Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Nelayan Lobster Tolak Susi Sebelum Kebijakan Yang Merugikan Dicabut

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Sabtu, 29 Juli 2017, 21:52 WIB
Nelayan Lobster Tolak Susi Sebelum Kebijakan Yang Merugikan Dicabut
Susi Pudjiastuti/Net
rmol news logo Pemerintah didesak mencabut kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) Susi Pudjiastuti yang sangat merugikan nelayan lobster. Jika kebijakan berupa Peraturan Menteri (Permen) 1/2015 dan Permen 56/2016 itu tidak dicabut, maka iming-iming bantuan Kementerian Kelautan dan Perikanan (MKP) senilai Rp 50 miliar, akan tetap ditolak mentah-mentah oleh para nelayan lobster.
 
Ketua Umum Front Nelayan Indonesia (FNI) Rusdianto Samawa menyampaikan, pencabutan kebijakan berupa Peraturan Menteri (Permen) 1/2015 dan Permen 56/2016 itu adalah prioritas tuntutan nelayan lobster.
 
Sebab, kebijakan itu berisi pelarangan penangkapan dan pengeluaran benih lobster, yang sangat merugikan dan membuat nelayan lobster sengsara. Jadi, ketika kemudian ada iming-iming bantuan senilai Rp 50 miliar dari Menteri Susi Pudjiastuti kepada nelayan lobster, ya ditolak mentah-mentah. Cabut dulu dong peraturan yang menyengsarakan itu," tutur Rusdianto Samawa, Sabtu (29/7).
 
Dia menjelaskan, akibat dari kebijakan itu, update data awal tahun 2015 hingga 2016 menyebutkan ada 10.123 nelayan lobster di seluruh Nusa Tenggara Barat (NTB), yakni terdiri dari Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa, menjadi pengangguran.
 
"Kebijakan itu pula menyebabkan meningkatnya angka kriminalitas sosial, yakni sebesar 10 persen di pedesaan. Kebijakan itu menyengsarakan nelayan dan membuat kian sulitnya memperoleh penghasilan yang memadai,” tutur Rusdianto.
 
Kondisi buruk yang dialami nelayan lobster itu, lanjut dia, terjadi setelah peraturan revisi terbit yakni Permen 56/2016, yang membawa masalah besar bagi dunia perikanan NTB.
 
Atas kondisi itu, lanjut Rusdianto, pemerintah melalui KKP malah membuat langkah yang tidak masuk akal dan sangat terkesan sebagai iming-iming semata bagi nelayan lobster.
 
Rencana pemberian bantuan senilai Rp 50 miliar yang disalurkan Ditjen Budidaya itu didesain oleh KKP bagi para nelayan lobster, dengan catatan agar para nelayan itu mau beralih profesi menjadi nelayan budidaya.
 
"Tetapi, kini ditemui sangat banyak kendala di lapangan, sehingga membuat bantuan alih profesi nelayan itu gagal total,” ujarnya.
 
Yang lebih aneh lagi, lanjut dia, pihak KKP malah merasa kegagalan programnya itu biasa saja. Menurut Rusdianto, Menteri Susi Pudjiastuti tidak peka, dan tidak memahami persoalan yang terjadi di nelayan lobster.
 
"Baginya itu biasa-biasa saja. Padahal, jelas-jelas kebijakan yang dikeluarkannya sudah menindas nelayan lobster. Seolah masa bodi dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Pemen-KP) No. 01 Tahun 2015 dan revisinya, Permen-KP 56/2016, dengan substansi pelarangan penangkapan dan ekspor lobster,” tutur dia.
 
"Jika memang mau memberikan jalan keluar bagi para nelayan lobster agar mereka memiliki semangat dan etos kerja yang kuat, maka harus segera membatalkan Peraturan Menteri yang dianggap menghalangi pertumbuhan ekonomi industri perikanan dan manufaktur maritim itu."
 
Hingga saat ini, dia melanjutkan, nelayan lobster di NTB menganggap bantuan pengalihan profesi yang dilakukan KKP itu merupakan bentuk kebohongan Menteri Susi atas nama pemerintah.
 
"Itu hanya untuk kepura-puraan kepada nelayan. Maka, jangan salahkan bila nelayan menolak bantuan itu secara bulat-bulat,” ujarnya.
 
Dari penyajian data Pemerintah Dinas Kelautan dan Perikanan Nusa Tenggara Barat, kata dia, saat ini telah terdata sebanyak 2.246 Rumah Tangga Perikanan (RTP) yang dipastikan akan menerima paket budidaya. Seluruh RTP tersebut berasal dari tiga kabupaten yang menjadi korban utama kebijakan KKP, yaitu Kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah dan Lombok Timur.
 
"Budidaya itu tak menyelesaikan masalah karena dananya saja dipotong mulai dari pusat hingga kelurahan. Sehingga yang diterima nelayan lobster hanya berkisar 5 hingga 20 juta rupiah saja,” kata dia.
 
Nelayan pun menolak bantuan paket yang rencananya akan diserahkan pada minggu keempat Juli ini.
 
"Tetap saja nelayan lobster mendesak agar peraturan menteri itu dicabut terlebih dahulu. Sebab, keputusan Susi Pudjiastuti yang melarang penangkapan lobster di bawah 200 gram itu sangat dipaksakan. Nelayan juga tetap akan berjuang agar Permen-KP yang menyengsarakan para nelayan lobster tersebut dicabut kok,” papar dia.
 
Dilanjutkan Rusdianto, dari pertemuannya dengan para nelayan eks penangkap benih lobster asal tiga desa di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), yaitu Desa Awang, Gerupuk, dan Desa Kute, menyatakan sangat keberatan dan menganggap KKP telah merugikan banyak pihak dengan terbitnya peraturan Menteri Susi Pudjiastuti.
 
Menurut dia, nelayan eks penangkap benih lobster seperti pepatah lama, "Bagai buah simalakama, dimakan mati ibu, tak dimakan mati ayah". "Mereka tidak punya mata pencaharian lagi, tapi takut ditangkap jika memaksakan kehendak menangkap benih lobster,” ujar Rusdianto.
 
Bantuan yang akan diberikan pemerintah yang gagal itu adalah berupa pembudidayaan ikan bawal 655 paket (termasuk jaring dan pakan), ikan kerapu 580 paket (termasuk jaring, vitamin jilnet, dan pakan), rumput laut 728 paket, ikan bandeng 40 paket, udang vaname 20 paket, ikan lele 209 paket, ikan nila 14 paket, dan perahu pengangkutan rumput laut 71 paket.
 
"Nelayan menolak skema bantuan, karena bagi nelayan pembudidayaan ikan bawal, kerapu dan rumput laut yang diberikan itu tidak bisa mengangkat perekonomian nelayan,” ujarnya.
 
Yang lebih berguna bagi nelayan adalah mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Pemen-KP) 56/2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari Wilayah NKRI. Sebab, tak ada penjelasan ilmiah dampak yang diakibatkan dengan menangkap benih lobster tersebut.
 
"Nelayan menganggap benih lobster yang mereka tangkap bukan merusak lingkungan atau memusnahkan lobster seperti yang pernah dikatakan Menteri Susi Pudjiastuti. Justru benih lobster tersebut harus ditangkap, karena bagaimanapun juga akan mati jika tidak ditangkap. Diambil ataupun tidak, benih itu pasti akan punah karena dimakan ikan. dan tidak pernah ada ceritanya benih ini berkurang, malah tangkapan makin banyak,” tutur dia.
 
Atas kondisi ini, lanjut Rusdianto, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pun sudah mengagendakan akan turun ke lapangan untuk melakukan investigasi. Rute perjalanan kunjungan Komnas HAM dimulai dari Dusun Awang, Desa Mertak di  Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah.
 
"Untuk mengunjungi segenap nelayan lobster dan pengambilan data,” katanya.
 
Begitu juga di Dusun Grupuk, Desa Sengkol Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Komnas HAM akan mengunjungi keluarga korban nelayan lobster yang ditangkap, dan melihat Balai Budidaya Laut Lombok dan Dusun Ekas, Desa Pemongkong, Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur.
 
"Lalu diagendakan meneruskan untuk mengunjungi nelayan lobster lainnya yang menjadi korban Permen Susi Pudjiastuti,” demikian Rusdianto. [sam]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA