Mereka dengan mengatasnamakan Forum Komunikasi Pemuda dan Mahasiswa Maluku Utara (FKPMMU) kemarin mendatangi Mabes Polri Jakarta.
"Kami meminta agar Nita Budi Susanti untuk segera ditangkap dan disidangkan di pengadilan," kata koordinator aksi, Rustam Amirudin, dalam rilisnya (Rabu, 27/1).
Diceritakan Rustam, pelepasan Nita dilepas atas perintah Wapres Jusuf Kalla dan Presiden Jokowi. Padahal, jelas disebutkan jika wapres dan presiden tidak boleh melakukan intervensi hukum.
"Kapolda harus segera mengklarifikasi atas intervensi dari presiden dan wakilnya atas kasus Nita. Karena ini bertentangan dengan perundang-undangan," tegasnya.
Rustam pun mengatakan pelepasan Nita Budi ini bisa menimbulkan konflik di tengah masyarakat. Apalagi lanjutnya, Kapolda ditengarai pernah melakukan pertemuan dua kali dengan tersangka Nita di luar kantor polisi.
"Ini tentu tidak etis dan tidak lazim, apalagi bertemu di rumah makan," ujarnya.
Irwasum dan Kompolnas, lanjut Rustam, harus berani memeriksa Kapolda Maluku, yang dinilai tidak sejalan dengan tim penyidik Polda Maluku atas sikap profesionalnya sehingga kasus Nita dinyatakan P21.
Kelahiran bayi kembar dari rahim Ratu Sultan Ternate, pada 28 Juli 2013, saat sepertiga malam akhir di Semarang, Jawa Tengah, membuat heboh warga Ternate pada umumnya, terlebih warga kesultanan Ternate. Bayi kembar yang diberi nama, Ali Muhammad Tajul Mulk dan Gadjah Mada Satria Nagara, kala itu diragukan banyak kalangan, dan tidak diakui sebagian warga adat kesultanan Ternate, sebagai anak sah dari Mudaffar Sjah.
Berselang dua bulan kemudian paska kelahiran bayi kembar tersebut, disaksikan sejumlah petinggi keraton Ternate, Sulatan Mudaffar Sjah menobatkan keduanya menjadi Sultan Ternate ke-49. Ratu paduka, Boki Nita, dianggap punya niat merebut tahta kerajaan.
[wid]
BERITA TERKAIT: