Kemudian, menindaklanjuti rekomendasi pansus, pada 16 Februari 2016, Ketua DPR secara resmi meminta dilakukan audit investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan terhadap Pelindo II melalui Surat Ketua DPR RI Nomor PW/02699/DPR RI/II/2016.
"Sesuai permintaan Pansus Angket DPR RI tentang Pelindo II, BPK RI telah menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan pada tanggal 13 Juni 2017, LHP Perpanjangan Kerja Sama Pengoperasian dan Pengelolaan JICT. Indikasi kerugian negara Rp 4,08 triliun. Kemudian pada tanggal 31 Juni 2018 LHP Perpanjangan Kerja Sama Pengoperasian dan Pengelolaan-KSO, TPK Koja Rp 1,86 triliun," kata Ketua Pansus Panitia Angket DPR tentang Pelindo II, Rieke Diah Pitaloka, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (2/10).
Pada 31 Januari 2018, LHP Pembiayaan Pembangunan Terminal Kalibaru Tahap I (Global Bond) sebesar Rp 741,76 miliar. Kemudian pada 26 September 2018 LHP Pembangunan Terminal Petikemas Kalibaru Utara Tahap I menemukan indikasi kerugian negara Rp 1 triliun dan potensi kerugian negara Rp 407,526 miliar.
BPK menyatakan pula pembangunan Terminal Kali Baru adalah gagal konstruksi. Artinya, negara mengalami kerugian kurang lebih Rp 7 triliun atas dana yang telah dikeluarkan untuk pembangunan Terminal Kali Baru. Sehingga kerugian negara pada proyek itu sesungguhnya senilai Rp 8 triliun, plus potensi kerugian negara senilai Rp 400 miliar.
"Dengan demikian hasil audit investigatif BPK RI mengungkap kerugian negara di Pelindo II mencapai Rp 14,68 triliun," terang Rieke.
Ditambahkan Rieke, akibat Global Bond tanpa perhitungan matang, saat ini Pelindo II menanggung beban harus membayar bunga utang Rp 100 miliar, dengan selisih kurs sekarang diprediksi Rp 150 miliar per bulan.
"Mohon pengawalan dari seluruh rakyat Indonesia agar ada tindak lanjut dan keadilan atas rekomendasi Pansus Panitia Angket DPR tentang Pelindo II dan laporan investigasi BPK RI," pungkas Rieke.
[lov]
BERITA TERKAIT: