"Pagelaran 'Sang Sukrasana' adalah persembahan karya visual dari generasi muda bangsa Indonesia dengan bimbingan para senior yang memahami pakem Jawa klasik yang berbudi luhur layaknya seluruh cerita dalam pewayangan,†ujar penggagas ide 'Sang Sukrana', Jaya Suprana dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Jumat (1/11).
Menurutnya, wayang merupakan sarana sosialisasi komunikasi yang terbukti sangat efektif menyampaikan pesan-pesan sejak zaman pergerakan perjuangan kemerdekaan.
Tokoh Sukrasana adalah tokoh wayang asli dari Indonesia, bukan dari Mahabharata. Cerita klasik Sukrasana dan sang kakak, Sumantri terjadi jauh sebelum adanya Mahabharata yang konon saat para dewa-dewi masih hidup berdampingan dengan manusia.
Sukrasana, jelasnya, adalah ksatria sakti mandraguna yang dilatih oleh salah satu dewa terkuat di kahyangan, yakni Batara Indra. Sukrasana memiliki kekuatan luar biasa, memiliki wajah yang menyerupai buto kecil, menyeramkan dan buruk rupa.
Sedangkan kakaknya, Sumantri adalah ksatria yang ambisius dan tampan rupawan. Dalam banyak hal, Sukrasana sangat menyayangi kakaknya dan selalu ada untuk membantu kakaknya dalam peperangan atau dalam kesulitan dengan kekuatannya tanpa pamrih. Kisah Sumantri dan Sukrasana memiliki akhir yang tragis ketika kesetiaan dikhianati oleh ambisi.
Jaya menjelaskan, kisah 'Sang Sukrasana' terinspirasi dari situasi negara yang sedang dirundung kemelut perebutan kekuasaan dan melalaikan kepentingan rakyat kecil yang seharusnya wajib disejahterakan. Padahal, rakyat kecil memiliki kesaktian luar biasa, dapat memicu perubahan di dalam bangsa jika tidak dikhianati oleh ambisi semata.
Dilakoni oleh aktor Lukman Sardi sebagai Sukrasana, 'Sang Sukrasana' melibatkan seluruh lapisan masyarakat Indonesia lintas generasi dari berbagai kalangan dari Wayang Orang Bharata, PATI serta Prajurit TNI dan Polri, para Purnawirawan, serta tokoh-tokoh pecinta wayang orang.
Selain Lukman Sardi, nama beken lainnya adalah Maudy Koesnaedi sebagai Dewi Citralangeni, Asmara Abigail sebagai Dewi Citrawati, Ruth Marini, Inayah Wahid, dan Tina Toon.
Pagelaran ini juga didukung oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Bakti Budaya Djarum Foundation, BCA, Sinarmas, SCTV, Caffino Coffee, Sariayu Martha Tilaar, Jaya Suprana School of Performing Arts, Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI), Jamu Jago, Matara Art Centre, TNI, Polri, dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta.
Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation, Renitasari Adrian berujar saat ini berbagai kalangan mulai tertarik mendukung bahkan terlibat langsung dalam upaya pelestarian budaya Indonesia.
"Dengan keterlibatan selebritis dan
public figure dalam pagelaran yang mengambil cerita wayang ini tentunya akan semakin meningkatkan apresiasi masyarakat luas dan menginspirasi generasi muda untuk berperan serta dalam pelestarian seni budaya, khususnya seni pertunjukan Indonesia,†ujar Renitasari.
BERITA TERKAIT: