Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

UU Kepolisian Harus Dipahami Secara Komperehensif

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Sabtu, 07 Oktober 2017, 07:38 WIB
rmol news logo . Pengamat kepolisian Alfons Loemau menepis pandangan mantan Ketua Dewan Informasi Strategis dan Kebijakan (DISK) Badan Intelijen Negara (BIN) Drajad Wibowo Drajad Wibowo yang mengatakan bahwa UU 2/2002 tentang Kepolisian tidak mencantumkan satu ayat atau bahkan kalimat yang menyatakan anggota kepolisian "dipersiapkan dan dipersenjatai".

Menurut Alfons, UU Kepolisian dan UU TNI merupakan dua hal yang berbeda. Dalam UU TNI menurutnya jelas disebut dalam Pasal 1 butir 21 bahwa 'Tentara adalah warga Negara yang dipersiapkan dan dipersenjatai untuk tugas-tugas pertahanan Negara guna menghadapi ancaman militer maupun bersenjata'.

Sementara, dalam batang tubuh UU Kepolisian, hanya terdapat satu kalimat yang menyebut kata 'senjata', yaitu pada Pasal 15 ayat 2 butir e: 'memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam'.

"Lalu dalam penjelasan pasal tersebut disajikan penjelasan tentang yang dimaksud dengan senjata tajam. Pemberian izin dan pengawasan ini adalah terkait penggunaan senjata api, bahan peledak dan senjata tajam oleh masyarakat," jelas Alfons di Jakarta, Sabtu (7/10).

Jadi, menurutnya membandingkan UU Kepolisian dan UU TNI, tidaklah sebanding alias apple to apple. Karena UU tersebut menjadi pedoman hukum yang berbeda, kalau kepolisian untuk penegakan hukum sedangkan tentara adalah untuk pertahanan.

"Jadi tidak tepat kalau keduanya diperbandingkan, karena UU TNI dan UU Kepolisian berbeda," jelas Alfons.

Apalagi membandingkan kedua UU hanya dari frase "senjata". Demikian juga dengan tugas Polisi dan TNI yang semenjak TAP MPR Nomor VI/MPR/2000, Polisi dipisahkan dari TNI.

Alfons menilai bahwa Drajad Wibowo tidak memahami suasana kebatinan dan penafsiran hukum dalam UU Kepolisian 2002 baik yang tersirat maupun yang tersurat. Peraturan penggunaan senjata oleh polisi dari aspek hukum dapat diperhatikan UU kepolisian 2002, pasal 2, pasal 4, pasal 5,pasal 13, pasal 14 ayat (1) dan pasal 15 ayat (1) dan (2).

"Dalam pasal pasal UU Kepolisian, telah dinyatakan dengan jelas bahwa tujuan dan tugas pokok Polri, memiliki tantangan yang berat karena berkaitan dengan keamanan dalam masyarakat Indonesia," tegasnya.
 
Terlebih, lanjut Alfons, jika dalam keadaan perkembangan situasi global dalam hal terorisme dan tindak-tindak pidana trans-nasional lainnya seperti narkotika, perdagangan manusia dan lainnya yang semakin hari semakin menantang, dinamis dan tidak jarang menggunakan senjata api, amunisi dan bahan peledak dalam melakukan tindakan kriminal.

"Penggunaan senjata api oleh kepolisian harus diletakan dalam konteks penegakan hukum," tekan Alfons.

Dia menambahkan bahwa berdasarkan pasal 15 ayat (1) UU No 2 tahun 2002 Kepolisian  mengeluarkan peraturan dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian, yakni  Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 1 tahun 2009, tentang penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian, dengan pasal-pasal yang mengatur mengenai penggunaan senjata api. Perkap ini turunan  dari Undang-Undang, didalam Perkap ini diatur penggunaan senjata api dalam proses penegakan hukum. Penggunaan senjata api juga diatur secara detail dalam pasal 8 ayat (1),(2) dan (3), kemudian pasal 13 ayat (1), pasal 14 (2) serta pasal 15 ayat (1), (2), (3) dan (4)," urainya.

Alfons menjelaskan bahwa di dalam pasal-pasal tersebut diatur secara jelas mulai dari, penggunaan senjata api, tanggungjawab pelaksanaan penggunaan kekuatan, dalam menggunakan diskresi sebagai anggota kepolisian, setiap anggota wajib memperhatikan arahan pimpinan.

"Jadi seorang polisi dalam menggunakan senjata diatur secara ketat. Termasuk apabila melepaskan tembakan peringatan, apabila pelaku kejahatan melakukan tindakan yang membahayakan, menimbulkan ancaman luka parah dan kematian," katanya mempertegas.

Polri, imbuhnya, dalam membuat Perkap juga sesuai dengan landasan hukum dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Berdasarkan pengakuan hukum internasional dan peraturan perundang-undangan di Indonesia yang berkaitan dengan penggunaan senjata api dalam rangka penegakan hukum, maka tidak dapat diragukan lagi bahwa penegakan hukum yang dilakukan oleh anggota Polri sangat diperlukan. Apabila dalam lingkungan kepolisian internasional mengakui keberadaan penggunaan senjata api dalam rangka penegakan hukum, merupakan suatu hal yang menyimpang dari semangat penegakan hukum global jika Polri tidak turut serta mengatur mengenai penggunaan senjata api dalam rangka penegakan hukum di Indonesia.

Semenjak TAP MPR Nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri yang kemudian ditindaklanjuti dan diatur mengenai organisasi Polri berdasarkan UU 2 /2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, penggunaan senjata api oleh seorang anggota kepolisian telah merupakan suatu keharusan dan berlandaskan hukum nasional. Apalagi Polri juga memiliki kesatuan Brigade Mobil (BRIMOB) sebagai kesatuan elit di lingkungan yang disiapkan dalam menghadapi tantangan-tantangan yang memiliki intensitas tinggi.

Maka, lanjut Alfons, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pernyataan Dradjad Wibowo dalam hal penggunaan senjata api dalam Polri kurang lengkap dan tidak memperhatikan peraturan perundang-undangan lain yang berkaitan.

"Bagi seorang awam hukum yang melihat pernyataan tersebut memang seakan-akan Polri selama ini telah melakukan tindakan yang melanggar hukum dalam hal penggunaan senjata api. Namun alangkah baiknya setiap orang tidak hanya melontarkan pernyataan-pernyataan yang partikulir dan sempit, padahal khazanah hukum nasional mempunyai spektrum dan cakrawala yang luas," pungkasnya. [rus]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA