“
Dayon lebih dari sekadar novel lebih dari sekadar novel. Dia menggambarkan gejolak psikologis, sosiologis dan antropologis anak bangsa di tengah perubahan disruptif. Bacaan wajib yang reflektif dan kaya perspektif,†tulis akademisi Prof. Dr. Azyumardi Azra, CBE dalam testimoninya pada sampul novel.
Dayon sendiri merupakan novel yang mengisahkan kehidupan pemuda bernama Jems Boyon asal Kapau, Sumatra Barat. Ia lahir dan menghabiskan masa kanak-kanak di kampung halamannya sebelum melanjutkan SMA di Bukittinggi dan kuliah perfilman di Jakarta untuk mengejar impian sebagai sutradara. Di sana ia kemudian bertemu dengan seorang model peranakan Minang-Korea bernama Sabai Rangkayo Sunwoo. Karena itulah
Sabai ì„ ìš° fokus pada kisah menyangkut kehidupan sang model yang lahir dan menghabiskan masa kanak-kanak di Seoul, Korea Selatan, sebelum pindah ke Jakarta di pertengahan tahun 90an.
Begitu pindah ke Jakarta bersama sang ibunya yang berpisah dengan ayahnya, yang merupakan profesor ekonomi terkemuka yang kelak menjadi Duta Besar Korea Selatan di Swiss, Sabai tinggal di sebuah perkampungan padat penduduk di kawasan Kampung Melayu, Jakarta Timur. Dari seorang ABG korban broken home, nasib Sabai berubah drastis ketika seorang pemandu bakat dari sebuah
modeling agency mengorbitkannya sebagai wajah baru dalam dunia model Indonesia.
Popularitasnya terus berkibar sehingga pada saat kawan seumurannya menghabiskan waktu di SMA, Sabai sudah menjadi model profesional yang bermukim di Singapura dan menjalani dunia pendidikan melalui
homeschooling.
Awalnya perjalanan kariernya berjalan mulus seperti direncanakan. Namun seiring berjalannya waktu, satu persatu masalah datang menghantam gadis muda itu. Mulai dari korban perundungan seksual, pembunuhan karakter dalam sengitnya kompetisi antarmodel, gaya hidup liberal yang permisif terhadap penyalahgunaan obat-obatan dan seks bebas, hingga terganggunya hubungan dengan orang tua serta tergerusnya keyakinan dan keimanan.
“Melalui Sabai saya ingin menggambarkan problem identitas yang banyak menggayuti generasi milenial yang sudah menjadi warga dunia dan global traveler dan gamang terhadap akar budaya mereka. Generasi milenial adalah mereka yang lahir antara 1981-1996 seperti rumusan Pew Research Center,†ujar Uda Akmal, sapaan akrab sang penulis, dalam keterangannya kepada redaksi (Selasa, 18/1).
Hadirnya novel ini juga mengundang respon positif dari pembacanya. Kaprodi Program Magister Asia Timur FakuItas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) dan President of Global Korean Scholarship Alumni Indonesia Eva Latifah, Ph.D menuturukan bahwa novel itu bak ruang negosiasi terhadap efek domino
hallyu (gelombang Korea) karena mampu menyuarakan gesekan yang banyak hadir dalam keluarga multikultural Korea-Indonesia.
"Kekuatan yang tidak ditemukan dalam novel-novel Indonesia yang mengangkat isu tentang Korea. Uda Akmal menyuguhkan bacaan yang menawan dan memperkaya wawasan,†jelasnya.
Komentar senada juga disampaikan oleh Sutradara film <>"Garuda di Dadaku" dan
"Losmen Bu Broto" yang pernah kuliah di Dongseo University Busan Ifa Isfanyah. Ia menilai, kisah Sabai sangat memperkaya batin dan pengetahuan pembaca secara akrab.
“Sebagai pembuat film yang pernah tinggal di Korea Selatan, saya merasa sangat dekat dan terwakili dengan novel ini,†ungkapnya.
Apresiasi positif juga datang dari Prawindu Prima, seorang YouTuber Indonesia yang tinggal di Seoul dan menjalankan bisnis biro perjalanan
Light & Bright.
“Novel Sabai membuka mata pembaca yang mendambakan pernikahan beda budaya, bahwa kisah cinta tak selalu seindah drakor dan seglamor K-Pop,†ujar ibu dua anak ini.
Sementara itu, untuk elemen-elemen pengisahan itu, Anna Hertriana Kusumah yang berprofesi sebagai Guru SDN di Bogwang, Seoul, Korea Selatan, menyarankan agar novel ini dibaca generasi muda Indonesia yang berjiwa global.
"Sangat menarik dan menginspirasi,†ujar peraih Penghargaan Warga Kehormatan Seoul 2019 ini.
Sabai ì„ ìš° adalah karya ke-23 Uda Akmal yang tahun lalu mendapatkan Penghargaan
National Writer’s Award 2021 Kategori Fiksi dari Perkumpulan Penulis Nasional SATUPENA. Novel ini dan prekuelnya Dayon diterbitkan oleh Mekar Cipta Lestari (MCL) Publisher milik Rosidayati Rozalina, Ketua Umum IKAPI Pusat (2015-2020).
BERITA TERKAIT: