Namun politik model ini tidak bisa dipandang sebagai sebuah pelanggaran. Sebab ada hak untuk memilih dan dipilih yang melekat pada setiap orang.
Begitu kata pengamat politik dari Universitas Medan (Unimed) Bakrul Khair Amal dalam diskusi Social Infinity Meet Up bertajuk “Mengukur Dinasti Politik Jokowi†di Kantor Redaksi
RMOLSumut.com, pekan lalu.
“Tapi jika dirunut lagi, perilaku ini akan memunculkan nepotisme yang ternyata merupakan akar dari korupsi," terangnya.
Namun demikian, publik jangan hanya mendiskreditkan politik dinasti. Sebab, jika dipandang dari sisi yang lebih luas, maka ada peran elite partai dalam menentukan lolos tidaknya calon dari dinasti tersebut.
Menurutnya, kadar bahaya politik dinasti masih lebih rendah jika dibanding dengan politik elite partai. Sebab, tidak hanya bisa menjegal calon dari dinasti, elite partai juga kerap mengklaim mengatasnamakan diri sebagai suara rakyat.
Hasilnya, kini mereka saling berebut jatah, baik itu kursi menteri hingga pimpinan di parlemen.
"Pada level ini yang kita takutkan adalah bukan politik dinasti, tapi politik elite. Sekarang ini elit sudah mengklaim diri sebagai perwakilan masyarakat. Di mana masyarakat sudah ditentukan oleh elite-elite yang kini bicara jatah-jatahan," tegasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: