Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Berkaca pada Kasus Tempo

Akademisi: Media Jangan Sembarang Menulis Berita

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/adityo-nugroho-1'>ADITYO NUGROHO</a>
LAPORAN: ADITYO NUGROHO
  • Jumat, 22 Maret 2024, 21:26 WIB
Akademisi: Media Jangan Sembarang Menulis Berita
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia/Net
rmol news logo Pemberitaan media Tempo soal izin tambang yang mengaitkan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia telah dinilai tidak sesuai fakta oleh Dewan Pers.

Akademisi Ilmu Komunikasi Media Universitas Bina Sarana Informatika (BSI) Kumi Laila menilai pemberitaan dengan judul “Main Upeti Izin Tambang” yang terbit pada edisi 4-10 Maret 2024 itu telah merugikan nama Bahlil.

“Karena tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Oleh sebab itu, dalam putusan Dewan Pers, Tempo diminta untuk meminta maaf dan wajib melayani hak jawab dari Bahlil secara profesional dan disertai dengan permintaan maaf kepada Bahlil,” ujar Kumi kepada wartawan, Jumat (22/3).

Menurut dia, pemberitaan yang dipublikasikan oleh media massa, baik itu Tempo atau media massa lainnya harus mengutamakan fakta, apalagi berita hukum yang sangat riskan dan bisa merusak nama baik orang.

“Melihat dari persoalan Tempo vs Bahlil dilihat dari pendekatan akademis tentu saja media harus memberitakan sesuai dengan fakta. Selain informasi yang harus akurat juga jangan timpang dengan mengambil informasi dari satu sudut pandang saja,” ungkapnya.

Lanjut dia, pemberitaan yang tidak merujuk pada fakta atau keakuratan data bisa mengakibatkan kerusakan nama baik orang, bahkan bisa mengakibatkan kerugian finansial seseorang. Oleh sebab itu, keakuratan informasi atau data sangat diwajibkan dalam penulisan satu berita terutama berita hukum.

“Sangat bisa merusak nama baik. Bahkan tidak hanya merugikan dalam bentuk pencemaran nama baik tapi bisa juga mengakibatkan kerugian finansial. Apalagi jika memberitakan informasi terkait hukum, harus menyertakan detail informasinya dan harus disertakan referensi atau sumber informasi yang didapat,” ucapnya.

“Media jangan sembarang menulis berita apalagi jika berita diterbitkan di majalah. Majalah sifatnya deep, detail, dan diterbitkan secara berjangka jadi seharusnya ada waktu untuk melakukan kroscek informasi. Karena pada prinsipnya setiap berita harus melalui verifikasi,” tambah dia.

Oleh sebab itu, Kumi menyarankan agar media (Tempo) harus memberikan ruang hak jawab yang sama kepada pihak yang dirugikan, dalam hal ini Menteri Bahlil.

Diakui Kumi Laila, masalah pemberitaan tidak sesuai fakta ini sering terjadi dan banyak media yang seakan mengabaikan hak tersebut karena yang dikejar adalah rating atau banyaknya pembaca.

“Media harus memberikan ruang hak jawab. Jadi ada kedua belah pihak yaitu media yang merugikan dan orang yang dirugikan. Meskipun konteksnya yang dirugikan sudah paten menjadi korban. Kita juga perlu mendengar suara dari pihak media karena jika dilihat dari sisi akademisi, kasus-kasus seperti ini kita perlu mengkaji dari kedua belah pihak agar seimbang,” ungkapnya lagi.

Masih kata dia, kerja-kerja jurnalistik selain harus sesuai dengan kode etik jurnalistik, juga harus berpegang teguh dengan prinsip diri sendiri sebagai jurnalis. Artinya, jurnalis yang memiliki value tidak hanya taat kepada peraturan pers semata, namun juga ia memiliki pengetahuan tajam terkait pemberitaan.

“Jika seorang jurnalis memiliki pengetahuan yang tajam dan luas dia akan menjadi jurnalis yang kritis. Seorang jurnalis yang kritis dia tidak akan asal membuat berita apalagi jika beritanya merugikan pihak lain. Jurnalis yang kritis tentu saja tidak serta merta datang begitu saja melainkan harus diasah dengan banyak belajar, membaca maupun diskusi. Sehingga berita yang disampaikan akan tajam dan tidak menyesatkan,” jelasnya.

Kumi Laila menyarankan agar media harus memiliki prinsip yang kuat dan visi misi yang jelas. Pasalnya, dengan memiliki prinsip kuat dan visi misi yang jelas media akan memberikan informasi yang akurat dan seimbang.

“Meskipun media menjadi dinamis karena mengikuti perkembangan zaman, namun ketika ia memiliki prinsip kuat berita yang disampaikan pun tetap berada dalam koridor yang benar sesuai dengan peraturan pers dan kode etik jurnalistik,” paparnya.

Dia berharap visi misi media harus diutamakan dalam menghadapi arus informasi yang deras dan cepat. Disrupsi teknologi tidak hanya menggeser industri lain namun juga mampu menggeser nilai-nilai jurnalistik.

Bahkan, banyak media yang memberitakan informasi tanpa dilihat dulu kebenarannya karena buat pengelola media yang terpenting adalah trending dan hypening itu yang mereka angkat.

“Menurut saya gak apa-apa bagi media mengikuti arus informasi yang begitu cepat saat ini, namun kembali lagi harus memiliki prinsip. Media harus bisa menilai dampak dari informasi yang diberitakan itu akan memberikan dampak negatif atau tidak bagi masyarakat maupun media itu sendiri,” pungkasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA