Pakar: Kerugian Negara Harus Nyata dalam Kasus Pengadaan Chromebook

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-kiflan-wakik-1'>AHMAD KIFLAN WAKIK</a>
LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK
  • Jumat, 10 Oktober 2025, 18:20 WIB
Pakar: Kerugian Negara Harus Nyata dalam Kasus Pengadaan Chromebook
Prof. Suparji Ahmad. (Foto: Istimewa)
rmol news logo Bukti kerugian keuangan negara dalam tindak pidana korupsi harus berupa kerugian nyata (actual loss). Hal ini sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan kerugian negara bukan bersifat potensi (potential loss). 

Begitu dikatakan Pakar Hukum Pidana yang menjadi saksi ahli Kejaksaan Agung, Prof. Suparji Ahmad dalam sidang praperadilan kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang menjadikan Nadiem Makarim sebagai tersangka.

Dia menekankan, pendalaman kasus itu harus bisa memastikan kerugian negara benar-benar terjadi dan dapat dihitung jumlahnya secara pasti dalam proses penetapan tersangka korupsi, bukan hanya kemungkinan akan terjadi di kemudian hari.

"Dengan demikian, unsur nyata dan pasti menjadi syarat penting dalam pembuktian unsur kerugian keuangan negara," kata dia dikutip Sabtu 10 Oktober 2025.

Guru Besar Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) tersebut mengatakan, berdasarkan pada prinsip hukum pembuktian, unsur kerugian keuangan negara memang harus dapat dibuktikan secara jelas dan konkret. 

Idealnya, kata dia, laporan hasil penghitungan kerugian keuangan negara juga sudah tersedia sebelum penetapan tersangka.

Pada pertengahan Juli 2025, Kejagung menyebutkan bahwa kerugian negara dari kasus pengadaan 1,2 juta unit laptop Chromebook mencapai Rp1,98 triliun. 

Jumlah ini diperoleh dari Item software Chrome Device Management (CDM) senilai Rp480 miliar dan selisih harga kontrak dengan principal laptop di luar CDM senilai Rp1,5 triliun. Sejauh ini belum ada laporan hasil audit kerugian negara.

Tim Kuasa Hukum Nadiem, Dodi S. Abdulkadir menyampaikan bahwa hingga sidang praperadilan keempat, Kejaksaan Agung belum dapat menunjukkan laporan hasil penghitungan kerugian keuangan negara yang nyata. 

Menurutnya, laporan tersebut seharusnya sudah disiapkan terlebih dahulu sebelum penetapan status tersangka dilakukan.

“Kami sudah meneliti seluruh isi BAP dan sama sekali tidak ada pertanyaan mengenai kerugian negara. Bagaimana bisa seseorang dituduh korupsi tanpa adanya penghitungan kerugian negara?” ujarnya.

Dodi menegaskan, tindakan terburu-buru dalam penetapan tersangka berpotensi melanggar asas kepastian hukum dan keadilan. 

"Kami meminta agar Kejagung lebih berhati-hati dan mengedepankan prinsip due process of law, sehingga proses hukum tetap akurat dan adil," tandasnya.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA