Kasus Tayangan Trans7 Alarm Etika Siaran

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/diki-trianto-1'>DIKI TRIANTO</a>
LAPORAN: DIKI TRIANTO
  • Selasa, 21 Oktober 2025, 20:25 WIB
Kasus Tayangan Trans7 Alarm Etika Siaran
Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jakarta, Rizky Wahyuni. (Foto: Dok. KPID Jakarta)
rmol news logo Tayangan Xpose Uncensored di Trans7 yang menyinggung santri, kiai, dan pesantren merupakan masalah serius industri televisi karena menyajikan isu sensitif sebagai komoditas hiburan.

Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jakarta, Rizky Wahyuni menegaskan, konten yang disiarkan Trans7 pada program tersebut bertentangan dengan nilai-nilai keagamaan dan kesopanan publik sebagaimana diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) yang ditetapkan KPI.

Menurutnya, program Xpose Uncensored yang tayang 13 Oktober 2025 itu melanggar P3 Pasal 6 serta SPS Pasal 16 ayat 1 dan 2 yang mengatur penghormatan terhadap nilai dan norma agama dan penghormatan kepada lembaga pendidikan.

"Ini bukan hanya sekadar kesalahan teknis, tapi bentuk kelalaian terhadap tanggung jawab etik penyiaran,” ujar Rizky dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 21 Oktober 2025.
 
Meskipun tayangan tersebut merupakan produksi pihak eksternal dan bukan konten jurnalistik, lembaga penyiaran tetap wajib memastikan bahwa setiap program yang tayang mematuhi standar isi siaran.

Menurutnya, production house yang bekerja sama dengan lembaga penyiaran sering kali tidak memahami regulasi P3SPS dan prinsip dasar etika penyiaran. 
 
“Kreativitas produksi harus tetap berpijak pada etika moral. Banyak pelaku kreatif yang menganggap televisi sama seperti media sosial, padahal frekuensi siaran adalah milik publik," kritiknya.

Rizky bahkan mengungkap, Trans7 sudah berkali-kali melakukan pelanggaran isi siaran. Dalam kurun 2022?"2024, stasiun televisi tersebut tercatat mendapat beberapa sanksi administratif atas pelanggaran norma kesopanan dan perlindungan anak.

Selain Trans7, sebagian besar pelanggaran yang dilaporkan masyarakat kepada KPI juga berasal dari kategori program hiburan dan infotainment. Berdasarkan data KPI Pusat 2024-2025, sekitar 60 persen aduan publik terkait isi siaran berasal dari program hiburan yang mengandung kekerasan verbal, eksploitasi isu pribadi, atau pelanggaran etika. 

“Televisi bukan media untuk menyalin tren viral di medsos dan menayangkannya di televisi. Televisi memiliki tanggung jawab hukum dan sosial yang jauh lebih besar dibandingkan media sosial dan media baru,” katanya. 

Dalam Indeks Kualitas Program Siaran Televisi (IKPSTV) 2025 yang dirilis KPI Pusat, rata-rata nilai kualitas siaran nasional berada pada angka 3,29 dari skala 4, hanya sedikit di atas ambang batas minimum (3,00). 

Kategori sinetron, variety show dan infotainment kerap menempati peringkat terendah dengan nilai di bawah rata-rata standar KPI. Data ini menunjukkan adanya kesenjangan antara regulasi dan pelaksanaan di lapangan. 
 
“Artinya, banyak lembaga penyiaran yang lebih fokus hanya pada aspek komersial, rating dan share ketimbang mutu siaran. Padahal, tujuan utama penyiaran adalah mencerdaskan dan memperkuat nilai kebangsaan,” tandasnya. rmol news logo article 
EDITOR: DIKI TRIANTO

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA