KUDATULI

Megawati Saja Tidak Menyelesaikan, Apalagi Jokowi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Kamis, 28 Juli 2016, 12:30 WIB
Megawati Saja Tidak Menyelesaikan, Apalagi Jokowi
ilustrasi/net
rmol news logo Joko Widodo berpotensi mengkhianati PDI Perjuangan terkait janjinya mengusut tuntas kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu, salah satunya Tragedi 27 Juli 1996 atau Kudeta 27 Juli (Kudatuli).

Jangankan Jokowi, bahkan Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Umum PDIP maupun Presiden ke-5 RI tidak mampu mendorong penegakan hukum yang tuntas atas Kudatuli.

Demikian isi pernyataan pers Gerakan Pemuda 27 Juli 1996 yang dikirimkan Agus Siswantoro selaku Ketua Umum dan Tri Cahyo sebagai Sekjen, kepada wartawan.

Bagi Gerakan Pemuda 27 Juli, "penyerbuan berdarah" atas Kantor DPP PDI di jalan Diponegoro 58, Jakarta Pusat itu meninggalkan berjuta tanda tanya, baik dari sisi politik maupun hukum. Dimulai dari pengerahan aparat TNI dan Polri yang menyamar sebagai anggota PDI pendukung kubu Soerjadi.

Gerakan Pemuda 27 Juli mengingatkan bahwa dalam laporan Mabes Polri tahun 2000, dinyatakan bahwa ada peran Kodam Jaya dalam mengambil alih kantor DPP DPI. Kodam Jaya menggerakkan pasukan pemukul Brigif I Jaya Sakti di bawah pimpinan Kolonel Tri Tamtomo. Sedangkan Batalyon Infanteri 201 Jaya Yudha menyamar sebagai massa PDIP pro kongres Medan pimpinan Soerjadi.

Sisi politiknya juga terungkap. Dua hari menjelang penyerbuan itu, Megawati dikabarkan telah mengetahui rencana tersebut dari bisikan tokoh intelijen L.B. Moerdani. Diduga kuat Megawati sengaja membiarkan penyerangan terjadi dengan harapan dapat mendongkrak popularitas politiknya.

Dalam sisi hukum terungkap bahwa tiga bulan sebelum tokoh HAM almarhum Munir dibunuh dengan racun, ia sudah mengatakan bahwa mandeknya proses hukum kasus 27 Juli itu karena ulah Megawati sendiri. Secara sepihak, Megawati mencabut status Munir sebagai kuasa hukum para korban dan menggantinya dengan R.O. Tambunan.
 
"Tragedi kekerasan yang banyak melibatkan oknum TNI-POlri itu akhirnya hanya dibebankan kepada Soerjadi. Tragedi 27 juli 1996 adalah sebuah konspirasi politik yang sangat jahat untuk sebuah kepentingan politik besar," tulis Gerakan Pemuda 27 Juli dalam keterangannya.

Dalam memperingati 20 tahun tragedi tersebut, Gerakan Pemuda 27 Juli menyatakan akan tetap memperjuangkan hak para korban dan kebenaran di baliknya.

Gerakan ini menuntut pemerintah segera membentuk pengadilan HAM adhoc sebagaimana janji Presiden Jokowi sendiri. Mereka juga menolak segala bentuk kekerasan politik dengan menggunakan alat-alat negara.

Terakhir, menolak segala bentuk intervensi politik pemerintah terhadap parpol untuk kepentingan kekuasaan seperti terjadi terhadap Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA