batas pencalonan presiden untuk Pemilu 2024.
Karena dia tidak yakin pemerintah, DPR dan termasuk parpol-parpol mau berusaha mengubah besaran
presidential threshold menjadi lebih rendah atau bahkan menjadi nol persen.
"Harus dipaksa oleh MK. Baru nanti DPR dan pemerintah akan menyesuaikan diri," demikian Sirojudin Abbas.
BERITA TERKAIT: