Pemberitaan itu diulas mendalam oleh
Kantor Berita RMOLSumsel yang kemudian diikuti oleh
Kantor Berita RMOLNetwork di seluruh Indonesia.
Pengacara asal Sumatera Selatan (Sumsel), Anto Astari yang membela RMOLSumsel untuk menanggapi somasi RMKE tersebut siap melawan somasi tersebut. Dia menilai, somasi tersebut tak ubahnya sebagai pembungkaman dunia pers.
"Setelah kami lakukan pendalaman (atas somasi), terlihat jelas ini sebagai upaya cari selamat dengan membungkam kebebasan pers," ungkap Anto dikutip
Kantor Berita RMOLSumsel, Rabu (1/11).
Dia meyakini jika kliennya telah melakukan tugas jurnalistik yang sesuai dengan UU 40/1999 tentang Pers, Kode Etik jurnalistik dan aturan-aturan yang terkait dalam kapasitas pemberitaan yang proporsional.
Sehingga menurutnya, somasi bahkan ancaman RMKE untuk membawa sengketa pers ini ke ranah pidana dan perdata justru dinilai sebagai guyon, yang menghilangkan substansi pemberitaan yang seharusnya dipahami oleh semua pihak sebagai kontrol sosial.
"Klien kami memiliki sejumlah bukti pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan, mendapat wawancara dan konfirmasi regulator, namun ketika RMKE dimintai konfirmasi mereka tidak memberi jawaban. Hal ini adalah hak mereka yang kami hormati," jelasnya.
Bicara substansi, Anto menjabarkan bahwa inti pemberitaan adalah mengenai RMKE yang telah lama beroperasi di Sumsel namun tidak melakukan operasional yang sesuai dengan regulasi, justru mencemari lingkungan dan merugikan masyarakat sekitar.
RMKE sebagai perusahaan yang berinvestasi di Sumsel, lanjutnya punya tanggung jawab untuk menjaga lingkungan tersebut agar tidak hanya terkesan meraup keuntungan dan menyisakan penderitaan bagi warga Sumsel ini.
Sebab, tidak hanya debu batubara bagi warga Selat Punai, pencemaran di Sungai Musi yang merupakan 'ibu' bagi masyarakat Sumsel juga menjadi korban atas aktivitas pelabuhan RMKE yang berada di kawasan Muara Belida, Muara Enim itu.
"Justru klien kami ini mengingatkan RMKE yang selama ini dinilai zalim oleh sejumlah pihak untuk lebih mengedepankan etika dan menjaga lingkungan, sambil berinvestasi di Sumsel," tegas Anto.
Anehnya, dalam rangkaian pemberitan itu diketahui, warga Selat Punai ternyata sudah membuat pengaduan atas dugaan pelanggaran UU Lingkungan Hidup yang dilakukan oleh RMKE di Polda Sumsel, kendati belum diketahui tindak lanjutnya sampai saat ini.
Masih kata Anto, kliennya selalu mendapati fakta-fakta baru dalam setiap pemberitaan terkait pelanggaran lingkungan yang dilakukan oleh RMKE.
Sehingga pemberitaan itu dimungkinkan membuka tabir yang selama bertahun ditutupi. Misalnya, mengenai kongkalikong atau dugaan keterlibatan regulator dan Aparat Penegak Hukum (APH) dalam kasus pelanggaran lingkungan ini.
"Kami yakini somasi ini ada maksud lain, yaitu untuk membungkam upaya mengungkap fakta, yang artinya pula membunuh kebebasan pers sebagai pilar demokrasi dan kontrol sosial," tegasnya lagi.
Oleh sebab itu, Anto bersama belasan pengacara lokal lain mengaku siap menghadapi somasi dari Hotman Paris & Partners yang dilayangkan dengan tandatangan dari Frank Hutapea itu.
"Kami terpanggil, karena ini sudah soal harkat dan martabat masyarakat Sumsel. Jangan hanya jadi penonton. Kita harus bergerak mendukung media yang menyuarakan kepentingan masyarakat Sumsel ini," tandasnya.
BERITA TERKAIT: